Rabu, 31 Juli 2013

KRITERIA KARYA TULIS (PTK) YANG BAIK

Oleh: Farichin

Assalamu 'alaikum semua
Dalam rangka mengahadapi peraturan terkait dengan penilaian Kinerja Guru (PKG) dan juga Penilaian Kinerja Berkelanjutan (PKB) berikut saya sampaikan satu hal terkait dengan keprofesian guru. Salah satu butir penilaian PKB tersebut adalah pengembangan profesi dan pengembangan diri guru. Di situ salah satunya guru diharuskan memperoleh nilai dari publikasi ilmiah. Dengan demikian, guru dituntut untuk bisa menulis karya ilmiah.

terlepas dari pro dan kontra terhadap tuntutan guru membuat penelitaian atau karya ilmiah seperti dosen, rasanya akan lebih bijak kalau kita tahu lebih tentang karya ilmiah. Toh, tidak ada salahnya memiliki pengetahuan tentang bagaimana menulis karya ilmiah tersebut. Nah, artikel yang sederhana ini mudah-mudahan akan dapat membantu para guru untuk belajar membuat karya ilmiah yang salah satunya adalah Penelitian Tindakan Kelas alias PTK.

Bagaimana kriteria PTK yang baik? Dengan tahu kriteria tersebut, kita tidak akan salah menilai karya ilmiah atau PTK yang kita buat. Jangan sampai kita menganggap PTK kita bagus padahal tidak bermakna pada kaca mata asesor. Hasilnya tentu PTK kita tidak dinilai dan kita menanggung kecewa. Lalu buntut yang kadang tidak benar adalah untuk naik golongan pegawai setingkat lebih tinggi bukan sekadar menulis karya tulis ilmiah tetapi juga harus membayar sekian rupiah. Padahal, pendapat tersebut muncul tanpa dasar dan bersumber dari kekecewaan seseorang yang karyanya ditolak.

Ada beberapa indikator suatu karya ilmiah (PTK) dianggap baik sehingga layak dinilai dalam pengajuan kenaikan pangkat guru. Indikator tersebut dikenal dengan akronim APIK. Apa itu APIK? Ok, kita akan coba kupas satu-satu.
A (Asli) sebuah karya ilmiah dinilai bagus apabila itu adalah hasil karya asli atau original dari kita, Bukan hasil contekan karya orang lain baik sebagaian apalagi keseluruhan. Tentunya kalau itu karya contekan dan tidak akan dapat dilihat dari keseragaman gaya penulisan dan lain-lainnya. Makanya jangan coba deh untuk melakukan tindakan plagiat.

P (Perlu) sebuah penelitian dilakukan untuk memperbaiki suatu keadaan. Oleh karena itu, permasalahan yang diambil haruslah permasalahan yang dianggap penting atau perlu dilakukan penelitian. Kalau permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang tidak penting, buat apa penelitian tersebut dilakukan. Salah satu tanda suatu permasalahan dianggap penting untuk diteliti adalah adanya keterkaitan permasalahan tersebut dengan hal lain sehingga apabila permasalahan tersebut tidak segera diatasi akan berakibat atau berdampak luas. Sebagai contoh permasalahan pemahaman konsep hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) dianggap penting dalam penguasaan matematika. Dalam bahasa, penguasaan kosa kata dianggap penting dalam pemahaman bacaan.

I (Ilmiah) sebuah karya tulis semacam PTK harus ditulis dengan sistematika dan pola berpikir ilmiah. Tatatulis pun disesuaikan dengan aturan yang berlaku secara ilmiah. Sebagai contoh adalah aturan penulisan kutipan, catatan kaki, daftar pustaka, penulisan kata asing dan lainnya.

K (Konsisten) adanya hubungan antar bagian awal, isi, dan bagian akhir. Ibarat kata, karya tulis secara keseluruhan nyambung antarbagiannya. Sebagai gambaran kalau dipermasalahan ngomong A, maka di bagian tujuan juga nyambung ke A, Kajian teori pun berbicara tentang A, pembahasan atau hasilnya juga merupakan jawaban permasalahan A. Dan jangan lupa lampiran pun harus ada bukti atau instrumen yang digunakan sehingga kita bisa menemukan jawaban permasalahan tersebut.

