Rabu, 10 April 2013

KATA, FRASA, DAN KALIMAT

Oleh : Farichin

       Dalam berbicara ,lisan maupun tulis, kita tidak dapat terlepas dari kata, frasa, dan kalimat. Ketiga bentuk tersebut merupakan satuan bahasa yang telah memiliki makna. Dalam pembahasan tentang kata, frasa, dan kalimat pada umumnya menjadi satu kesatuan bagian karena antara kata, frasa, dan kalimat merupakan satu kesatuan kesinambungan unsur pembentuk. Bingung ya? Agar tidak bingung kita mulai saja pembahasan tentang kata, frasa, dan kalimat. Namun, mohon maaf bila pembahasan ini hanya bersifat dangkal. Mudah-mudahan pembahasan kata, frasa, dan kalimat yang dangkal ini dapat dipahami dan bermanfaat untuk kita.
     Pembahasan kata, frasa, dan kalimat akan dimulai dari unsur terkecil satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yaitu kata. Telah dikemukakan tadi bahwa kata merupakan satuan bahasa terkecil yang bermakna dan dapat berdiri sendiri. Berdasarkan asal-usulnya, kata terbagi menjadi kata dasar dan kata jadian. Kata dasar adalah kata asli yang sudah bermakna dan berdiri sendiri. sebagai contoh kata [rumah], [makan], [lupa],[mimpi]. Kata jadian adalah kata yang terbentuk dari proses afiksasi (pemberian afiks/imbuhan) dari kata kata dasar. Untuk macam-macam kata yang terbentuk, akan kita bahas pada bagian yang lain, apabila memang dikehendaki.
      Setingkat di atas kata adalah frasa. Frasa atau sering juga disebut frase adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua atau lebih kalimat tanpa membentuk pola kalimat. Kita ketahui, bahwa apabila kelompok kata tersebut sudah membentuk pola kalimat, tingkatannya akan berubah menjadi klausa atau kalimat. Pembahasan pola kalimat akan diuraikan pada bagian kalimat. Perhatikan penggambaran berikut ini:
kata : kereta
frasa : kereta api, kereta api ekspres, kereta api cirebon ekspres
Dari gambaran di atas, tampak bahwa frsa dapat terdiri dari dua kata, tiga, atau lebih kata. Asalkan kelompok kata tersebut tidak memiliki unsur predikat sehingga tidak akan memunculkan pola kalimat.
     Lalu bagaimana dengan kalimat? Kalimat merupakan satu kelompok kata yang membentuk pola kalimat dan diakhiri intonasi final. Intonasi final apabila ditulis, akan ditandai dengan tanda baca titik. Pola kalimat pembentuk kata minimal terdiri dari unsur subjek dan predikat. Pola kalimat dengan unsur ini disebut dengan kalimat inti. Apabila unsur tersebut diperluas dengan penambahan unsur lainnya seperti objek, pelengkat, dan atau keterangan, maka kalimat tersebut akan menjadi kalimat luas. Perhatikan contoh berikut:
kalimat inti    :  Ibu berdandan (SP)
kalimat luas   :  Ibu berdandan rapi (SPPel)
                       Ibu berdandan rapi  di kamar (SPPelK)
                       Dengan percaya diri Ibu berdandan rapi (KSPPelK)
Nah, ternyata pola pembentukan kalimat luas bisa banyak. Subjek tidak selalu harus berada di awal kalimat. Awal kalimat dapat berbentuk fungsi keterangan.
Mungkin ini saja yang disampaikan. Kalau bingung tentang kata, frasa, dan kalimat, silahkan beri komentar di bawah artikel ini agar bisa segera ditindaklanjuti (kalau bisa he.....he....)

     
READ MORE - KATA, FRASA, DAN KALIMAT

Senin, 08 April 2013

KEPEMIMPINAN HARAPAN


Kepemimpinan harapan? pertanyaan tersebut sepertinya menggelitik bagi kita. Yap, karena kita telah lama mendambakan pemimpin yang baik, sesuai dengan harapan masyarakat. Namun ingat, kalau kita mau kepemimpinan seorang pemimpin yang baik, belajarlah dari kita dulu. Islam mengajarkan pada kita bahwa setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintakan pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya tersebut. Nah, pada bagian ini akan disampaikan sedikit konsep dasar tentang kepemimpinan. dari sini kita dapat mulai belajar menjadi pemimpin yang baik.
Terdapat tiga jenis kepemimpinan yang dipandang representatif dengan tuntutan era desentralisasi, yaitu kepemimpinan trasaksional, kepemimpinan transformasional, dan kepemimpinan visioner. Ketiga tipe kepemimpinan ini memiliki titik konsentrasi yang khas sesuai dengan jenis permasalahan dan mekanisme kerja yang diserahkan pada bawahan (Komariah dan Triatna, 2005:75-82)
  Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan. Pemimpin adalah seorang yang men-design pekerjaan beserta mekanismenya, dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian.
  Kepemimpinan transaksional juga dipandang sebagai contingent  reinforce-ment atau dorongan kontingen dalam bentuk reward dan punishment yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja, yaitu manakala para staf menunjukkan keberhasilan atau kemajuan dalam mencapai sasaran target yag diharapkan,  mereka mendapatkan contingent positif berupa imbalan. Namun, apabila staf menunjukkan kinerja sebaliknya, yaitu menunjukkan kegagalan atau ditemukan berbagai kesalahan maka dorongan contingent negatif atau aversif dapat dikenakan berupa hukuman yang telah disepakati.
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tapi di masa datang. Oleh karena itu, pemimpin transformasional adalah adalah pemimpin yang dapat dikatakan sebagai pemimpin yang visioner.
  Pemimpin yang transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik.Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena ia berperan meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
Kepemimpinan visioner salah satunya ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut dikenal dengan penentuan sasaran bidang hasil pokok.
  Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengomunikasikan/mensosialisasikan/mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholder. Yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil.
  Pendekatan yang paling umum terhadap studi kepemimpinan terpusat pada sifat-sifat kepemimpinan (sifat teori). Teori sifat (pendekatan sifat) berpendapat bahwa seseorang pemimpin itu dikenal melalui sifat-sifat atau karakteristik pribadinya.Dengan demikian secara umum keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat jasmaniah dan rokhaniahnya.

 Pada zaman ini Negara Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Kehidupan berbangsa telah kehilangan tokoh, kehilangan pahlawan yang seharusnya mampu melindungi masyarakat. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat dijajah oleh pemimpin sendiri. Konsep demokrasi yang digembor-gemborkan oleh para pemimpin hanya menghasilkan politisi tamak, rakus dan korup. Sangat banyak pemimpin yang haus akan kekuasaan. Mereka berlomba — lomba menjadi penguasa untuk mendapat fasilitas, uang dan pengaruh. Sehingga dengan sangat mudah mereka menggunakan dan memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan tahtanya sendiri. Pekerjaan utamanya adalah korupsi dimana mana. Hampir di semua poros kekuasaan, korupsi telah menjadi perilaku yang melekat pada siapapun. Proses kecurangan yang terus menerus membawa negeri ini didera kesusahan.

   Dinamika kehidupan sosial dan politik bangsa saat ini cukup menegangkan. Hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aturan dan tatanan kenegaraan yang ada. Konstelasi sosial politik yang dilahirkan selama ini, setidaknya sejak didengungkannya reformasi dalam semua aspek kehidupan, belum membawa perubahan yang sangat berarti bagi masyarakat secara luas. Malah sebaliknya, masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi yang sulit. Infrastruktur dan regulasi yang semrawut, degradasi moralitas, sosial politik yang tidak stabil, dan pemimpin yang bermental “tempe” adalah kondisi-kondisi yang dihadapi masyarakat saat ini. Maka wajar apabila kemudian masyarakat menuntut perlunya perbaikan dan perubahan yang lebih mendasar dan berkepentingan bagi semua orang.
   Kondisi seperti itu tentunya hanya akan membuat masyarakat semakin jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan saat ini baru merupakan kesejahteraan kaum Borjuis tetapi belum untuk kaurn Marhaen. Untuk itulah masyarakat sangat menginginkan adanya perubahan. Masyarakat sudah bosan dengan tingkah laku pemimpin tim yang melihat politik semata — mata karena kursi kekuasaan. Mereka terkesan jalan di tempat, anti perubahan, dan selalu menganggap din paling benar. Masyarakat seningkali beranggapan bahwa anak muda tidak bisa menjadi pemimpin. Padahal banyak anak muda pintar tapi tidak memiliki keberanian. Itu yang membuat para pemimpin tua menjadi betah duduk di kekuasaan dan terus membodohi masyarakat. Kaum muda dianggap tidak berpengalaman. Lalu bagaimana mungkin kaum muda bisa memiliki pengalaman jika kaum muda tidak pernah di berikan kesempatan untuk memimpin? Pemimpin tua menjadi kuat karena mereka di ben kesempatan, sehingga mereka berpengalaman yang akhirnya dapat membentuk jaringan yang luas dan mengakar. Lantas kapan kesempatan kaum muda untuk memimpin jika para pemimpin tua tidak mau digeser dan kursi kekuasaan?

   Salah satu yang membuat ‘cedera’ bangsa Indonesia saat ini belum sembuh secara total diantaranya adalah masyarakat belum menemukan “satria piningit” (pemimpin) yang mampu membawa masyarakat ke arah yang lebih berarti. Persoalan mendasar dari fenomena tersebut adalah terjadinya degradasi kepercayaan (trusting leader) terhadap pemimpin negara. Alasan sederhana yang dikemukakan adalah pemimpin yang pernah lahir dan sebelumnya dipercaya rakyat, tidak mampu mengangkat kehidupan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Bahkan dalam pandangan sebagian rakyat Indonesia, justru pemimpin-pemimpin yang ada semakin membawa keterpurukan yang sudah terjadi sebelumnya.
   Para pemimpin muda yang berjiwa tua, pengecut dan anti perubahan, serta pemimpin tua yang kolot dan haus akan kekuasaan harus segera disingkirkan. Terobosan berani harus di tempuh. Tidak bisa lagi pemimpin berputar — putar pada manusia itu — itu lagi. Mereka hanya memberikan hiburan intelektual yang memuaskan nafsu otak dan bukan segenap langkah yang bisa menjadi panduan bergerak bersama. Mungkin karena itu, gerakan kehilangan kekuatan dan imaginasi perubahan.

   Secara sederhana, pemimpin bisa diartikan sebagai seseorang yang dipercaya oleh para pengikutnya (konstituen) untuk mengatasi persoalan yang menyangkut kepentingan orang banyak, memiliki responsibility yang tinggi, memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, bermoral, tangguh dan berani menghadapi tantangan apapun, disayangi dan disenangi oleh para pengikutnya, dan mampu membawa lembaga atau institusi yang dia pimpin menuju perubahan yang konstruktif. Manifestasi dari seorang pemimpin adalah dia tidak hanya seorang manajer yang handal, namun juga seorang perencana yang baik, melakukan proses kerja secara maksimal dan mampu menunjukkan hasil yang memuaskan banyak pihak. Dan yang terpenting adalah memiliki banyak cara untuk menghadapi persoalan yang timbul. Karena itu, bila dihubungkan dengan sosok pemimpin Indonesia saat ini, kemampuan-kemampuan seperti di atas sepenuhnya belum dimiliki.
   Konsepsi dan logika kepemimpinan dalam transisi masyarakat Indonesia sekarang mungkin sangat beragam. Hal ini disebabkan konstruksi pemikiran (logika) tentang pemimpin yang dibangun selama ini juga bervariasi antara satu dengan lainnya. Hal tersebut juga tidak terlepas dari pengaruh budaya dari masyarakat atas model kepemimpinan yang mereka pandang.
   Model kepemimpinan masyarakat Jawa berbeda dengan model kepemimpin masyarakat Sumatera, juga berbeda dengan model kepemimpin masyarkat di daerah lainnya. Di Jawa, misalnya, mereka menganggap kepemimpinan merupakan proses yang sakral dan tunggal. Karena itu, model yang dibentuk lebih didasarkan pada trah dan hubungan keluarga. Anggapan bahwa pemimpin dilahirkan oleh keluarga pemimpin tetap mendominasi ranah berpikir masyarakat. Konsepsi seperti demikian bisa kita lihat dalam model kepemimpinan yang dijalankan mantan Presiden Suharto beberapa tahun yang lalu.
   Hal ini bertentangan dengan konsepsi model kepemimpinan demokrasi yang mensyaratkan adanya sirkulasi kepemimpinan. Setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menjadi pemimpin. Dalam konsepsi kepemimpinan demokrasi, logika yang dipakai sebagian besar adalah pengetahuan dan keluasaan wawasan, dan bukan berdasarkan trah dan hubungan kekeluargaan.
