Kamis, 31 Januari 2013

KISI-KISI UJIAN NASIONAL BAHASA INDONESIA SMA/MA

Oleh Farichin menanggapi permintaan dari teman-teman tentang Kisi-kisi Bahasa Indonesia untuk Ujian Nasional th 2013, sekarang saya posting. semoga kisi-kisi Ujian nasional ini dapat bermanfaat untuk rekan-rekan semua. Oh, ya. Kisi-kisi ini saya buat format berbeda agar lebih mudah dalam postingnya. Ok, selamat belajar dan berkarya. 13. BAHASA INDONESIA SMA/MA (PROGRAM BAHASA) Membaca Memahami secara kritis berbagai jenis wacana tulis/teks nonsastra dan nonteks (berbentuk grafik/tabel) artikel, tajuk rencana, laporan, karya ilmiah, teks esai, biografi, pidato, dan berbagai jenis paragraf (naratif, deskriptif, argumentatif, eksposisi, dan persuasif). INDIKATOR 1. Menentukan isi/fakta/opini/arti kata/kalimat, rangkuman suatu bacaan/teks. 2. Menentukan kalimat utama/ide pokok/ kalimat penjelas. 3. Menentukan isi dan simpulan grafik/tabel. 4. Menentukan persamaan topik/perbedaan aspek pembahasan dari dua artikel. 5. Menentukan isi/keteladanan/keistimewaan dalam teks biografi tokoh. 6. Menentukan masalah/tujuan penulis/opini penulis/keberpihakan dalam teks editorial. 7. Menentukan kalimat simpulan paragraf deduktif/induktif Menulis Mengungkapkan gagasan, pendapat, perasaan, informasi dalam bentuk teks naratif, deskriptif, eksposisi, argumentatif, persuasif, teks pidato, artikel, proposal, surat dinas, surat dagang, surat lamaran pekerjaan, rangkuman, ringkasan, notulen, laporan, dan karya ilmiah dengan mempertimbangkan kesesuaian isi dengan konteks, kepaduan, ketepatan struktur, ejaan, pilihan kata, dan menyunting berbagai jenis wacana tulis. INDIKATOR 1. Melengkapi berbagai jenis paragraf (deskripsi/eksposisi/argumentasi/ persuasi/silogisme/analogi/generalisasi) dengan kalimat yang tepat. 2. Melengkapi teks dialog. 3. Menyusun paragraf padu 4. Menulis dan memperbaiki kalimat dalam surat lamaran pekerjaan. 5. Melengkapi teks pidato dengan kalimat persuasif. 6. Menulis karya ilmiah (latar belakang/rumusan tujuan penulis/rumusan masalah) Kebahasaan Menerapkan berbagai komponenkebahasaan dalam berbagai bentuk tulisan. INDIKATOR 1. Mengidentifikasi jenis-jenis frasa. 2. Mengidentifikasi jenis-jenis klausa. 3. Mengidentifikasi jenis-jenis kalimat. 4. Menentukan pola kalimat. 5. Menggunakan kata berimbuhan. 6. Mengidentifikasi berbagai jenis makna kata (konotasi/denotasi, luas, umum, khusus, gramatikal). 7. Mengidentifikasi berbagai kata yang mengalami perubahan/pergeseran makna (homonim/homofon/ homograf/polisemi/sinestesia/peyorasi/ameliorasi/katahias). 8. Menggunakan kata baku. 9. Menggunakan ragam bahasa resmi. 10. Menyusun paragraf padu (kohesi dan koherensi) BAHASA INDONESIA SMA/MA (PROGRAM IPA/IPS) Membaca Memahami isi dan bagian-bagian paragraf suatu artikel teks nonsastra, tajuk rencana, laporan, karya ilmiah, teks pidato, biografi tokoh, serta berbagai bentuk dan jenis paragraf nonteks; memahami teks sastra berbentuk puisi lama, puisi baru, hikayat/sastra Melayu klasik, cerpen, novel, dan drama. INDIKATOR 1. Menentukan unsur-unsur paragraf, ide pokok, kalimat utama, kalimat penjelas. 2. Menentukan isi paragraf: fakta, opini, pernyataan/jawaban pertanyaan sesuai isi, tujuan penulis, arti kata/istilah, isi biografi. 3. Menentukan opini penulis dan pihak yang dituju dalam tajuk rencana/editorial. 4. Menentukan isi dan simpulan grafik, diagram atau tabel. 5. Menentukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik sastra Melayu klasik/hikayat. 6. Menentukan unsur-unsur intrinsik/ekstrinsik novel/cerpen/drama. 7. Menentukan unsur-unsur intrinsik puisi. 8. Menentukan isi puisi lama, pantun, gurindam. Menulis Mengungkapkan pikiran, gagasan, pendapat, perasaan, dan informasi dalam berbagai jenis dan bentuk paragraf, teks pidato, surat resmi, dan karya ilmiah dengan mempertimbangkan kesesuaian isi dengan konteks, kepadanan, kepaduan, ketepatan kalimat, penggunaan bahasa, diksi, struktur kalimat, dan ejaan; mengungkapkan pikiran dan gagasan dalam bentuk puisi, cerpen, novel, drama, kritik, esai, dan resensi. INDIKATOR 1. Menulis paragraf padu. 2. Melengkapi berbagai bentuk dan jenis paragraf dengan kalimat yang padu. 3. Melengkapi teks pidato. 4. Melengkapi paragraf dengan kata baku, kata serapan, kata berimbuhan, kata ulang, ungkapan, peribahasa. 5. Menyunting penggunaan kalimat/frasa/ kata penghubung/istilah dalam paragraf. 6. Menulis surat resmi. 7. Menyunting kalimat dalam surat resmi. 8. Menulis judul sesuai EYD. 9. Menulis karya ilmiah (latar belakang dan rumusan masalah). 10. Melengkapi larik puisi lama/baru (dengan kata kias/berlambang/berima/bermajas). 11. Melengkapi dialog drama. 12. Menentukan kalimat resensi. 13. Menentukan kalimat kritik. 14. Menentukan kalimat esai. SASTRA INDONESIA SMA/MA (PROGRAM BAHASA) Membaca Memahami pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan membaca cerpen, novel, drama, hikayat, dan puisi. INDIKATOR 1. Mengidentifikasi unsur intrinsik cerpen/novel/hikayat (watak tokoh/ pendeskripsian watak tokoh / kalimat pembuktian/ isi). 2. Menginterpretasi unsur ekstrinsik cerpen/hikayat (nilai moral/budaya/ agama/sosial). 3. Menganalisis unsur intrinsik cerpen/drama (penokohan/sudut pandang/isi bacaan/konflik). 4. Mengidentifikasi karakteristik hikayat. 5. Mengidentifikasi unsur intrinsik/ekstrinsik puisi/nyanyian (maksud/isi/amanat/makna lambang/ rima/majas/konotasi/nilai). Menulis Mengungkapkan pengalaman, pikiran, perasaan, dan informasi dalam puisi, cerpen, drama, hikayat; menulis esai dan kritik sastra, menulis aksara Arab Melayu, resensi. INDIKATOR 1. Menulis kata/kalimat dalam aksara Arab Melayu ke dalam aksara latin atau sebaliknya. 2. Melengkapi larik/bait puisi/pantun dengan memperhatikan majas/diksi/rima. 3. Menuliskan maksud/isi puisi. 4. Melengkapi kutipan cerpen dengan kalimat yang sesuai (pelaku/peristiwa/ latar). 5. Memperbaiki kalimat yang tidak padu dalam cerpen. 6. Menyusun paragraf karya sastra sesuai urutan peristiwa. 7. Melengkapi dialog drama yang menggambarkan sifat/latar. 8. Menentukan kalimat kritik dan esai sastra. 9. Mengubah teks cerpen/novel/drama/hikayat menjadi teks lain. Kesastraan Mengapresiasi komponen-komponen kesastraan dalam penelaahan berbagai karya sastra. INDIKATOR 1. Menentukan komponen kesastraan teks puisi (tema/amanat/makna/nilai-nilai/isi/majas/jenis). 2. Menentukan peribahasa dan ungkapan dalam kutipan novel/drama. 3. Menentukan komponen kesastraan teks naratif (tahapan alur/konflik/amanat, permasalahan). 4. Menentukan komponen kesastraan teks drama (tema/petunjuk/gaya bahasa)
READ MORE - KISI-KISI UJIAN NASIONAL BAHASA INDONESIA SMA/MA

Selasa, 29 Januari 2013

SIFAT REMAJA : PRE DAN PUBERTAS

Oleh : FARICHIN Kehidupan manusia terus bergulir dengan melalui beberapa tahapan. Tahapan kehidupan manusia di dunia ini mulai dari masa janin di dalam kandungan atau dikenal juga dengan tahap prenatal kemudian dilanjutkan pada tahap pasca natal. Tahap pasca natal berangsur-angsur dilalui manusia dengan beberapa tahap. Di awali dari tahapan bayi, anak-anak, pubertas (remaja), dewasa, dan usia lanjut (Lansia)(Imam Ratriosos, 2008:3-13) semua tahapan kehidupan manusia tersebut memiliki keunikan masing-masing sesuai dengan perkembangan fisik dan psikologi. Salah satu tahapan perkembangan manusia adalah tahap pubertas. Pada tahap ini merupakan tahapan yang sangat unik karena terjadinya perubahan yang drastis baik secara fisik maupun psikologis dari tahap sebelumnya. Dari perkembangan fisik, mulai berfungsinya dan berkembang menuju puncak, keseluruhan oragan tubuh terutama pada organ reproduksi. Pada anak lelaki mulai mengalami mimpi basah dengan mengeluarkan sperma sementara pada anak perempuan mulai mengalami menstruasi sebagai tanda kematangan dan kemampuan ovarium memproduksi sel telur. Pada saat ini manusia usia pubertas akan mampu menghasilkan keturunan apabila melakukan hubungan seksual. Di samping pada organ reproduksi yang telah matang, usia pubertas juga ditandai dengan perubahan fisik yang lain. Pada anak perempuan terjadi perubahan fisik seperti buah dada yang membesar, panggul yang melebar, dan juga tumbuh rambut pada kemaluan. Pada anak laki-laki perubahan fisik terjadi dengan tubuh yang semakin tinggi dengan dada yang cenderung lebih bidang, suara membesar, dan tumbuh rambut pada kemaluan, kumis, dan jenggot. Anak pubertas awal (prepubertas) dan remaja pubertas akhir (postpubertas) berbeda dalam tampakan luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri‐ciri seks primer dan sekunder. Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata‐rata anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki‐laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun. Dengan adanya perbedaan‐perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum anak yang sama usianya mulai mengalami pubertas. Masa pubertas ini terkait langsung dengan masa remaja. Kedua masa ini anak mengalami disorientasi diri. Mereka enggan untuk dianggap sebagai anak-anak, tetapi belum mampu bertanggung jawab secara penuh terhadap apa yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu, pada masa itu sering timbul permasalahan-permasalahan yang muncul karena benturan social dengan manusia di sekitarnya baik dengan keluarga, lingkungan rumah, atau lingkungan yang lebih luas. Konflik-konflik tersebut merupakan konflik yang umum selama dapat ditangani dengan sikap yang bijak . Konflik tersebut muncul sebagai akibat dari munculnya karakter peralihan. Karakteristik Masa Pubertas yang umumnya muncul dapat dikelompokkan dalam periode perkembangan pubertas. Periode tersebut adalah: 1. Periode Depresi : Periode ini biasanya akan berlangsung sekitar seminggu atau lebih, namun apabila depresi sudah terasa tidak wajar lagi (terjadi sampai berlarut-larut) mungkin ini disebabkan karena kecemasan atau kesulitan emosional. Biasanya anak yang mempunyai sifat tertutup (introvert) cenderung mengalami depresi yang lebih lama bila dibandingkan dengan anak yang mempunyai sifat terbuka (extrovert), karena anak introvert tidak bisa mengungkapkan apa sebenarnya yang menjadi akar dari kecemasan serta kesulitan emosionalnya itu kepada orang lain. 2. Periode Kecemasan : Pada periode ini Remaja seringkali bersikap tidak biasa, seperti : cepat tersinggung, sangat agresif, suka menggerutu dan kasar atau kadang yang terjadi justru kebalikannya : bersikap kekanakan serta sangat tergantung kepada Orangtuanya. 3. Periode Kerewelan : Umumnya periode ini ditemukan pada Remaja Putri, misalnya dalam hal memilih pakaian, ataupun memilih makanan. Pada periode ini kaum Remaja Putri ada yang melakukan “diet ketat” untuk menjaga keindahan tubuh dan penampilannya, tapi ada juga yang justru melakukan sebaliknya yaitu lebih rakus dan tidak perduli pada penampilan. 4. Periode Pembangkangan : Seringkali Remaja seakan menjadi tidak patuh kepada apa yang menjadi aturan Orangtuanya. Sepanjang tidak melanggar norma Agama, Kesusilaan dan juga tidak membahayakan bagi keselamatan serta kesehatan dirinya, Orangtua sebaiknya bisa bertindak lebih bijak untuk memberi kesempatan kepada Remaja agar ia dapat mengambil keputusan sendiri serta bertanggung jawab atas apa yang telah dia lakukan. Hal ini selain dapat menambah rasa percaya diri Remaja tersebut sekaligus juga bisa menghindari timbulnya pertengkaran (konflik) yang berkepanjangan antara Orangtua dengan Anak. 5. Periode Ingin Tampil Beda : Kebanyakan para Remaja mengalami periode ini, antara lain bisa terlihat dari caranya berpakaian, bergaya, berbahasa dan masih banyak lagi. Sepanjang yang dilakukannya tidak bertentangan dengan norma Agama, Kesusilaan serta tidak membahayakan bagi diri Remaja tersebut, sebaiknya Orangtua tidak perlu merasa cemas. Mereka melakukan hal ini hanya karena sedang dalam tahap mencari identitas diri, dan ingin diterima dengan baik sebagai anggota kelompoknya. Seiring dengan bertambahnya usia, perlahan-lahan semua itu akan hilang dengan sendirinya Perubahan fisik dan seksual anak masa puber ternyata berpengaruh pula terhadap sifat dan tingkah laku mereka. Beberapa sifat yang muncul pada masa-masa ini adalah: 1. Ingin menyendiri Kalau perubahan pada masa puber mulai terjadi, anak-anak biasanya menarik diri dari teman-teman dan keluarga, sering bertengkar dengan teman-teman. Anak puber yang melamun karena merasa tidak dimengerti dan diperlakukan kurang baik, sering melakukan eksperimen seks melalui masturbasi 2. Bosan Anak puber bosan dengan permainan yang sebelumnya amat digemari, tugas sekolah, kegiatan sosial, dan kehidupan pada umumnya. Akibatnya anak sedikit bekerja sehingga prestasi menurun. 3. Inkoordinasi Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi gerakan, anak akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik secara bertahap 4. Antagonisme Sosial Sering tidak mau bekerja sama, sering membantah dan menentang, sering membuat permusuhan antara laki-laki dan perempuan, yang keluar dalam bentuk komentar, kritikan yang merendahkan. Setelah masa puber berjalan, anak akan menjadi lebih ramah, dapat bekerja sama dan lebih sabar 5. Emosi yang meninggi Kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecendrungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil, merupakan ciri-ciri bagian awal pubertas. Pada masa ini anak akan menjadi khawatir, gelisah, cepat marah 6. Hilangnya Kepercayaan Diri Anak remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik menurun dan karena kritikan yang datang dari orang tua maupun teman. Terlalu sederhana Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan anak menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang-orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan memberi komentar buruk. Terkait dengan sifat-sifat yang muncul pada masa pubertas, muncul pula benturan antar anak dengan orang dewasa di lingkungannya. Benturan tersebut tentunya menimbulkan per,masalahan. Beberapa permasalahan yang timbul sebagai bentuk sosialisasi masa pubertas dan remaja antara lain: 1. Perbedaan standar perilaku Pada masa ini remaja merasa terkungkung dengan standar perilaku yang diterapkan orang tua dalam keluarga. Mereka merasa standar tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan sekarang. Oleh karena itu, mereka sering memberontak terhadap standar tersebut. Sebagai contoh standar perilaku yang dinilai kurang sesuai lagi dengan kehidupan anak pada masa remaja ini adalah gaya rambut, gaya berpakaian, pengaturan jam bermain dan belajar, dan cara-cara memilih teman. Kondisi semacam ini akan terus meruncing bila orang tua juga mengambil sikap kaku tak terbantahkan. 2. Metode disiplin Metode disiplin yang biasa berlaku dalam keluarga terbagi menjadi tiga yaitu otoriter atau keras, permesif yang lemah, dan demokrasi yang menghadapkan anak dengan banyak pilihan atau toleransi dalam satu aturan tertentu. Konflik muncul apabila kedisiplinan keluarga tidak sesuai dengan keinginan sisiwa. 3. Pemberian hukuman yang kurang proposional Hukuman biasa diberlakukan apabila anak melakukan tindakan indisipliner dalam keluarga. Apabila hukuman yang diberlakukan tidak proporsional sesuai dengan pola siswa. 4. Konflik dengan saudara kandung Konflik dengan saudara kandung acapkali berawal dari masalah sepele. Anak sering usil atau jahil terhadap kakak atau adiknya yang membuat pertengkaran kecil. Kondisi ini akan meningkat menjadi serius manakala sikap orang tua tidak bijaksana. Sebagai contoh, orang tua yang membela salah satu anak sehingga menimbulkan anak merasa disisihkan atau diperlakukan tidak adil. Apalagi jika kesalahan sebenarnya terdapat pada anak yang dibela orang tua. 5. Merasa jadi korban Anak cenderung ingin mengikuti pola pergaulan yang diterapkan temannya dalam kelompok. Namun, terkadang perbedaan taraf ekonomi keluarga akan menjadi permasalahan pada diri anak. Anak merasa tidak terpenuhinya kebutuhan yang semestinya didapatkan seperti juga temannya. Kebutuhan untuk berpakaian bagus, berkendaraan, berasesoris seperti HP atau lainnya, ataupun kebutuhan lainnyaa. Pada anak dengan orang tua yang tingkat ekonominya menengah ke atas, tidak akan terjadi masalah. Namun, tidak semua anak memiliki orang tua seperti itu. Oleh karena itu, anak remaja sering merasa menjadi korban atas nasib hidup orang tuanya yang kurang beruntung. Implikasi bagi Pendidikan Dengan melihat gejala-gejala anak usia Puber yang memiliki keunikan, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan sekolah. Beberapa implikasi yang mungkin dapat dipakai terkait dengan pengetahuan tentang Pubertas adalah 1. Dapat dijadikan sebagai dasar penentuan kegiatan pembelajaran di sekolah. Anak usia pubertas cebderung menyukai kegiatan yang bersifat kelompok karena di situ dia merasa aman berada pada lingkungan teman sebaya yang memiliki permasalahan yang sama. Solidaritas yang tinggi dalam pergaulan sosial akan menjadikan mereka berusaha untuk menampilkan kelompoknya menjadi kelompok terbaik. Sementara itu dalam suasana pembelajaran, dibutuhkan kondisi semacam itu. Apabila pendidik mampu memanfaatkan sifat anak usia pubertas dengan baik, akan memungkinkan pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan. Tentunya kegiatan pembelajaran yang menyenangkan tersebut akan menghasilkan prestasi yang baik pula. Guru sebagai desainer dalam pembelajaran harus pandai dan tepat dalam penentuan kegiatan kelompok di kelas, jangan sampai justru tujuan yang baik berakibat buruk karena kelompok yang dibentuk tidak sesuai dengan yang diinginkan siswa. Usahakan dalam pemilihan kelompok siswa akan merasa nyaman dalam kelompoknya sehingga mereka akan merasa satu dengan anggota kelompoknya. 2. Sebagai dasar penentuan kegiatan ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakuriler pada anak usia pebertas cenderung bosan dengan kegiatan yang bersifat formal. Mereka lebih menyukai kegiatan bermain di luar kelas. Oleh karena itu dalam kegiatan ekstrakurikuler pilihlah kegiatan yang menantang dan memotivasi untuk berkompeteisi. Di samping itu, sifat kepemimpinan dapat mulai dilakukan karena pada masa ini siswa tidak mau lagi dianggap sebagai anak-anak. Kegiatan yang mungkin dilakukan seperti Pramuka, PMR, Olah raga, kesenian. Namun yang perlu diperhatikan adalah ,pengelolaan kegiatan tersebut jangan bersifat formal yang mengharuskan siswa harus melakukan ini dan itu secara kaku karena mereka pasti akan menghindari hal tersebut. Pembina ekstrakurikuler haruslah berperan sebagai teman yang dipercaya oleh siswa sehingga mereka akan merasa aman berada di lingkungan tersebut. 3. Sebagai acuan dalam melihat dan menangani permasalahan yang ada pada kehidupan siswa sehingga penentuan solusi yang disarankan dapat mengenai sasaran. Guru, wali kelas, guru BK, serta orang tua harus menjalin komunikasi demi terciptanya kesepahaman terhadap masalah sebenarnya yang dialami siswa. Keterbukaan dan saling support antarunsur sangat membantu dalam pemecahan masalah siswa. Ingat satu sumber masalah yang sama akan bereaksi berbeda antara satu siswa dengan lainnya karena sikap mereka yang belum stabil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemecahan masalah siswa adalah (1) jangan anggap siswa sebagai objek solusi tapi jadikanlah dia sebagai subjek yang secara aktif ikut memikirkan pemecahan masalah yang dialaminya; (2) jangan menganggap kesalahan yang terjadi adalah mutlak kesalahan siswa tersebut tapi bersikaplah netral, dengarkan apa yang terjadi menurut versi mereka; (3) pemecahan masalah bukanlah suatu yang seharusnya ada tetapi kesadaran mereka untuk memecahkan masalah tersebut adalah yang seharusnya ada. Sumber : Ratrioso, Imam. 2008. Remaja Unggul Kamukah Itu?. Jakarta: Nobel Edumedia. Sumarsih, Sri. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Universitas Pancasakti Tegal. Psikologi Perkembangan. 2009. Pubertas. http://psikologiperkembangan2.blogspot.com/2009/04/pubertas-pertemuan-vi.html Download: 4 Desember 2012. Tekomjar.2008. Problematika Remaja dan Pubertas. http://musium.kotangawi.com/?p=124 Download: 4 Desember 2012.
READ MORE - SIFAT REMAJA : PRE DAN PUBERTAS

Selasa, 15 Januari 2013

KAJIAN PENDIDIKAN TINGKAT SMP

KAJIAN PENDIDIKAN TINGKAT SMP 1. Kajian Perkembangan Pendidikan SMP Sejak berlakunya kurikulum 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang awalnya berada dalam pendidikan lanjutan kini masuk dalam pendidikan dasar. Dijadikannya SMP sebagai pendidikan dasar dilandasi oleh wajib belajar (wajar) 9 tahun bagi anak usia wajib belajar di SMP 6 sampai 18 tahun (6 sampai 12 tahun di SD dan 13 sampai 18 tahun di SMP). Untuk meningkat kualitas pendidikan dasar di SMP perlu pengembangan pendidikan di SMP sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Ada pun kajian dalam pengembangan pendidikan secara umum meliputi 8 (delapan) standar yang dipersyaratkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar tersebut meliputi: 1) Standar Isi (Permendiknas nomor 22 tahun 2006 ), 2) Standar Proses (Permendiknas nomor 41 tahun 2007), 3) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Permendiknas nomor 12 tahun 2007), 4) Standar pengelolaan (Permendiknas nomor 19 tahun 2007), 5) Standar Pembiayaan (Permendiknas nomor 69 tahun 2009), 6) Standar Sarana dan prasarana (Permendiknas nomor 24 tahun 2007), 7) Standar penilaian (Permendiknas nomor 20 tahun 2007), dan 8) Standar Kompetensi Lulusan (Permendiknas nomor 23 tahun 2006). Untuk mengetahui lebih jelas kondisi yang ada, bagian-bagian ini akan dibahas pada tingkatan makro, mezo, dan mikro. a. Fenomena Pendidikan SMP di tingkat Makro Kurikulum pendidikan SMP perlu mencari bentuk untuk menyesuaikan dengan kebutuhan siswa yang berada pada taraf perkembangan. Dengan demikian tidak akan terjadi adopsi mentah-mentahan dari kurikulum sekolah lain di luar negeri. Perlu dicari kurikulum yang sesuai dengan jatidiri bangsa dengan memaksimalkan kearifan lokal. Dalam struktur kurikulum yang ada saat ini, muatan lokal yang menjadi wadah pelaksanaan kearifan lokal masih belum menemukan bentuknya. Di samping itu, bentuk penyatuan sub-pengetahuan IPA dan IPS yang belum melihat betul kondisi guru di sekolah. Bentuk IPS dan IPA terpadu memang memungkinkan siswa belajar dalam satu keterkaitan ilmu pengetahuan. Namun, hal tersebut akan menjadikan pengetahuan yang dangkal. Kedangkalan pengetahuan tersebut terjadi karena kurang mampunya guru menguasai keseluruhan pengetahuan yang disyaratkan. Sebagai gambaran nyata,guru-guru dengan kualifikasi pendidikan sejarah harus mengajar pengetahuan dalam satu ranah pengetahuan sosial seperti geografi, ekonomi, ataupun sosiologi. Kondisi semacam itu tentunya akan membuat kegagalan hasil akhir yang diharapkan. Beban belajar SMP idealnya memiliki perbedaan dengan SD kelas IV-VI. Perbedaan itu tentunya berdasarkan pertumbuhan psikologi dan sosial siswa. Tugas terstruktur baik untuk pencapaian standar kompetensi namun dalam pelaksanaannya perlu koordinasi dengan guru mapel lain sehingga tidak membebani siswa. Jumlah maksimum 50% dari jam pelajaran waktu untuk tugas terstruktur dan mandiri sudah rasional namun dalam pelaksanaannya sering kali tidak diperhitungkan sehingga bisa saja lebih dari 50% itu. Kelebihan dari proporsi tersebut perlu dipantau dengan mekanisme internal guru maupun sekolah. b. Perencanaan Pendidikan SMP di tingkat Makro di masa yang akan datang Pengkajian Standar Isi yang tertuang dalam Permen No. 22 tahun 2006 ini difokuskan pada aspek konseptual, fundamental, esensial, kebermaknaan, akurasi, konsistensi dan dan kepraktisan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dicarikan solusi terhadap temuan yang pendidikan yang kurang sesuai dengan kebutuhan. Pembahasan perencanaan pendidikan pada pembahasan ini meliputi kondisi kurikulum yang terkesan menjiplak; penerapan mata pelajaran IPA dan IPS terpadu,; dan beban belajar SMP yang perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa. Kurikulum di Indonesia terkesan masih belum menemukan jatidiri yang sesuai dengan karakter bangsa. Pada kurikulum 1975 dan sebelumnya, masih mengadopsi kurikulum dari Belanda. Selanjutnya kurikulum 1984 pandangan kurikulum berkiblat ke Australia sehingga terjadi perubahan-perubahan. Pada kurikulum 1994, 2004, dan direvisi pada kurikulum 2006 atau KTSP mengadopsi kurikulum dari Amerika. Ternyata belum pernah muncul kurikulum asli Indonesia. Pengadopsian kurikulum yang ada di Indonesia bukanlah suatu kesalahan yang mutlak, Indonesia mengadopsi kurikulum-kurikulum tersebut tentunya sudah dipilih dan ditentukan yang sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Namun, pengadopsian tersebut masih menimbulkan kepincangan. Kepincangan tersebut terjadi karena pengadopsian kurikulum tidak diiringi dengan pengadopsian unsur-unsur lain yang mendukung terlaksananya kurikulum dengan baik. Timbul berbagai permasalahan dari kondisi tersebut. Kurikulum yang sedemikian baik tidak diiringi dengan pembiayan yang cukup, sarana dan prasarana yang memadai, dan kualitas SDM guru yang berkualitas. Dalam kaitannya dengan pembiayaan, pemerintah Indonesia baru sanggup memenuhi pembiayaan yang terkait dengan operasional. Itupun baru pada taraf minimal. Sementara kebutuhan pembiyaan pendidikan bukan hanya pada operasional, tetapi juga ada biaya investasi, dan individu. Dengan biaya yang kurang tersebut, efektiviatas belajar di kelas kurang. Apalagi kondisi siswa dalam satu kelas antara 36 – 40 siswa sementara di Amerika, tempat pemerintah Indonesia mengadopsi kurikulum, hanya merekomendasikan jumlah siswa ideal antara 20 – 24 siswa setipa kelas. Dari sarana yang ada, masih terdapat juga kekurangan-kekurangan yang akan mendukung keberhasilan dalam belajar. Masih cukup banyak sekolah dengan kondisi yang memprihatinkan karena ruang kelas yang tidak layak dan belum mendapatkan aliran listrik. Dari sarana pendukung pembelajaran, juga masih banyak sekolah yang belum memiliki perpustakaan, laboratorium, komputer, dan media pembelajaran lainnya. Pada tataran beban mengajar siswa, kurikulum di Indonesia memang masih belum menampung kebutuhan dan perkembangan siswa. Siswa masih disamakan beban belajarnya tanpa mempedulikan kecepatan belajar mereka. Dalam satu semester, siswa dilakukan penilaian akhir semester baik pada siswa yang sudah tuntas belajar maupun belum. Dengan demikian ketuntasan belajar menjadi sesuatu yang terkesan dipaksakan. c. Fenomena Pendidikan SMP di tingkat Mezo Pada tingkat mezo, pendidikan di Jawa Tengah juga mengalami permasalahan. Permasalahan tersebut terutama terkait dengan kurikulum dan prasarat terkait dengan pelaksanaan kurikulum yang ideal. Salah satu permasalahan yang terkait dengan kurikulum adalah pelaksanaan muatan lokal yang akan menjadi wadah pelaksanaan kearifan lokal. Pemerintah daerah dan satuan Pendidikan sulit untuk menentukan mana yang akan menjadi mulok, dan bagaimana menyusun kurikulum mulok. Oleh sebab itu, penggalian potensi mulok dapat diserahkan ke Pemerintah Daerah. Namun, permasalahan yang muncul adalah kemudian tidak ditindaklanjuti secara maksimal. Guru diserahkan membuat peragkat kurikulum muatan lokal sendiri sehingga terjadi variasi yang cukup banyak. d. Perencanaan Pendidikan SMP di tingkat Mezo di masa yang akan datang Secara konseptual bahwa muatan lokal Bahasa Jawa dapat dikategorikan sebagai mata pelajaran karena dapat dipelajari dan dilatihkan. Namun untuk menghindari kekeliruan dalam menentukan kurikulum Bahasa Jawa, makaperlu dilakukan pembakuan kurikulum mata pelajaran tersebut. Definisi muatan lokal yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran sebaiknya diganti dengan mata pelajaran yang bersifat tambahan. Hal itu karena bahasa Jawa juga sudah memiliki dasar keilmuan yang sudah mapan dan diakui oleh kalangan ilmuwan serta mencirikan kekayaan keilmuan daerah. e. Fenomena Pendidikan SMP di tingkat Mikro Pada tingkat mikro, pendidikan di Kabupaten Tegal juga mengalami permasalahan. Permasalahan tersebut terutama berkaitan dengan muatan lokal. Di Kabupaten Tegal muncul adanya mata pelajaran mulok Pertiwi (Pertanian Industri dan Wisata). Namun dalam pelaksanaannya mulok Pertiwi ini kurang sesuai dengan harapan. Pihak daerah tidak secara tegas menentukan jenis kongkrit mulok tersebut. Selain itu di sekolah sering terjadi penyimpangan tujuan mulok ini karena kurangnya sumber daya manusia yang kompeten. Pemerintah daerah Kabupaten Tegal (Dinas DIKPORA) dan satuan Pendidikan sulit untuk menentukan mana yang akan menjadi mulok dan bagaimana menyusun kurikulum mulok Pertiwi tersebut. Namun, permasalahan yang muncul adalah kemudian tidak ditindaklanjuti secara maksimal. Guru diserahkan membuat peragkat kurikulum muatan lokal sendiri sehingga terjadi variasi yang cukup banyak. Secara kenyataan setiap sekolah menterjemahkan mulok Pertiwi ini sangat variatif. f. Perencanaan Pendidikan SMP di tingkat Mikro di masa yang akan datang Secara konseptual bahwa muatan lokal Pertiwi dapat dikategorikan sebagai mata pelajaran karena keduanya dapat dipelajari dan dilatihkan. Namun perlu dibuatkan stndarisasi yang baku untuk kurikulum Pertiwi sehingga di setiap sekolah dilakukan pembelajaran yang sama pada tingkat yang sama pula. Untuk itu pemberdayaan MGMP dengan kualifikasi keilmuan yang sejenis perlu diberdayakan lebih maksimal lagi bukan sekadar ada. Yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan kurikulum muatan lokal tingkat mikro adalah kearifan lokal yang mampu meningkatkan keterampilan dan budaya setempat. KOMPONEN TERPENTING DALAM PENDIDIKAN Sistem pendidikan nasional memeliki beberapa komponen dasar. Komponen-komponen tersebut adalah (1) peserta didik, (2) Pendidik, (3) kurikulum, (4) Pendanaan, (5)Sarana dan prasarana pendidikan, (6) Menejemen, (7) Partisipasi masyarakat, dan (8)Pengendalian dan Pengawasan. Kedelapan komponen dalam sistem pendidikan nasional tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Mereka saling terkait dan mendukung demi terwujudnya fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namundemikian, dari delapan komponen pendidikan tersebut, yang terpenting adalah yang terkait dengan sumber daya manusia baik dari komponen peserta didik maupun pendidik. Pendidikan tidak akan mungkin terjadi apabila tidak ada dua komponen tersebut. Syarat utama terjadinya proses pendidikan adalah adanya peserta didik yang menjadi subjek pembelajaran dan pendidik yang menjadi pelaksana kegiatan pembelajaran tersebut. Keterlibatan komponen lain di lauar peserta didik dan pendidik hanya berlaku pada pendidikan yang bersifat khusus. Pada pendidikan yang bersifat umum, ketiadaan komponen di luar peserta didik dan pendidik tidak akan mengganggu proses pendidikan. Sebagai contoh, orang tua menasihati anak-anaknya agar bersikap dan berperilaku sopan merupan suatu proses pendidikan. Saat terjadinya proses tersebut, tidak diperlukan kurikulum, dana, sarana dan prasarana, menejemen, partisipasi masyarakat, dan pengawasan pengendalian. Dalam lingkup pendidikan secara khusus, komponen SDM juga memegang peranan penting. Dalam pendidikan formal maupun nonformal, suatu lembaga pendidikan akan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran manakala di situ terdapat unsur peserta didik dan pendidik. Meskipun demikian, dalam kategori lingkup khusus, keberadaan komponen lain di luar komponen manusia masih sangat mempengaruhi keterlaksanaannya proses pembelajaran. Di samping hal-hal di atas, terdapat keunggulan lain dari komponen manusia dalam sistem pendidikan nasional terutama pada komponen pendidik. Keunggulan-keunggulan tersebut adalah: 1. Pendidik merupakan perancang suatu proses kegiatan pembelajaran. Pendidik yang baik akan dapat menciptakan proses pembelajaran yang baik yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. 2. Pendidik akan dapat dengan cepat mengubahsesuaikan keadaan yang disesuaikan dengan situasi tertentu. Konsep bersifat fleksibel sehingga apabila terjadi kejanggalan atau kelemahan proses pembelajaran, akan dapat dengan cepat diubah agar lebih sesuai dengan kondisi saat itu. Perubahan seluruh komponen pendidikan akan dapat dengan mudah disesuai oleh pendidik. 3. Pendidik bersifat progresif dalam artian mereka dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Perubahan kebutuhan dan tuntutan keilmuan terkait dengan perubahan kebijakan pemerintah akan dengan cepat disesuaikan oleh komponen pendidik. Dari hal-hal di atas tampak jelas, bahwa komponen utama dari suatu sistem pendidikan adalah yang terkait dengan komponen sumber daya manusia. Dari sumber daya manusia yang ada dalam sistem pendidikan, peserta didik dan pendidik, pendidik memiliki peranan yang penting dan strategis untuk melaksanakan pendidikan ke arah yang lebih baik sesuai dengan harapan dan cita-cita nasional.
READ MORE - KAJIAN PENDIDIKAN TINGKAT SMP

Senin, 07 Januari 2013

PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA DAN JEPANG

Oleh : Farichin Pendidkan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh unsur seperti keluarga, sekolah, dan pemerintah. Keluarga bertanggung jawab mendidik anak-anaknya selama dia di rumah dengan pendidikan moral, etika, agama, dan motivasi serta bekerja sama dengan sekolah memantau pembelajaran di sekolah. Sekolah bertanggung jawab mendidik peserta didik selama dia di sekolah dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Ketercapaian kurikulum mengindikasikan tercapainya pendidikan nasional. Pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh sekolah agar proses pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah tersedianya sitem pendidikan nasinal yang menjadi acuan dasar bagi seluruh lembaga pendidikan di Indonesia melaksanakan kegiatannya. Sistem pendidikan di Indonesia merupakan sistem adopsi dan penyesuaian. Adopsi diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan perbandingan antarsitem pendidikan yang berlaku di beberapa negara. Sistem yang baik dan sesuai dengan sumber daya Indonesia dapat diterapkan pada kurikulum selanjutnya. Berikut ini adalah beberapa perbandingan sitem pendidikan di Indonesia dengan sistem pendidikan di Jepang. A. Sistem Pendidikan di Jepang Sistem pendidikan yang pernah berlaku di negeri Sakura, Jepang, ini dapat dibedakan dalam dua periode, yaitu sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum perang, kebijakan pendidikan yang berlaku diambil dari Salinan Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan (Imperial Rescript on Education). Dinyatakan bahwa para leluhur Kaisar terdahulu telah membangun Kekaisaran dengan berbasis pada nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya secara mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk kesetiaan dan kepatuhan dari generasi ke generasi yang menggambarkan keindahannya. Kaisar, juga telah mengendalikan hal tersebut dengan sumber-sumber berpendidikan. Pendidikan hendaknya mampu mengafiliasikan seseorang kepada orang tuanya, suami isteri secara harmoni, sebagai sahabat sejati, menjadi diri sendiri yang sederhana dan moderat, mencurahkan kasih sayang kepada semua pihak, serta menuntut ilmu dan memupuk seni. Dari situlah pendidikan tersebut dapat mengembangkan daya intelektual dan kekuatan moralnya yang sempurna, selalu menghormati konstitusi, dan menjalankan hukum. setelah perang dunia II usai, mulai 3 November 1946, konstitusi baru Jepang menetapkan kebijakan pendidikannya atas dasar hak asasi manusia, jaminan kebebasan berfikir, dan hati nurani, kebebasan beragama, kebebasan akademik, dan hak bagi semua orang untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kemampuan mereka. Pada Maret 1947, melalui Peraturan Pendidikan Nasional (School Education Law) ditetapkan susunan dasar pendidikan keseluruhan atas dasar 6-3-3-4 beserta tujuan khusus pada tiap jenjangnya. Pada Maret 1947 juga berlaku Hukum Dasar Pendidikan (Fundamental Law of Education) yang pada hakekatnya merupakan statement filsafat pendidikan demokratis yang dalam banyak hal berbeda dengan Imperial Rescript on Education. Misalnya, dalam hubungan antara warga dengan negara, dalam Imperial Rescript on Education disebutkan bahwa, Citizens have the duty to develop their intellectual and moral faculties, observethe laws, and offer themselves courageously to the State in order the quard and maintain the prosperity of Imperial throne (Imam Barnadib, 1986: 53), (setiap warga memiliki kewajiban untuk mengembangkan daya intelektual dan moral mereka, melaksanakan hukum dan mempersembahkan keberaniannya demi negara untuk melindungi dan menjaga kesejahteraan istana Kaisar). Sedangkan dalam Fundamental Law of Education disebutkan bahwa, Citizen have the right to equal opportunity or receving education according to their ability; freedom from discrimination on acaount of race, cree sex, social status, economic position, or family origin; financial assistance, to the able needy, academin freedom, and the responsibility to build a peaceful State and society (Imam Barnadib, 1986: 53), (Setiap warga memiliki kesempatan yang sama menerima pendidikan menurut kemampuan mereka, bebas dari diskriminasi atas dasar ras, jenis kelamin, status sosial, posisi ekonomi, asal usul keluarga, bantuan finansial, bagi yang memerlukan, kebebasan akademik, dan tanggung jawab untuk membangun negara dan masyarakat yang damai).di sini tampak keberadilan bagi seluruh warganya. Di samping perbedaan di atas, perbedaan yang lain adalah mengenai tujuan pendidikan. Dalam Imperial Rescript on Education disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kesetiaan dan ketaatan bagi Kaisar agar dapat memperoleh persatuan masyarakat di bawah ayah yang sama, yakni Kaisar. Adapun tujuan pendidikan menurut Fundamental Law of Education adalah untuk meningkatkan perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan menanamkan jiwa yang bebas. Beberapa hal terkait dengan system pendidikan di Jepang adalah: Pendidikan Wajib Wajib sekolah di Jepang berlaku bagi anak usia 6 sampai 15 tahun, tetapi kebanyakan anak bersekolah lebih lama dari yang diwajibkan. Tiap anak bersekolah di SD pada usia 6 tahun hingga 12 tahun, lalu SMP hingga usia 15 tahun. Pendidikan wajib ini bersifat cuma-cuma bagi semua anak, khususnya biaya sekolah dan buku. Untuk alat-alat pelajaran, kegiatan di luar sekolah, piknik dan makan siang di sekolah perlu membayar sendiri. namun bagi anak-anak dari keluarga yang tidak mampu mendapat bantuan khusus dari pemerintah pusat dan daerah. Di samping itu ada juga bantuan untuk kebutuhan belajar, perawatan kesehatan, dan lain-lain. Seorang anak yang telah tamat SD diwajibkan meneruskan pendidikannya ke jenjang SMP. Dengan demikian, sekolah wajib ditempuh selama 9 tahun; 6 tahun di SD dan 3 tahun di SMP. Hampir semua siswa di Jepang belajar bahasa Inggris sejak tahun pertama SMP, dan kebanyakan mempelajarinya paling tidak selama 6 tahun. Mata pelajaran wajib di SMP adalah bahasa Jepang, ilmu-ilmu sosial, matematika, sains, musik, seni rupa, pendidikan jasmani, dan pendidikan kesejahteraan keluarga. Berbagai mata pelajaran tersebut diberikan pada waktu yang berlainan setiap hari selama seminggu sehingga jarang ada jadwal pelajaran yang sama pada hari yang berbeda (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 177-178). Pendidikan Menengah Atas Ada tiga jenis SMA, yaitu: full time, part time (terutama malam hari), dan tertulis. Sekolah menengah yang full time berlangsung selama 3 tahun, sedangkan kedua jenis sekolah lainnya menghasilkan diploma yang setara. Bagian terbesar siswa mendapat pendidikan menengah atas di SMA full time. Jurusan di SMA dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan pola kurikulum, yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, ekonomi rumah tangga,dan perawatan. Untuk masuk ke salah satu jenis sekolah tersebut, siswa harus mengikuti ujian masuk dan membawa surat referensi dari SMP tempat ia lulus sebelumnya. Hampir semua SMP dan SMA serta Universitas swasta menentukan penerimaan siswa melalui ujian masuk, dan setiap sekolah menyelenggakan ujian masuk sendiri. Siswa yang ingin masuk sekolah yang bersangkutan harus mengikuti ujian. Karena ujian masuk sangat sulit, siswa kerap mengikuti les tambahan (bimbingan belajar) di juku atau yobiko pada akhir pekan atau pada sore/malam hari biasa, selain pelajaran sekolahnya (Abd Rachman Assegaf, 2003: 178-179). Pendidikan Tinggi Ada tiga jenis lembaga pendidikan tinggi, yaitu: universitas, junior college (akademi), dan technical college (akademi teknik). Di universitas terdapat pendidikan sarjana (S-) dan pascasarjana (S-2 dan S-3). Pendidikan S-1 berlangsung selama 4 tahun, menghasilkan sarjana bergelar Bachelor’s degree, kecuali di fakultas kedokteran dan kedokteran gigi yang berlangsung selama 6 tahun. Pendidikan pascasarjana dibagi dalam dua kategori, yakni Master’s degree (S-2) ditempuh selama 2 tahun sesudah tamat S-1dan Doctor’s degree (S-3) ditempuh selama 5 tahun. Junior college memberikan pendidikan selama dua atau tiga tahun bagi para lulusan SMA. Kredit yang diperlukan di junior college dapat dihitung sebagai bagian dari kredit untuk memperoleh gelar Bachelor’s degree (S-1). Lulusan sekolah menengah (setingkat SMP) dapat masuk ke technical college (akademi teknik). Pendidikan di lembaga ini berlangsung selama 5 tahun (full time) untuk mencetak tenaga teknisi. Universitas dan junior college memilih mahasiswanya berdasarkan hasil ujian masuk serta hasil prestasi belajar dari SMA. Untuk sekolah negeri dan umum daerah, sejak tahun 1979 diberlakukan “tes gabungan kecakapan” yang seragam, sebagai tahap pertama dari sistem ujian masuk. Tahap kedua berupa ujian masuk universitas yang bersangkutan sebagai seleksi final. Pendidikan tinggi di Jepang berada di bawah pengelolaan tiga lembaga, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta. Ada lima jenis pendidikan tinggi yang bisa dipilih mahasiswa asing di negara Jepang ini, yaitu: program sarjana, pascasarjana, diploma (non gelar), akademi, dan sekolah kejuruan. Program sarjana menerima tiga macam mahasiswa, yaitu: mahasiswa reguler, mahasiswa pendengar, dan mahasiswa pengumpul kredit. Mahasiswa reguler adalah mereka yang belajar selama 4 tahun, kecuali jurusan kedokteran yang harus menempuh 6 tahun. Mahasiswa pendengar adalah mahasiswa yang diijinkan mengambil mata kuliah tertentu dengan syarat dan jumlah kredit yang berbeda di setiap universitas tetapi kredit itu tidak diakui. Adapun mahasiswa pengumpul kredit hampir sama dengan mahasiswa pendengar, tetapi kreditnya diakui. Sedangkan program pascasarjana terdiri atas program Master, Doktor, Mahasiswa Peneliti, Mahasiswa Pendengar, dan Pengumpul Kredit. Mahasiswa Peneliti adalah mahasiswa yang diijinkan melakukan penelitian dalam bidang tertentu selama 1 semester atau 1 tahun tanpa tujuan mendapatkan gelar. Program ketiga adalah diploma, yang lama pendidikannya 2 tahun. Enam puluh persen dari program ini diperuntukkan bagi pelajar perempuan dan mengajarkan bidang-bidang seperti kesejahteraan keluarga, sastra, bahasa, kependidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Akademi atau special training academy adalah lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan bidang-bidang khusus, sepertiketerampilan yang diperlukan dalam pekerjaan atau kebidupan sehari-hari dengan lama pendidikan antara 1 sampai 3 tahun. Adapun sekolah kejuruan adalah program khusus untuk lulusan SMP dengan lama pendidikan 5 tahun dan bertujuan membina teknisi yang mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 179-180). B. Sistem Pendidikan Indonesia India dan Malaysia merupakan contoh bagi hadirnya pengaruh sistem pendidikan kolonial Inggris atas kelanjutan sistem pendidikan yang berlaku di kedua negara tersebut. beberapa praktek pendidikan yang dilaksanakan Inggris ternyata diteruskan, bisa jadi karena dianggap masih relevan, baik oleh India maupun Malaysia. Pengalaman yang sama bisa dipakai untuk menjelaskan akar sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Bedanya, meskipun pengaruh penjajahan Belanda di Indonesia telah berlangsung selama tiga setengah abad, justru sistem pendidikan yang banyak digunakan adalah masa kependudukan jepang. Sebut saja sistem penjenjangan pendidikan di Indonesia pasca kemerdekaan. Ketika akhir pendudukan Jepang, pola sistem penjenjangan yang berlaku adalah 6-3-3-4, begitu Indonesia merdeka ternyata sistem penjenjangan ini diteruskan dengan menerapkan 6 tahun bagi SD, 3 tahun bagi SMP, 3 tahun bagi SMA, dan 4 tahun sampai 6 tahun bagi perguruan tinggi. Tentu saja dengan menyebut kolonial tersebut bukan menunjukkan totalitas karena terlalu banyaknya perbedaan yang dikembangkan oleh negara bersangkutan setelah merdeka. Pasca kemerdekaan, sistem pendidikan di Indonesia mengalami serangkaian transformasi dari sistem persekolahannya . Hal ini bisa dilihat dengan adanya perubahan undang-undang tentang pendidikan, yaitu UU No.4 Tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia dan UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melalui undang-undang ini, maka pendidikan nasional telah mempunyai dasar legalitasnya. Namun demikian pendidikan nasional sebagai suatu sistem bukanlah merupakan suatu hal yang baku. Suatu sistem merupakan suatu proses yang terus-menerus mencari dan menyempurnakan bentuknya. Meskipun demikian, pendidikan di Indonesia selama ini belum mampu menghasilkan lulusan yang dapat diandalkan dalam menciptakan lapangan kerja, bahkan lulusan yang dihasilkan juga masih disanksikan kualitasnya. Dalam Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003 disebutkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun yang terdiri atas program pendidikan 6 tahun yang diselenggarakan di SD dan 3 tahun di SMP. Kurikulum pendidikan dasar menerapkan sistem semester yang membagi waktu belajar satu tahun ajaran menjadi dua bagian waktu, yang masing-masing disebut semester gasal dan semester genap. Kurikulum pendidikan dasar disusun untuk mencapai tujuan pendidikan dasar. Kurikulum pendidikan dasar disusun untuk mencapai tujuan pendidikan dasar. Kurikulum pendidikan dasar merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di SD atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTS). Padanan dari SD adalah MI, sedangkan SMP adalah MTS. Bedanya, SD dan SMP berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sedangkan MI dan MTS di bawah Departemen Agama (Depag). Di samping itu, komposisi kurikulum agamanya lebih banyak di MI dan MTS dengan rasio 70% umum:30% agama, sedangkan di SD dan SMP hanya memberikan pelajaran agama dua jam pelajaran dalam satu pekan. Jam belajar di SD lebih panjang dari pada TK. Normalnya siswa masuk kelas pikil 07.00 dan pulang pada pukul 12.00. Isi kurikulum pendidikan dasar memuat mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris, dan Muatan Lokal. SD menggunakan sistem guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, sedangkan SMP menggunakan sistem guru bidang studi. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah meliputi SMA, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), atau yang sederajat dengannya. Tujuan pendidikan menengah adalah menungkatkan pengetahuan siswa dalam melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian serta meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya. Program pelajaran di SMA dan kejuruan lebih luas dari pada pendidikan dasar. Program pengajaran umum mencakup bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, Ilmu Pengetahuan Alam (Fisiska, Biologi, dan Kimia), Ilmu Pengetahuan Sosial (Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi), dan Pendidikan Seni. Sejak kurikulum 1994, program pengajaran di jenjang pendidikan menengah ini diatur dalam program pengajaran khusus yang meliputi tiga jurusan, yakni program Bahasa, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kurikulum SMA dan yang sederajat menerapkan sistem semester yang membagi waktu belajar satu tahun ajaran menjadi dua bagian waktu yang masing-masing disebut semester gasal dan semester genap, sedangkan sistem pengejarannya memakai sistem guru bidang studi. Pendidikan Tinggi Setelah seorang siswa yang telah menamatkan studi di SMA atau yang setaraf dengannya, apabila ia bermaksud untuk melanjutkan pendidikannya bisa memilih perguruan tinggi manapun yang ada di Indonesia. Berbeda dengan sekolah menengah, perguruan tinggi menerapkan sistem kredit semester (SKS). Di perguruan tinggi, seorang mahasiswa jika dapat menghabiskan jumlah kredit mata kuliah yang ditargetkan dan dapat menempuhnya dalam waktu tertentu sesuai dengan rencana yang diprogramkan, mahasiswa tersebut dapat menyelesaikan pendidikan tinggi Strata 1 (S 1) dalam waktu 4 tahun. Namun bila tidak sanggup karena banyak mengulang mata kuliah yang rendah nilainya atau karena cuti, waktu yang ditempuh untuk diwisuda sebagai seorang sarjana bisa lebih dari 4 tahun. Kalau ia berhasil wisuda dan berniat melanjutkan studi lanjut, masih ada dua tahap dalam pendidikan tinggi yang dapat ditempuhnya, yaitu jenjang S 2 atau Magister yang normalnya ditempuh selama 2 tahun dan jenjang S 3 atau Doktor yang efektifnya ditempuh selama 2 tahun, sedangkan sisanya untuk penelitian. Apabila seluruh tahap pendidikan tinggi ini ditempuh, diberi gelar Doktor untuk bidang yang dipilihnya. Jenjang ini mengakhiri karier akademik seseorang secara formal. Seperti halnya di banyak negara lain, di Indonesia juga dikenal adanya perguruan tinggi negeri yang dikelola langsung oleh pemerintah dan perguruan tinggi swasta. Dalam realitasnya, pelajar Indonesia banyak yang mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terlebih dahulu, baru menetapkan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Kesan sekolah negeri dan PTN lebih unggul dan absah serta dianggap lebih mudah mendapat kerja masih melekat dan banyak diyakini oleh masyarakat. Dari beberapa bagian yang terdapat dalam system pendidkan di Jepang dan Indonesia, dapat dibedakan dalam table berikut ini: KOMPONEN PENDIDIKAN JEPANG-INDONESIA Pendidikan Dasar Di Jepang, Pendidikan wajib selama 9 tahun dengan jenjang setaraf SD selama 6 tahun dan setaraf SMP 3 tahun. Pendidikan wajib ini bersifat cuma-cuma bagi semua anak, khususnya biaya sekolah dan buku. Untuk alat-alat pelajaran, kegiatan di luar sekolah, piknik dan makan siang di sekolah perlu membayar sendiri. Seorang anak yang telah tamat SD diwajibkan meneruskan pendidikannya ke jenjang SMP. Sama halnya di Jepang, Pendidikan dasar di Indonesia dilakukan selama 9 tahun dengan jenjang SD 6 tahun dan SMP 3 tahun. Pendidikan dasar dibebaskan dari biaya sekolah. Untuk biaya individu ditanggung sendiri oleh orang tua. Meskipun bernama wajib belajar, belum ada sanksi bagi siswa yang lulus SD tetapi tidak meneruskan ke jenjang SMP. Pendidikan Menengah Ada tiga jenis SMA di Jepang, yaitu: full time, part time (terutama malam hari), dan tertulis. Lama pendidikan 3 tahun. Jurusan di SMA yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, ekonomi rumah tangga,dan perawatan. Untuk bias masuk harus ada rekomendasi dari SMP dan lulus seleksi. Di Indonesia, Ada tiga jenis sekolah menengah yaitu SMA dan MA. SMK. Merupakan pendidikan menengah yang berbasis Islam. SMA dan MA menekankan pada penguasaan pengetahuan untuk bekal melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. SMK difokuskan pada keterampilan untuk menciptakan lulusan siap kerja. Beberapa program yang di SMK adalah rumpun teknik, pertanian, kesehatan, pariwisata, farmasi. Pendidikan Tinggi Di Jepang, Ada tiga jenis lembaga pendidikan tinggi, yaitu: universitas, junior college (akademi), dan technical college (akademi teknik). Pendidikan S-1 berlangsung selama 4 tahun, dengan gelar Bachelor’s degree, kecuali di fakultas kedokteran dan kedokteran gigi yang berlangsung selama 6 tahun. Pendidikan pascasarjana dibagi dalam dua kategori, yakni Master’s degree (S-2) ditempuh selama 2 tahun dan Doctor’s degree (S-3) ditempuh selama 5 tahun. Sementara itu di Indonesia, Ada beberapa jenis pendidikan tinggi yaitu universitas, sekolah tinggi, institute, akademi. Pendidikan diploma memerlukan waktu selama 1-4 tahun. Untuk pendidikan gelar ada 3 yaitu sarjana dengan waktu 3 tahun, magister 2 tahun, dan doctor dengan waktu efektif normal 2 tahun dilanjutkan dengan penelitian yang bisa mencapai beberapa tahun. Bila peserta didik tidak dapat meneyelesaikan pendidikan tepat waktu, dapat melakukan perpanjangan waktu sesuai dengan program perkuliahan yang dipilih.
READ MORE - PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA DAN JEPANG