Senin, 01 April 2013

SINKRONISASI WAJIB BELAJAR

           wajib belajar merupakan suatu program pemerintah yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembangunan nasional. Dengan wajib belajar, pendidikan warga Indonesia akan meningkat. Peningkatan pendidikan warga melalui wajib belajara tersebut diharapkan akan meningkat pula kualitas warga Indonesia. Tujuan mulia dari wajib belajar tersebut tentunya harus kita junjung dan tegakkan. Sebagai salah satu upayanya, pemerintah mendasari kegiatan wajib belajar tersebut dengan aturan yang akan menjadi kekuatan hukum bagi pelaksanaan wajib belajar.
           Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun (Wajar Dikdas 9 tahun) sudah sering kita dengar gaungnya. Tujuan utamanya adalah meningkatkan derajat pendidikan rakyat Indonesia. Salah satu indikator kemajuan suatu bangsa ditandai dengan meningkatnya derajat dan kualitas pendidikan rakyat negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah telah mengusahakan Wajar Dikdas 9 tahun dengan penekanan pelaksanaan baik pada tingkat makro, mezo, dan mikro.
          Bergulirnya sistem pemerintahan desentralisasi di Indonesia memunculkan kekuasaan otonom pada daerah di tingkat yang lebih kecil (mikro). Namun, otonomi daerah bukan berarti setiap daerah memiliki kekuasaan sendiri yang tidak terbatas. Suatu kebijakan pada tingkat makro akan diimplementasikan pada tingkat di bawahnya yaitu mezo, dan mikro. Demikian pula kebijakan terkait dengan Wajar Dikdas 9 tahun. Dengan demikian, adanya sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dari tingkat makro (nasional) sampai pada tingkatan mikro (kabupaten) sebagai daerah pelaksana kegiatan wajar dikdas yang langsung menyentuh pada masyarakat.
       Otonomi daerah memiliki prinsip mendorong peningkatan pelayanan publik dan mengembangkan kreativitas daerah dan masyarakat, Meningkatkan keselarasan hubungan antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan, Meningkatkan kebanggaan, demokrasi dan kesejahteraan masyarakat dan Menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah dan masyarakat. Otonomi daerah bidang pendidikan pada hakekatnya merupakan perwujudan desentralisasi kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah kepada pemerintah daerah yang dilatarbelakangi oleh adanya kondisi riil yang ada.        
         Pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang        Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa:
  1.  setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; 
  2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang; 
  3. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; 
  4.  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; 
  5.  Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.                                                              
                Beranjak dari UUD 45 itulah menunjukkan pemerintah mempunyai kewajiban konstitusional untuk memberikan pelayanan pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh warga negara. Kewajiban akan pendidikan itu kemudian dilegitimasi dengan n UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 34 : Ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar” , Ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”, Ayat (3) “wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat”    
                 Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-  Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945. Sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
          Untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global maka perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu pendidikan yang terencana, terarah, dan berkesinambungan; bahwa dunia pendidikan mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Dilihat dari segi yuridis formal dan politis, amanat wajib belajar ini cukuplah kuat, namun bukankah pendidikan merupakan hak azasi setiap manusia dan tentu sejalan dengan filsafat otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan yang selama ini sama-sama kita dambakan seperti sudah dijelaskan di atas.
           Program Wajib Belajar 9 Tahun yang dicanangkan sejak 1984 belumlah tuntas. Untuk menyukseskan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun perlu dibangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan supaya masyarakat dapat diberdayakan dalam usaha mengembangkan dan mensukseskan Wajar Dikdas 9 tahun. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional BAB III Pasal 4 ayat (6) yang menyatakan bahwa : “Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan”. Belum terwujudnya sinergitas Program Wajib Belajar 9 Tahun pada semua lini dapat disebabkan beberapa masalah, yaitu : 1) Management Information Sytem belum terlaksana optimal ; 2)Tingkat pemahaman masyarakat terhadap pendidikan masih rendah (pendidikan belum dianggap sebagai investasi) ; 3) Daya tampung sekolah yang terbatas ; 4) Kondisi Geografis (Penyebaran penduduk yang terpencar, terpencil dan terisolir) ; 5) Kemapuan Orang tua dan masyarakat untuk membiayai pendidikan relatif masih rendah  ; 6) Masih tingginya angka DO dan Tinggal Kelas  ;7) Masih rendahnya angka melanjutkan SD/MI/Setara ke SMP/MTs/Setara  8) Belum optimalnya kinerja Organisasi Tim Sukses Wajar Dikdas 9 Tahun Keterbatasan Pemerintah Daerah untuk membantu anak dari keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan                                                                                                                                
         Untuk itu ada beberapa strategi yang diperlukan, yaitu : 1) Optimalisasi MIS Pendidikan (Management Information System) 2) Memotivasi siswa yang sedang sekolah di SD/MI, SMP/MTs dan Setara khususnya kelas VI SD/MI dan setara 3) Sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak melalui berbagai media cetak dan elektronik, dakwah, pengajian di berbagai kesempatan. 4) Membuka layanan pendidikan alternatif (Kelas Jauh, SD-SMP satu atap, paket A dan B, SMP Terbuka) 5) Rehabilitasi gedung sekolah dan Membangun RKB dan USB 6) Memberikan dukungan/bantuan biaya pendidikan kepada anak miskin 7) Konsolidasi Tim Sukses Wajar Dikdas yang dilegalisasi dengan Keputusan Bupati tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. 8) Sinergitas dan keterpaduan dari berbagai elemen baik instansional maupun lembaga kemasyarakatan lainnya (LSM, Tokoh Masyarakat, alim ulama, tokoh pemuda) 9) Program – program : Beasiswa, GNOTA, KBBS, BKM dan lain – lain 10 Komitmen dari pemerintah daerah, dan Partisipasi masyarakat (Stakeholders)
           Program percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini dilakukan melalui jalur pendidikan formal dan jalur pendidikan nonformal. Jalur formal ditempuh melalui SD/MI dan SMP/MTs, sedangkan jalur pendidikan nonformal ditempuh melalui program Kejar Paket A setara SD dan Kejar Paket B setara SMP. Termasuk pelayanan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus perlu ditingkatkan. Selama ini pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus lebih banyak diselenggarakan secara segregasi di SLB. Sementara itu lokasi SLB pada umumnya berada di Ibukota Kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus itu tak hanya di Ibukota kabupaten saja, namun tersebar hampir di seluruh Kecamatan dan Desa. Akibatnya sebagian besar Anak Berkebutuhan Khusus tersebut tidak bersekolah karena lokasi SLB yang jauh dari tempat tinggalnya, sedangkan sekolah reguler terdekat belum memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menerima Anak Berkebutuhan Khusus. Akibat dari itu, Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun akan sulit tercapai. Untuk itulah perlu kesempatan dan peluang yang luas kepada Anak Berkebutuhan Khusus untuk memperoleh pendidikan baik di sekolah reguler dalam bentuk pendidikan Inklusi. Program Wajar Dikdas memiliki tujuan yang mulia.
           Program Wajar Diknas 9 Tahun bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal maupun non-formal yang mencakup SD/MI serta Pendidikan Kesetaraan Sekolah Dasar atau bentuk lain yang sederajat, serta SMP/MTs dan SMP terbuka, dan Pendidikan Non-Formal kesetaraan SMP atau bentuk lain yang sederajat, atau pesantren. Menggali potensi pesantren, baik dalam konteks penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun maupun peningkatan akses pendidikan, menjadi sangat signifikan. Ini disebabkan, bukan hanya karena pesantren merupakan lembaga pendidikan yang memiliki akar kuat di masyarakat, tetapi juga karena jumlahnya yang sangat besar.
               Dengan melihat potensi tersebut, maka target menaikkan daya serap program wajar dikdas 9 tahun dapat dipandang dengan penuh optimis, dan oleh karena itulah, maka pelibatan langsung institusi pesantren dalam akselerasi wajar dikdas 9 tahun menjadi sangat strategis. Pelaksanaan dan pemberdayaan secara maksimal dari lini-lini pendidikan yang ada akan memfasilitasi anak usia 7-15 tahun dapat memperoleh pendidikan setidak-tidaknya sampai sekolah menengah pertama atau sederajat.
            Penuntasan Wajar Diknas 9 tahun memperhatikan pelayanan yang adil dan merata bagi penduduk yang menghadapi hambatan ekonomi dan sosial budaya maupun hambatan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual peserta didik. Untuk dapat melaksanakan hal itu, diperlukan strategi lebih efektif antara lain dengan membantu dan mempermudah mereka yang belum sekolah, putus sekolah, serta lulusan SD/MI/SDLB yg tidak melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB yang masih cukup banyak jumlahnya, untuk memperoleh layanan pendidikan.
           Penuntasan wajar Dikdas 9 tahun akan menambah jumlah lulusan SMP/MTs/SMPLB setiap tahunnya, sehingga juga akan mendorong perluasan pendidikan menengah. Pemerataan dan perluasan akses akan dilakukan dengan mengupayakan menarik semua anak usia sekolah yang sama sekali belum sekolah, menarik kembali siswa putus sekolah, dan lulusan yang tidak melanjutkan pendidikan. Selain itu, pemberian bantuan biaya operasional. Biaya operasional pendidikan diberikan dalam rangka membantu sekolah mencapai proses pembelajaran secara optimal, target tahun 2009 setiap siswa pada satuan dikdas memperoleh bantuan operasional.
          Penyediaan perpustakaan, buku teks pelajaran maupun non teks pelajaran yang tidak membedakan sekolah negeri dan swasta, sekolah umum dan madrasah. Target tahun 2009 setiap siswa pada satuan pendidikan memperoleh buku teks pelajaran dan buku non-teks pelajaran. Yang tidak kalah pentingnya adalah rehabilitasi ruang kelas yang rusak maupun pembangunan RKB dan Ruang perpustakaan serta Ruang laboratorium, merupakan upaya melaksanakan penyediaan sarana penunjang pendidikan yang layak untuk pendidikan dasar. Beberapa program tersebut dapat dilakukan apabila ada sinkronisasi antara pemerintah pada tingkatan makro, mezo, dan mikro yang bersinergi untuk menyukseskan satu tujuan bersama yaitu penuntasan wajar dikdas sembilan tahun. Tanpa adanya hal itu, realisasi dan dana yang dikucurkan oleh pemerintahan di tingkat makro tidak akan berimplikasi positif sesuai harapan karena tingkat pelaksananya (mikro) tidak sesuai dengan masterplan pendidikan yang telah direncanakan di tingkat atasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar