Selasa, 16 Juli 2013

PERMASALAHAN PENDIDIKAN



a.      Beberapa isu masalah pendidikan pada skala lokal, regional, nasional, dan internasional.

Terkait dengan isu-isu permasalahan pendidikan yang ada, dapat kita sebutkan beberapa isu seperti pada skala internasional muncul isu standar pendidikan menggunakan stndar ISO; pada skala nasional muncul isu terkait dengan kemunculan kurikulum 2013; pada skala regional muncul isu terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi yang tidak merata; dan pada tingkat lokal muncul isu terkait dengan rendahnya etos kerja pendidik dan manajemen pendidikan yang diterapkan sekolah. Untuk itu dalam bagian ini akan kita bahas isu-isu tersebut secara terpisah.
Pada skala internasional memunculkan standarisasi pendidikan yang berskala internasional. Sertifikasi baik pada tingkatan pendidik dan lembaga pendidikan seolah menjadi patokan standar terkait dengan mutu pendidikan. Selanjutnya, lembaga pendidikan pendidikan juga seolah berlomba  ingin memperoleh sertifikasi ISO agar dianggap manajemen pendidikannya memenuhi standar internasional. Padahal, menurut seorang pengamat pendidikan kecenderungan standarisasi dan sertifikasi di dunia pendidikan dapat membawa pengelolaan pendidikan dalam roh korporasi yang steril, kaku dan monoton, sedangkan dunia pendidikan semestinya variatif, inovatif dan dialogis (Darmaningtyas 2012).
Dengan gambaran diatas maka menjadikan serfikasi ISO sebagai ukuran keberhasilan manajemen pendidikan bukanlah langkah yang bijak. Manusia adalah makhluk yang dinamis, sementara barang jadi (finished goods) di dunia industri merupakan produk statis sehingga proses pembinaan dan pembentukan manusia tidak bisa disamakan dengan proses penciptaan produk /barang jadi tersebut. Jika proses pembentukan manusia dalam dunia pendidikan ini disertifikasi maka hal ini sama dengan kegiatan korporatisasi yang mengabaikan sisi keunikan manusia sebagai makhluk hidup yang dinamis dan penuh misteri.  Standarisasi mulai awal hingga akhir (input-proses-ouput) memang sangat cocok untuk memproduksi barang jadi,tetapi tidak cocok untuk pembentukan karakter/pendidikan manusia.
Namun persoalannya adalah standar manajemen yang seperti apa yang sesuai dengan “nature”  pendidikan? Saat ini tatkala membahas perihal standar manajemen di insitusi pendidikan (termasuk di lembaga pendidikan Islam) faktanya tidak dapat dilepaskan dari standar yang kerap diberlakukan pada organisasi komersial. Untuk itulah selama dua hari (1-2 Desember 2012) di Sekolah Pascasarjana dilakukan konreferensi international di bidang manajemen pendidkan Islam yang mengangkat tema Membangun Manajemen Standar Islami (Building Islamic Management Standards) yang dihadiri sejumlah pembicara tamu dari Malaysia, Sudan, Libya dan Indonesia. Pembahasan berangkat dari nilai-nilai utama Islam yang tersebar di dalam Al Quran, Hadist dan Sirah Nabawiyah serta perjalanan sejarah peradaban Islam (Islamic civilization) dalam upaya menyaring konsep, model dan teori yang berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Maka muncul diantaranya istilah management based on Fiqh atau manajemen yang berbasis fiqih. 
Pada skala nasional, ,uncul permasalahan terkait dengan diluncurkannya kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah upaya penyederhanaan dan tematik integratif. Kurikulum ini dipersiapkan untuk mencetak generasi yang siap menghadapi aneka tantangan globalisasi masa depan. Kurikulum 2013 lebih difokuskan pada fenomena alam,sosial,seni dan budaya melalui pendekatan tersebut diharapkan siswa memiliki kompetensi,sikap ketrampilan dan pengetahuan yang jauh lebih baik.Sedikitnya ada Lima entitas yang diharapkan mengalami perbaikan melalui kurikulum itu.Yakni,siswa,pendidik dan tenaga kependidikan (guru),managemen dan satuan pendidikan,negara dan bangsa, hingga masyarakat umum secara keseluruhan.Dalam kurikulum 2013 ada tiga aspek yang menjadi fokus,yakni aspek filosofis,yuridis,dan konseptual.Perubahan yang terjadi pada lima entitas itu juga menyentuh tiga aspek penting tersebut.Ada empat standar dalam kurikulum yang akan berubah.Yakni, standar kompetensi lulusan, standar proses,standar isi, dan standar penilaian.
Dengan isu kurikulum 2013 yang telah lewat pada kenyataannya menjelang tahun pelajaran 2014 kurikum yang telah didengungkan tidak diberlakukan pada semua sekolah, tetapi hanya sekolah tertentu yang telah ditunjuk, hal ini sangat tidak konsisten dengan apa yang telah di isukan sebelumnya. Pemerintah ternyata belum siap benar memberlakukan kurikulum 2013 pada semua sekolah.
Pada skala regional, muncul permasalahan terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana yang tidak merata di seluruh wilayah pada suatu daerah. Masih ada sekolah yang kekurangan sarana dan prasaran pembelajaran sebagai upaya pelaksanaan pelayanan minimal (SPM). Sementara itu di satu sekolah yang lain tampak sarana dan prasarana berlebihan sampai-sampai tidak terpakai. Komputer LCD yang lebih dari cukup tetapi tidak termanfaatkan secara maksimal oleh guru di sekolah tersebut. Media pembelajaran yang dibiarkan menumpuk baik media yang berbasis komputer maupun yang tidak. Kontradiksi tersebut tentunya dapat diminimalisir kalau dinas pendidikan setempat lebih bijak dan adil dalam penyaluran anggran dan atau sarana pembelajaran yang dikelola bukan atas dasar kedekatan dan tinggi rendahnya kontribusi sekolah untuk oknum terkait dengan penyaluran dana tersebut.
Pada skala lokal kemunculan permasalahan pendidik dan manajemen pendidikan yang diterapkan sekolah muncul sebagai akibat dari inkonsistensi. Beberapa oknum guru masih dengan santai menanggapi perkembangan pendidikan yang riuh dibicarakan. Banyak di anatarnya berprinsip apapun bentuk dan kurikulum yang berlaku, mengajarnya tetap saja begitu. Mereka tidak menyadari peran pendidik yang begitu mulia sebagai ujung tombak untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini. Dengan kata lain masih banyak guru yang kompetensinya sebagai pendidik masih rendah.
Lalu bagaimana sebenarnya kompetensi pendidik yang diharapkan oleh pemerintah? Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan,
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan professional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlaying characteristic of an individual that is causally related to criterion reference effective and/ or superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan  dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan criteria atau standar tertentu.
Berdasarkan uraian diatas kompetensi guru dapat diartikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi terus akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap professional dalam memajukan fungsi sebagai guru. Berdasarkan pengertian tersebut, Standar Kompetensi Guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan, dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten.