Gitu saja ya, mudah-mudahan bisa bermanfaat. Kalau butuh pertanyaan bisa ditulis pada komen postingan ini.
READ MORE - KRITERIA KARYA TULIS (PTK) YANG BAIK

Jumat, 26 Juli 2013

Bab 2 – Dari Mekanika ke Tanggung Jawab Sosial (Buku Edwin B.Fillopo-Manajemen Personalia)



Oleh: Farichin

Pendekatan dalam manajemen Personalia
1.      Pendekatan Mekanis
Manajemen di Amerika telah unggul dalam pelaksanaan Industri secara mekanik dan elektronik sehingga manusia diperlakukan sama dengan suku cadang sebuah produksi yang dapat diganti atau dibuang. Ini menjadi dasar munculnya pendekatan mekanis atau pendekatan barang dagangan (comodity approach) yang menganggap buruh atau pekerja seperti modal usaha yang dapat diperoleh semurah mungkin dan dipergunakan sepenuh mungkin. Pendekatan ini memunculkan permasalahan seperti permasalahan personalia. Beberapa permasalahan tersebut adalah:
1.      Pengangguran teknologis
adalah kehilangan pekerjaan karena pengembangan mesin atau teknik kerja baru. Permasalahan yang muncul dari kondisi ini adalah memperlambat kerja dan mengulur-ulur penggunaan peralatan yang padat kerja. Solusi yang dikemukakan (diusulkan oleh Procter dan gamble) adalah pembagian keuntungan usaha kepada karyawan, jaminan pengangguran, dan  jaminan upah tahunan bagi karyawan yang telah memenuhi syarat.
2.      Keterjaminan
Ketidakterjaminan karyawan memicu beberapaa hal seperti pembentukan serikat pekerja yang dapat menjamin keterjaminan ekonomi pekerja. Dari pemerintah mengharuskan pengakuan terhadap serikat pekerja tersebut untuk melindungi kepentingan karyawan.
3.      Organisasi buruh
Organisasi buruh berbentuk serikat pekerja berjalan sangat berlahan karena beberapa faktor seperti:
a.       Depresi ekonomi periodik yang muncul karena pekerja pekerja meninggalkan serikat buruh demi mencari pekerjaan lain.
b.      Imigrasi yang mengakibatkan persaingan buruh yang mau dibayar dengan upah lebih kecil daripada anggota serikat pekerja.
c.       Daerah garis depan (frontier)
d.      Sikap masyarakat yang bertentangan dengan pandangan serikat pekerja.
e.       Sikap badan pemerintah yang juga bertentangan dengan serikat pekerja
f.       Penyimpangan penggunaan tenaga dan dana serikat pekerja untuk pembaharu politik bukan terkait dengan bisnis.
g.      Perlawanan dari pihak manajemen untuk melawan gerakan serikat pekerja.
Namun demikian, pertentangan di atas justru semakin meningkatkan jumlah anggota serikat pekerja yang ada.
4.      Kebanggaan dalam bekerja
Struktur organisasi yang dirancang secara ketat dan sistem kerja yang direncanakan dengan tepat mengurangi kebebasan anggota organisasi pekerja karena pengalihan pekerjaan kepada mesin. Menurut Chris Argyris kondisi seperti ini hanya menuntut kepatuhan, kepasifan, penyerahan diri, dan perspektif jangka pendek. Hal ini menimbulkan kegagalan psikologis dengan hilangnya kebanggaan pribadi atas prestasi yang dicapai.
                       
2.      Paternalisme
Adalah konsep bahwa manajemen harus mengambil sikap sebagai seorang ayah dan protektif terhadap karyawan. pendekatan ini muncul tahun 1920 dengan manajemen personalia sebagai kajian yang menarik. Pada dekade ini dikembangkan program personalia yang sangat rinci dan menekankan kegiatan pada perbekalan perusahaan, perumahan karyawan, fasilitas rekreasi, pendekatan ini untuk sementara berhasil menekan perkembangan serikat buruh namun gagal membeli kesetiaan dan terima kasih karyawan karena pekerja merasa bukan anak-anak lagi.
Dua ciri pendekatan paternalisitik yaitu 1). Motif laba tidak boleh menonjol dalam keputusan manajemen 2). Keputusan terkait dengan jasa yang diberikan serta bagaimana cara memberikannya berada di tangan manajemen.
Pada zaman paternalistik ini muncul suatu aliran yang didasarkan pada eksperimen  yang panjang dan mendalam tahun 1924 di perusahaan  Hawthorne Electrik Company. Pendekatan ini dikenal dengan human relation dan juga Behavioral.  Aliran ini menganggap moral karyawan dipandang sebagai cara yang pasti untuk meningkatkan produktivitas.
                       
3.      Pendekatan Sistem Sosial
                       Adalah oraganisasi atau perusaan dipandang sebagai sistem pusat yang komplek  dan     beroperasi dalam lingkungan yang komplek pula. 


Salah satu subsistem yang dianggap penting adalah personalia. Walaupun berada di bagian dalam, manajer menyadari bahwa mereka tidak bisa memiliki kendali penuh terhadap bakat dan sikap karyawan.  Untuk itu diperlukan strategi terbuka berupa penyesuaian, perundingan, himbauan, dan kompromi. Dengan demikian akan munjadi sub-sub sistem yang informal yang akan memperkuat sistem pusat.
         Pertimbangan atas peran para anggota sistem di atas memunculkan aliran kontjensi atau situasional. Pada aliran ini dilakukan tindakn jika sistem luar memiliki kekuatan, sistem pusat akan menyesuaikakan diri dan menampung  kekuatan tersebut. Namun jika sistem luar kurang kuat, sistem pusat akan menutup diri dan beroperasi dengan efisjensi rasional.

Peran sosial Perusahaan
Masyarakat berharap perusahaan memiliki kewajiban membantu masyarakat meskipun harus mengurangi keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, eksekutif harus mempertimbngan tuntutan masyarakat karena semua keputusan yang diambil eksekutif akan memiliki pengarus sebab akibat terhadap kondisi sosial.

Dasar-dasar tanggung jawab sosial dilandasi oleh pemikiran berikut ini
1)      Maksimisasi keuntungan jangka panjang dan tanggung jawab sosial pada dasarnya merupakan konsep yang serupa.
2)      Perubahan etika manajer sesuai dengan perubahan norma masyarakat.
3)      Perusahaan akan merumuskan daftar tujuan sesuai dengan skala prioritas dengan memasukkan nilai sosial nonekonomis.
4)      Perusahaan bertanggung jawab secara sosial sampai pada tingkat adanya ancaman pada lingkungan yang bersangkutan.
                        Makin panjang jangka waktu dan proyeksi bisnis dalam kaitan sosial, makin besar perusahaan memiliki tempat untuk berkembang lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan perusahaan yang aktif dalam kegiatan sosial cenderung semakin menguntungkan. Menurut pandangan sosiolog, perkembangan tanggung jawab sosial diakibatkan dampak perubahan nilai budaya para manajer perusahaan.
                        Namun, untuk mengantisipasi ancaman yang mungkin  muncul di kemudian hari, para manjer malakukan penilian untuk mengurangi kekuatan yang mengancam dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
Ø  Menimbun hasil produksi untuk untuk mengurangi pengaruh terhadap pemogokan serikat pekerja.
Ø  Mempengaruhi pejabat pemerintah dan menguapayakan personil perusahaan untuk menjadi anggota panitia pemerintah.
Ø  Pemasangan iklan untuk mempengaruhi konsumen.
Ø  Mengangkat beberapa golongan minoritas untuk menjadi anggota dewan komisaris.
Ø  Mengembangkan berbagai macam sumber persediaan bahan untuk mengurangi pengaruh fluktuasi produk tertentu.
Ø  Menahan laba untuk mengurangi kekuatan lembaga keuangan.
Ø  Meminta wakil pemegang saham untuk mengendalikan pemilihan dewan komisaris.
         Kewajiban manajer personalia
Ø  Menjamin harapan terkait mutu kehidupan pekerja terpenuhi.
Ø  Menjamin organisasi mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku yang mempengaruhi  karyawan.
Ø  Berpartisipasi dalam perancangan dan pelaksanaan audit sosial secara periodik.
 
READ MORE - Bab 2 – Dari Mekanika ke Tanggung Jawab Sosial (Buku Edwin B.Fillopo-Manajemen Personalia)

Selasa, 16 Juli 2013

PERMASALAHAN PENDIDIKAN



a.      Beberapa isu masalah pendidikan pada skala lokal, regional, nasional, dan internasional.

Terkait dengan isu-isu permasalahan pendidikan yang ada, dapat kita sebutkan beberapa isu seperti pada skala internasional muncul isu standar pendidikan menggunakan stndar ISO; pada skala nasional muncul isu terkait dengan kemunculan kurikulum 2013; pada skala regional muncul isu terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi yang tidak merata; dan pada tingkat lokal muncul isu terkait dengan rendahnya etos kerja pendidik dan manajemen pendidikan yang diterapkan sekolah. Untuk itu dalam bagian ini akan kita bahas isu-isu tersebut secara terpisah.
Pada skala internasional memunculkan standarisasi pendidikan yang berskala internasional. Sertifikasi baik pada tingkatan pendidik dan lembaga pendidikan seolah menjadi patokan standar terkait dengan mutu pendidikan. Selanjutnya, lembaga pendidikan pendidikan juga seolah berlomba  ingin memperoleh sertifikasi ISO agar dianggap manajemen pendidikannya memenuhi standar internasional. Padahal, menurut seorang pengamat pendidikan kecenderungan standarisasi dan sertifikasi di dunia pendidikan dapat membawa pengelolaan pendidikan dalam roh korporasi yang steril, kaku dan monoton, sedangkan dunia pendidikan semestinya variatif, inovatif dan dialogis (Darmaningtyas 2012).
Dengan gambaran diatas maka menjadikan serfikasi ISO sebagai ukuran keberhasilan manajemen pendidikan bukanlah langkah yang bijak. Manusia adalah makhluk yang dinamis, sementara barang jadi (finished goods) di dunia industri merupakan produk statis sehingga proses pembinaan dan pembentukan manusia tidak bisa disamakan dengan proses penciptaan produk /barang jadi tersebut. Jika proses pembentukan manusia dalam dunia pendidikan ini disertifikasi maka hal ini sama dengan kegiatan korporatisasi yang mengabaikan sisi keunikan manusia sebagai makhluk hidup yang dinamis dan penuh misteri.  Standarisasi mulai awal hingga akhir (input-proses-ouput) memang sangat cocok untuk memproduksi barang jadi,tetapi tidak cocok untuk pembentukan karakter/pendidikan manusia.
Namun persoalannya adalah standar manajemen yang seperti apa yang sesuai dengan “nature”  pendidikan? Saat ini tatkala membahas perihal standar manajemen di insitusi pendidikan (termasuk di lembaga pendidikan Islam) faktanya tidak dapat dilepaskan dari standar yang kerap diberlakukan pada organisasi komersial. Untuk itulah selama dua hari (1-2 Desember 2012) di Sekolah Pascasarjana dilakukan konreferensi international di bidang manajemen pendidkan Islam yang mengangkat tema Membangun Manajemen Standar Islami (Building Islamic Management Standards) yang dihadiri sejumlah pembicara tamu dari Malaysia, Sudan, Libya dan Indonesia. Pembahasan berangkat dari nilai-nilai utama Islam yang tersebar di dalam Al Quran, Hadist dan Sirah Nabawiyah serta perjalanan sejarah peradaban Islam (Islamic civilization) dalam upaya menyaring konsep, model dan teori yang berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Maka muncul diantaranya istilah management based on Fiqh atau manajemen yang berbasis fiqih. 
Pada skala nasional, ,uncul permasalahan terkait dengan diluncurkannya kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah upaya penyederhanaan dan tematik integratif. Kurikulum ini dipersiapkan untuk mencetak generasi yang siap menghadapi aneka tantangan globalisasi masa depan. Kurikulum 2013 lebih difokuskan pada fenomena alam,sosial,seni dan budaya melalui pendekatan tersebut diharapkan siswa memiliki kompetensi,sikap ketrampilan dan pengetahuan yang jauh lebih baik.Sedikitnya ada Lima entitas yang diharapkan mengalami perbaikan melalui kurikulum itu.Yakni,siswa,pendidik dan tenaga kependidikan (guru),managemen dan satuan pendidikan,negara dan bangsa, hingga masyarakat umum secara keseluruhan.Dalam kurikulum 2013 ada tiga aspek yang menjadi fokus,yakni aspek filosofis,yuridis,dan konseptual.Perubahan yang terjadi pada lima entitas itu juga menyentuh tiga aspek penting tersebut.Ada empat standar dalam kurikulum yang akan berubah.Yakni, standar kompetensi lulusan, standar proses,standar isi, dan standar penilaian.
Dengan isu kurikulum 2013 yang telah lewat pada kenyataannya menjelang tahun pelajaran 2014 kurikum yang telah didengungkan tidak diberlakukan pada semua sekolah, tetapi hanya sekolah tertentu yang telah ditunjuk, hal ini sangat tidak konsisten dengan apa yang telah di isukan sebelumnya. Pemerintah ternyata belum siap benar memberlakukan kurikulum 2013 pada semua sekolah.
Pada skala regional, muncul permasalahan terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana yang tidak merata di seluruh wilayah pada suatu daerah. Masih ada sekolah yang kekurangan sarana dan prasaran pembelajaran sebagai upaya pelaksanaan pelayanan minimal (SPM). Sementara itu di satu sekolah yang lain tampak sarana dan prasarana berlebihan sampai-sampai tidak terpakai. Komputer LCD yang lebih dari cukup tetapi tidak termanfaatkan secara maksimal oleh guru di sekolah tersebut. Media pembelajaran yang dibiarkan menumpuk baik media yang berbasis komputer maupun yang tidak. Kontradiksi tersebut tentunya dapat diminimalisir kalau dinas pendidikan setempat lebih bijak dan adil dalam penyaluran anggran dan atau sarana pembelajaran yang dikelola bukan atas dasar kedekatan dan tinggi rendahnya kontribusi sekolah untuk oknum terkait dengan penyaluran dana tersebut.
Pada skala lokal kemunculan permasalahan pendidik dan manajemen pendidikan yang diterapkan sekolah muncul sebagai akibat dari inkonsistensi. Beberapa oknum guru masih dengan santai menanggapi perkembangan pendidikan yang riuh dibicarakan. Banyak di anatarnya berprinsip apapun bentuk dan kurikulum yang berlaku, mengajarnya tetap saja begitu. Mereka tidak menyadari peran pendidik yang begitu mulia sebagai ujung tombak untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini. Dengan kata lain masih banyak guru yang kompetensinya sebagai pendidik masih rendah.
Lalu bagaimana sebenarnya kompetensi pendidik yang diharapkan oleh pemerintah? Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan,
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan professional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlaying characteristic of an individual that is causally related to criterion reference effective and/ or superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan  dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan criteria atau standar tertentu.
Berdasarkan uraian diatas kompetensi guru dapat diartikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi terus akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap professional dalam memajukan fungsi sebagai guru. Berdasarkan pengertian tersebut, Standar Kompetensi Guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan, dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten.


b.     Isu-isu masalah pendidikan apakah selalu negatif?

Isu permasalahan pendidikan tidak selalu berakibat negatif baik pada skala lokal, regional, nasional, maupun internasional. Negatif atau positif dari isu-isu tersebut bergantung pada bagaimana kita menyikapi isu yang beredar. Pikiran positif dalam merefleksi isu-isu tersebut tentunya akan menjadi bagi kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Sementara itu, isu negatif juga hanya akan menjadi polemik yang tidak memberikan solusi.
Sebagai gambaran terkait dengan diluncurkannya kurikulum 2013 yang menimbulkan kontroversi dalam dunia pendidikan, kita dapat berpikiran positif atau negatif tanpa berarti melakukan dukungan atau penolakan. Dengan pikiran positif, kita dapat memunculkan beberapa tindakan seperti:
1)      Lebih banyak belajar  dan membaca bagaimana harapan dan tujuan kurikulum 2013 sehingga menangkap esensi yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian tidak akan salah langkah dalam mengaplikasikan kurikulum tersebut di sekolah.
2)      Memotivasi guru untuk memperkaya pengetahuan dalam pedagogik dan psikologi untuk dapat menciptakan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan tahap psikologis siswa sehingga kompetensi yang diajarkan akan lebih diterima bagi mereka.
3)      Memacu sekolah untuk mengadakan pelatihan bagi guru baik pada tingkat lokal, regional, ataupun nasional yang tentunya hasil dari pelatihan tersebut akan meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional pendidik.

c.      Manfaat isu bagi kemajuan dunia pendidikan.

Bagi dunia pendidikan, isu-isu yang terjadi dapat menimbulkan akibat baik yang positif maupun negatif. Akibat yang negatif akan menjadi penghalang kemajuan dunia pendidikan sementara akibat yang positif akan menjadikan kebermanfaatan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Sebagai contoh isu tentang pemberlakuan kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara bertahap dan terbatas memunculkan beberapa manfaat. Manfaat yang mungkin bisa dipetik dari isu tersebut antara lain:
1)      Sekolah giat melakukan pelatatihan-pelatihan terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2013 yang diharapkan oleh pemerintah. Dengan pelatihan tersebut, pengetahuan guru bertambah yang artinya wawasan guru dalam dunia pendidikan semakin kaya.
2)      Guru dibangkitkan semangat untuk berkreasi dan berinovasi untuk membuat rancangan atau desain pembelajaran yang memungkinkan untuk diterapkan pada kurikulum 2013.
3)      Guru sebagai ujung tombak pendidikan ditantang untuk berkarya dalam pengadaan buku pelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 karena ketersediaan buku-buku yang dijadikan komplenan pada pelaksanaan kurikulum 2013 tentunya belum tersedia dengan cukup dan sesuai harapan.
4)      Semakin terbukanya guru untuk mengadakan penelitian terkait dengan kompetensi yang ada pada kurikulum 2013 sebagai bentuk pengembangan diri yang diharapkan pemerintah. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan berkualitas.
READ MORE - PERMASALAHAN PENDIDIKAN