   Salah satu pondasi dasar dari pandangan dan pemikiran demokrasi adalah kemajemukan dan menghargai perbedaan. Selain itu, Demokrasi juga dipandang sebagai nilai bersama suatu bangsa dalam membangun sistem pemerintahan negara yang bersumber dari rakyat. Dengan kata lain, demokrasi menjadi sebuah pre-skripsi yang bermuatan nilai moral dan menjadi sebuah norma. Keberhasilan suatu bangsa dan suatu negara tidak hanya diukur dari neraca perekonomian, tingkat kesejahteraan dan pendidikan, tetapi juga diukur melalui seberapa jauh suatu bangsa dan negara melaksanakan demokrasi dengan bentuk tertentu dari demokrasi yang dianggap sebagai bentuk ideal sebagai patokan ukuran keberhasilan pelaksanaan demokrasi.
   Untuk memahami demokrasi, ada dua pendekatan yang sering digunakan para ilmuwan politik. Pertama, secara normatif dimana demokrasi dipahami sebagai sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh suatu negara (demokrasi diartikan sebagai tujuan atau resep tentang bagaimana demokrasi itu seharusnya). Pengertian umum ini dapat dilihat dari ungkapan bahwa demokrasi itu adalah pemerintahan oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat.
   Kedua, secara empiris dimana demokrasi berkenaan dengan perwujudannya dalam kehidupan politik praktis dan sistem politik yang ada. Banyak teori tentang demokrasi itu berada pada tingkat normatif, sementara literatur tentang demokratisasi dicirikan oleh pendekatan empiris. Kriteria-kriteria untuk melihat sebuah bentuk pemerintahan demokratis atau tidak bersumber pada pendekatan empiris ini. Walaupun penerapan demokrasi di beberapa tempat melahirkan bentuk demokrasi yang beragam, akan tetapi ada kriteria universal yang berlaku bagi semua tempat yang melaksanakan demokrasi.
   Kriteria universal untuk mengukur demokrasi itu dapat dibagi menjadi lima (Afan Gaffar, 2000) yaitu, pertama, akuntabilitas, yang berarti setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Kedua, Rotasi kekuasaan. Bahwa dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur serta damai. Tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan sementara peluang orang lain tertutup sama sekali.
   Ketiga, rekrutmen politik terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan adanya suatu sistem rekrutmen politik yang terbuka. Artinya setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik dengan dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.
Keempat, pemilihan umum. Bahwa dalam suatu negara demokrasi pemilu dilakukan secara teratur dan setiap warga negara yang sudah cukup dewasa mempunyai hak untuk dipilih serta memilih tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Dan kelima, menikmati hak-hak dasar, yang berarti setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk didalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk menikmati kebebasan pers, dan hak untuk berkumpul dan berserikat.
   Dalam segala bentuk pemerintahan, demokrasi tentunya merupakan suatu bentuk yang paling baik, atau paling tidak ia memiliki kelemahan paling sedikit dibandingkan bentuk pemerintahan lainnya. Bentuk pemerintahan yang demokratislah yang menjadi substansi dari reformasi dan menjadi kehendak segenap rakyat Indonesia, termasuk pula model kepemimpinan yang hendak diselenggarakan didalamnya. Persoalannya, di tengah derasnya arus demokratisasi ala barat saat ini, bagaimana sebetulnya konsep kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi yang bersumber dari nilai dan norma yang dianut oleh Bangsa Indonesia? Penjabaran dari konsep ini nantinya diharapkan akan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kepemimpinan Indonesia di era demokrasi.
   Hampir lima belas tahun telah berjalan sejak reformasi tahun 1998,  semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara digulirkan, dinamika kehidupan sosial dan politik bangsa saat ini kembali memanas. Pasang surut nilai kepercayaan masyarakat terhadap tatanan politik yang ada dan kepemimpinan yang diselenggarakan terus terjadi. Salah satu sumbernya adalah dimana konstelasi sosial politik yang dilahirkan selama ini, dirasakan masih jauh dari harapan masyarakat secara luas. Malah tak jarang masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi yang serba sulit. Infrastruktur dan regulasi yang masih semrawut, degradasi moralitas, sistem politik yang tidak stabil, dan sebagainya adalah kondisi-kondisi yang dihadapi masyarakat saat ini. Karena itu, wajar apabila kemudian masyarakat menuntut perlunya perbaikan dan perubahan yang lebih mendasar dan berkepentingan bagi semua orang. Dan itu perlu dimulai dari modal kepemimpinan yang memenuhi harapan masyarakat.
   Sayangnya, kecenderungan masyarakat Indonesia masih menganggap persoalan kepemimpinan merupakan ranah yang hanya bisa dimasuki oleh sebagian kecil orang. Dalam kepercayaannya, mereka merupakan orang-orang pilihan dari Sang Maha Pencipta, dan dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin dalam masyarakat. Persoalan simbolisasi juga merupakan satu hal yang penting bagi kepercayaan yang dianut masyarakat. Simbol-simbol yang dibawa oleh seorang pemimpin sangat berbeda dengan simbol yang dibawa masyarakat awam. Penggambaran paling jelas bisa sama-sama kita lihat dalam proses pemerintahan sekarang.
 Tentunya kita atas nama  masyarakat umumnya, sangat mengharapkan pemimpin masa depan Indonesia yang memiliki keberanian, terang kepekaan, dan kehendak untuk melihat politik bukan semata-mata kursi kekuasaan. Dan sosok pemimpin ideal hanya dapat ditemukan path pemimpin muda. Karena anak muda masih memiliki keberanian untuk menggetarkan jiwa, hati, dan keteguhan rakyat yang di tindas. Anak muda selayaknya mampu membangunkan jiwa — jiwa yang sekarang ini sedang menginginkan perubahan. Mereka memiliki pikiran muda yang selalu menentang arus, anti kemapanan, dan nekad. Mereka juga memiliki gagasan muda yang cerdik, berani, imaginative, dan mengejutkan. Mereka tidak hanya sekadar teori, namun memiliki gerakan muda yang alternatif dan progresif. Sosok pemimpin seperti inilah yang selalu diimpikan masyarakat. Pemimpin yang selalu memiliki inovasi barn tentang apa yang diinginkan masyarakat. Khususnya path zaman globalisasi sekarang mi, masyarakat mengharapkan pemimpin yang memiliki kearifan lokal, yaitu berpikir global namun bertingkah laku lokal. Apalagi saat terjadi pasar bebas. Pemimpin diharapkan mampu membuka kesempatan keija dan memberikan pekeijaan kepada semua warga negara. Ekonomi harus didasarkan pada kolektivisme, dimana inisiatif perorangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan harus diarahkan pada kemakmuran bersama. Kepentingan pribadi harus ditentang. Yang dibutuhkan oleh tanah air kita kini adalah otot — otot yang kerasnya sebagai baja, urat saraf yang kuatnya sebagai besi, kemauan yang kerasnya sehagai batu hitam yang tiada sesuatu benda bisa menahannya, Tidak hanya kuat secara fisik, namun juga harus memiliki kecerdasan spiritual, yaitu kearifan jiwa yang nilainya bersumber dan agama. Kecerdasan emosional, yang mampu mengendalikan amarah, bertanggung jawab, motivasi, dan kesadaran din. Serta memiliki kecerdasan intelektual untuk dapat menganalisis masalah, menghitung, serta merencanakan sesuatu. Seorang pemimpin hendaknya ide dan cita — citanya harus lebih tinggi daripada mated dan kehidupan duniawi. Kepedulian dan empati tidak cukup. Butub pergerakan yang besar dan terus menerus menanamkan kecintaan pada tanah air. Anak mudajuga bisa menjadi politisi yang andal. Kaum muda progresif saatnya untuk diberi peluang, akses, dan kesempatan. Saatnya kaum muda merebut kendali kepemimpinan untuk memimpin negeri. Dengan modal intelektual dan jaringan akan membuat para pemimpin muda mahir mengawal perubahan.
   Lalu bagaimanakah kriteria pemimpin yang baik yang akan menjadi harapan bangsa dan masyarakat? Tidak ada kriteria yang jelas memang, tetapi pemimpin sejati adalah pemimpin yang tak hanya peduli pada diri dan keluarganya sendiri, ia juga lebih peduli pada rakyatnya. Berharap ke depan, akan lahir pemimpin baru. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin negara Indonesia yang besar ini. Adapun kriteria pemimpin tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beriman.
Ini hal yang utama menurut saya. Jika pemimpin punya iman, maka dia akan bekerja untuk Tuhan. Bukan untuk siapapun. Ia akan meyakini, bahawa bekerja sebagai pemimpin adalah bentuk pengabdiannya kepada Tuhan. Bukan kepada yang lain. Maka ia akan selalu menjaga rambu-rambu fikir dan buatnya agar tidak melenceng dari ajaran kebaikan. Jika imannya sudah benar, maka sifat-sifat kebaikan akan hadir dengan sendirinya. Jadi ini modal utama, menurut saya.
2. Cerdas
Beriman saja tidak cukup, jika pemimpin tersebut kurang ilmu alias bodoh. Maka seorang pemimpin harus cerdas. Karena seorang pemimpin yang cerdas akan bisa bertindak bijak. Tidak asal mengambil keputusan dan tau apa yang harus diperbuatnya. Seorang pemimpin yang cerdas tentu mampu melahirkan ide-ide cemerlang dalam membangun bangsa untuk lebih bermartabat.
3. Jujur
Pemimpin sebuah negara harus jujur. Karena kalau pemimpin tersebut tidak jujur, bisa dipastikan rakyatnya juga akan banyak menjadi pembohong. Tidak akan ada program dari pemerintahnya yang mengedepankan kejujuran. Dapat dipastikan rakyatnya bakal sengsara dan menderita, karena kebohongan ada di mana-mana. Dan bentuk kebohongan itu adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
4. Adil
Jadi pemimpin ya harus adil pada semuanya. Jika tidak, maka akan banyak terjadi pemberontakan dimana-mana. Karena ketidak puasan terhadap kebijakan pemerintah yang pilah-pilih alias tak adil. Hukum harus ditegakkan, tak pandang bulu.Janggan hanya hukum berlaku pada rakyat jelata,tapi pada semua elemen masyarakat termasuk keluarga,kolega dan pejabat negara. Pemimpin harus adil dalam segala hal termasuk terhadap pembagian jatah hak rakyatnya. Bukankah kita bisa mengambil pelajaran dari pemberontakan di Aceh dengan GAM nya? Belakangan Papua juga bergejolak,tak dapat dipungkiri ini juga masalah ketidak adilan.
5. Tegas
Pemimpin itu harus tegas,jangan gak jelas. Ketegasan diperlukan karena jika tidak semua masalah akan berlarut-larut dan tidak akan jelas penyelasaiannya. Keragu-raguan dalam mengambil kebijakan karena ketidak tegasan pemimpin akan hadir ketidak pastian aturan. Harga diri bangsa juga akan jatuh, jika pemimpin tidak tegas mengambil keputusan terhadap penghinaan yang dilakukan negara lain terhadap negara yang dipimpinnya. Tapi tegas, juga bukan berarti keras. Tegas, menunukkan seorang punya prinsip atau tidak.
6. Merakyat
Tidak ada pemimpin jika tidak ada rakyatnya. Maka seorang pemimpin harus merakyat. Bukan hanya duduk tenang dalam nyamannya istana. Ada banyak pemimipin dunia yang dekat dengan rakyatnya. Jika kita membaca sejarah islam tentu kita akan menemukan nama seperti Umar bin Khatab, dan Umar bin abdul azis. Tapi jujur, ketika seorang mantan gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dan istrinya,mengetuk pintu rumah seorang nenek di Aceh besar untuk makan sahur bersama dengan lauk apa adanya. Nenek tersebut tidak mengetahui jika orang yang menumpang sahur di rumahnya itu adalah orang nomor satu di daerahnya. JiKa Umar adalah pemimpin di masa lalu, tapi masih ada juga pemimpin yang mau seperti mereka. Saya tidak ingin mengatakan seorang Irwandi seperti Umar, terlepas dari kekurangannya dalam pemimpin Aceh tapi saya salut akan sifat merakyat yang dimilikinya. Contoh lain adalah Menteri BUMN, Dahlan Iskan yang biasa aja kalau harus naik kereta bercampur baur dengan rakyat biasa. Tanpa merasa risih dan minta pelayanan lebih. Sikap ini pantas menjadi contoh oleh para pemimpin. Pemimpin merakyat akan dicintai oleh rakyatnya. Bukan merakyat hanya pada saat kampanye karena ingin dipilih.
7. Amanah
Seorang pemimpin haruslah amanah dengan tugas yang sudah dipercayakan oleh rakyat untuknya. Karena rakyat memberi kepercayaan terhadap pemimpinnya untuk membantu mereka bukan untuk menindas mereka.
8. Bertanggung Jawab
Pemimpin adalah orang yang dipercaya oleh rakyatnya, maka apapun yang ia lakukan harus dengan penuh tanggung jawab.
9. Tulus
Ketulusan merupakan sikap yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin. Ketulusan seorang pemimpin dalam bekerja melaksanakan tugas-tugasnya pasti akan menyejahterakan rakyatnya. Karen ia bekerja bukan karena mengharap pujian atau imbalan yang lebih dari siapapun. Tapi murni untu rakyat yang memberi kepecayaan padanya.
10. Berjiwa besar
Pemimpin haruslah berjiwa besar, siap dikritik oleh siapa saja. Tidak perlu emosi menaggapi berita miring tentang dirinya. Melainkan berlapang dada dan mengevaluasi apa yang telah diperbuatnya.
11. Hidup sederhana
Seorang pemimpin tak sepantasnya hidup bermewah-mewah sementara masih ada rakyatnya yang untuk makan sehari saja tidak ada. Pemimpin itu harus hidup sederhana. Jika pada masa lalu ada Umar bin Khatab yang istananya adalah mesjid dan hidup bersama anak-anak yatim. Maka sekarang ada Ahmad Dinejad presiden Iran yang kesederhaannya pantas dicontoh oleh para pemimipin.
12. Berjiwa Sosial
Pemimpin harus memiliki jiwa sosial, sehingga ia tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri tapi juga harus untuk orang lain. Sehingga tak sungkan membantu rakyatnya yang membutuhkan. Karena pemimpin adalah tempat rakyatnya menganntungkan harapannya utuk kehidupan mereka selain Tuhan yang diyakini yang menetukan hidup mereka.
                  Dalam kaitannya dengan pemerintahan negara, diperlukan pemimpin negara yang handal yang akan mampu membawa rakyat menuju ke arah sejahtera seperti tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mensejahterakan kehidupan rakyat. Dengan pemimpin negara yang baik, amanat UUD 45 tersebut akan menjadi tanggung jawab dan tugas mulianya selama dia menjabat sebagai presiden.
                        Lalu bagaimanakan kriteria presiiden yang baik? Sekali lagi tidak da batasan kriteria presiden selaku pemimpin negara yang baik. Namun, paling tidak pendapat berikut ini dapat dijadikan patokan awal untuk menentukan presiden atau pemimpin negara yang baik. Negara ini membutuhkan seorang pemimpin yang mampu melakukan perubahan menuju lebih baik lagi untuk negara ini. Mampu mengatasi segala permasalahan yang ada. Serta mampu menjadi pemimpin yang baik untuk rakyatnya, terutama rakyat kecil. Oleh karena itu, sebagai seorang presiden masa depan haruslah mempunyai kriteria yang menjanjikan rakyatnya. Berikut beberapa kriteria yang harus dimiliki seorang presiden masa depan, yaitu:
1. Iman
Sebagai seorang presiden masa depan, kriteria pertama yang harus dimilikinya, yaitu iman. Ia harus mempunyai iman yang kuat, agar ia mampu memimpin negara ini dengan baik. Dengan iman pula, ia dapat memberikan contoh pada bawahan dan rakyatnya agar dapat beriman juga. Ia pun sangat dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa, karena keimanannya yang kuat. Sehingga ia akan sulit tergoyahkan bila dihasut oleh orang lain. Ia akan berprinsip bahwa apa yang diyakininya adalah benar.
2. Berintegritas kuat, amanah, dan memegang teguh apa yang diyakininya
Kriteria berikutnya untuk menjadi seorang presiden masa depan, ia harus memiliki integritas yang kuat, amanah, dan memegang teguh yang diyakininya. Ia harus berintegritas kuat, sehingga rakyat dapat menilainya dari perkataan yang sesuai dengan perbuatannya, bukan hanya janji-janji semata. Semakin kuat integritasnya, semakin banyak rakyat percaya kepadanya. Ia juga harus amanah. Seorang pemimpin negara ini memang harus benar-benar amanah, sesuai apa yang diinginkan rakyat. Ia pun memegang teguh apa yang diyakininya, tidak mudah terhasut oleh orang lain. Ini ada kaitannya dengan kriteria pertama, yaitu iman yang kuat. Sehingga ia benar-benar teguh memegang apa yang diyakininya benar, karena imannya juga kuat.
3. Arif, adil, dan bijaksana
Seorang presiden masa depan harus memiliki sikap arif, adil, dan bijaksana. Ia benar-benar adil terhadap seluruh rakyatnya, terutama untuk rakyat kecil yang sulit terjangkau. Jika ia tidak bisa berlaku arif, adil, dan bijak, ia takkan disukai rakyat.
4. Menjadi suri teladan
Maksud menjadi suri teladan, yaitu menjadi contoh yang baik, sehingga rakyat dapat meniru dan mencontoh segala perbuatannya yang positif dan baik. Diharapkan sebagai seorang presiden masa depan dapat menjadi suri teladan rakyatnya. Perbuatan presiden yang baik, pasti akan mempengaruhi terhadap rakyatnya.
5. Tegas
Sebagai seorang presiden masa depan yang diimpikan seluruh rakyat, ia harus tega atas segala hal yang berkaitan dengan negara dan rakyatnya. Ia harus bisa menilai mana yang benar dan salah, sehingga ia dapat berlaku tegas pada siapa pun. Baik kepada para pejabat tinggi, anggota DPR, maupun rakyat biasa.
6. Jujur dan bertanggung jawab
Sebagai presiden masa depan sudah seharusnya ia jujur dan bertanggung jawab. Kejujurannya dalam memimpin negara ini sangat diimpikan seluruh rakyat. Memang seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu jujur dengan dirinya sendiri, maupun dengan rakyatnya. Ia pun harus bertanggung jawab atas segala hal yang dilakukannya terhadap negara dan juga rakyatnya.
7. Mengutamakan kesejahteraan rakyat
Sebagai presiden masa depan haruslah lebih mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Ia harus tahu segala yang terjadi pada rakyatnya, sehingga ia dapat menilai apakah rakyatnya itu sudah sejahtera atau belum. Bila ia tidak bisa menyejahterakan rakyat, ia tidak akan menjadi pemimpin yang baik untuk rakyat.
8. Mengatasi masalah yang ada, dan memberikan solusinya
Seorang presiden harus mampu mengatasi setiap masalah yang ada pada rakyatnya. Hampir sama seperti kriteria sebelumnya, yaitu mengutamakan kesejahteraan rakyat. Ia pun harus mengetahui segala masalah yang ada di negara yang dipimpinnya. Ia juga harus mampu memberikan solusinya atas masalah tersebut. Dengan begitu ia akan mampu menyejahterakan rakyatnya.
9. Mendengar keluh kesah rakyat
Seorang presiden masa depan harus mendengarkan keluh kesah rakyatnya. Hal ini dilakukan agar ia dapat dekat dengan rakyat, mengerti dan mengetahui bagaimana kondisi rakyatnya.
10. Mampu membela rakyat kecil
Selain mendengar keluh kesah rakyat, presiden masa depan juga harus mampu membela rakyat kecil yang terpinggirkan. Mereka adalah rakyat kecil yang disalahkan dan terkena hukuman, padahal belum tentu itu kesalahannya. Hanya karena ia tidak punya apa-apa, hanya rakyat kecil biasa, ia harus menerima perlakuan semena-mena dan tidak adil. Di sini sebagai presiden negara, seorang presiden haruslah bisa membela rakyat kecil yang kesulitan, membutuhkan perlindungan, dan pertolongannya.
11. Tidak mementingkan keuntungan pribadi
Sebagai presiden masa depan, ia tidak boleh mementingkan keuntungannya sendiri atau pihak lainnya. Ia harus lebih mementingkan rakyatnya di atas segalanya. Kepentingan rakyatnya adalah yang paling utama yang harus diutamakannya.
12. Berupaya untuk memajukan negara ini
Kriteria terakhir yang mungkin dapat diharapkan dari seorang presiden masa depan, yaitu upayanya untuk memajukan negara ini. Ia memiliki niat untuk memajukan negara yang dipimpinnya. Itu bukan hanya niat atau perkataannya saja, tapi juga direalisasikan dengan perbuatan yang dilakukannya untuk negara ini.
   Mungkin itulah kedua belas kriteria yang harus dimiliki oleh seorang presiden masa depan. Masih banyak kriteria lainnya yang dapat dimiliki seorang pemimpin negara ini. Kalau bukan pemimpinnya yang membuat perubahan untuk negara dan rakyatnya, siapa lagi? Dari seorang pemimpinlah, negara ini dapat makmur dan sejahtera. Sudah sejak dulu banyak rakyat menginginkan pemimpin yang sesuai dengan harapannya. Bukan hanya menawarkan janji-janji saja, tapi benar-benar dilakukan janji-janjinya itu sesuai perkataannya.
   Nah, sekarang mulailah kita melakukan perubahan. Mulailah dari kita. Seperti rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang isinya kurang lebih “Setiap orang adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpinnya”  berubahlah dari diri sendiri dan dari sekarang demi perubahan yang luar biasa bagi negeri tercinta Indonesia.
READ MORE - KEPEMIMPINAN HARAPAN