b.     Isu-isu masalah pendidikan apakah selalu negatif?

Isu permasalahan pendidikan tidak selalu berakibat negatif baik pada skala lokal, regional, nasional, maupun internasional. Negatif atau positif dari isu-isu tersebut bergantung pada bagaimana kita menyikapi isu yang beredar. Pikiran positif dalam merefleksi isu-isu tersebut tentunya akan menjadi bagi kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Sementara itu, isu negatif juga hanya akan menjadi polemik yang tidak memberikan solusi.
Sebagai gambaran terkait dengan diluncurkannya kurikulum 2013 yang menimbulkan kontroversi dalam dunia pendidikan, kita dapat berpikiran positif atau negatif tanpa berarti melakukan dukungan atau penolakan. Dengan pikiran positif, kita dapat memunculkan beberapa tindakan seperti:
1)      Lebih banyak belajar  dan membaca bagaimana harapan dan tujuan kurikulum 2013 sehingga menangkap esensi yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian tidak akan salah langkah dalam mengaplikasikan kurikulum tersebut di sekolah.
2)      Memotivasi guru untuk memperkaya pengetahuan dalam pedagogik dan psikologi untuk dapat menciptakan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan tahap psikologis siswa sehingga kompetensi yang diajarkan akan lebih diterima bagi mereka.
3)      Memacu sekolah untuk mengadakan pelatihan bagi guru baik pada tingkat lokal, regional, ataupun nasional yang tentunya hasil dari pelatihan tersebut akan meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional pendidik.

c.      Manfaat isu bagi kemajuan dunia pendidikan.

Bagi dunia pendidikan, isu-isu yang terjadi dapat menimbulkan akibat baik yang positif maupun negatif. Akibat yang negatif akan menjadi penghalang kemajuan dunia pendidikan sementara akibat yang positif akan menjadikan kebermanfaatan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Sebagai contoh isu tentang pemberlakuan kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara bertahap dan terbatas memunculkan beberapa manfaat. Manfaat yang mungkin bisa dipetik dari isu tersebut antara lain:
1)      Sekolah giat melakukan pelatatihan-pelatihan terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2013 yang diharapkan oleh pemerintah. Dengan pelatihan tersebut, pengetahuan guru bertambah yang artinya wawasan guru dalam dunia pendidikan semakin kaya.
2)      Guru dibangkitkan semangat untuk berkreasi dan berinovasi untuk membuat rancangan atau desain pembelajaran yang memungkinkan untuk diterapkan pada kurikulum 2013.
3)      Guru sebagai ujung tombak pendidikan ditantang untuk berkarya dalam pengadaan buku pelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 karena ketersediaan buku-buku yang dijadikan komplenan pada pelaksanaan kurikulum 2013 tentunya belum tersedia dengan cukup dan sesuai harapan.
4)      Semakin terbukanya guru untuk mengadakan penelitian terkait dengan kompetensi yang ada pada kurikulum 2013 sebagai bentuk pengembangan diri yang diharapkan pemerintah. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan berkualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar