Selasa, 25 Juli 2017

JEJAK SANG GURU BANGSA KI HAJAR DEWANTARA

Pernah dengar Ki Hajar Dewantara? Yap, beliau adalah guru bangsa Indonesia yang meletakkan dasar-dasar pendidikan Indonesia. Seorang guru bangsa yang dengan rela berkorbannya berjuang demi derajat dan martabat warga bangsa. Guru bangsa yang ingin agar masyarakat memiliki kemandirian dan kepandaian agar sederajat dengan bangsa-bangsa lainnya. Ki Hajar Dewantara, karena jasa-jasa beliau diletakkan pula dasar-dasar pendidikan di Indonesia. Hari Lahir Ki Hajar Dewantara, Sang Guru Bangsa, ini diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional.

Siapa sih sebebanarnya Ki Hajar Dewantara? Ingin tahu? Yuk, kita kita ikuti cerita singkat beliau.  Untuk leih mengenal jejak Sang Guru Bangsa Ini kita ikuti jejak langkahnya. Mudah-mudahan kita bisa meneladani langkahnya agar menjadi lebih baik lagi.

Gambar Ki hajar Dewantara (Suwardi Surya Ningrat)
Sumber :Yahoo


Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Nama asli yang diberikan oleh ayahandanya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Namun beliau bukanlah orang yang sombong. Beliau sangat mencintai rakyat dan ingin selalu dekat dengan rakyat.
Ketika usia beliau genap 40 tahun, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Penggantian nama itu dilakukan agar beliau bebas dekat dengan rakyat. Dengan demikian, beliau tahu apa yang masyarakat butuhkan dan rasakan.

Beliau menyadari bahwa untuk dapat membantu masyarakat memperjuangkan hidupnya, beliau harus menjadi orang yang berpendidikan. Dengan pendidikan beliau akan dapat berjuang lebih dalam ikut memecahkan persoalan masyarakat. Beliau menamatkan pen didikannya Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda). Kemudian beliau sempat melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Akan tetapi, karena sakit yang dideritanya, di sekolah ini beliau tidak sampai tamat.

Untuk mengisi kegiatan, beliau bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Ki Hajar Dewantara tergolong penulis handal. Hasil tulisannya sangat bagus dan mampu membangkitkan semangat perjuangan bagi pembacanya. Hal itu dilakukan karena rasa tanggung jawab dan keuletan yang dimiliki beliau.

Selain sebagai wartawan, Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, beliau aktif di dalam organisasi kepemudaan yang bernama Boedi Oetomo. Di sana beliau bertugas mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara melalui tulisan-tulisan.

Berawal dari tujuan memeroleh kemerdekaan, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912.   Indische Partij merupakan partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia.

Namun pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini. Hal itu disebabkan organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Namun, Ki Hajar Dewantara tak pernah menyerah. Setelah penolakan partainya, beliau membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut. Kritikannya tersebut beliau sampaikan melalui tulisannya berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Di anatar tulisannya tersebut belaiu menyampaikan kritikan yang berbunyi:

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".

Karena tulisannya itu, Ki Hajar Dewantara mendapatkan hukuman internering (hukum buang). Beliau dihukum buang ke Pulau Bangka. Rasa setia kawan karena teman seperjuangan diperlakukan tidak adil, Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo melakukan protes. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hajar Dewantara.  Pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akhirnya Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.

Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.

Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte. Ki Hajar Dewantara kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.

Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Taman siswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Gambar Perguruan Taman Siswa
Sumber :Yahoo
Di samping mengurusi pendidikan di Tamansiswa, beliau juga tetap rajin menulis. Tulisan-tulisannya lebih banyak berisi tentang pendidikan dan kebudayaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan. Untuk itu generasi muda harus memahami benar akan arti pentingnya pendidikan.

Salah satu dasar pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah Ing Ngarso sung Tulodha, Ing madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso sung Tulodha artinya jika kita berada di depan, menjadi pemimpin, menjadi orang yang dipercaya, jadilah teladan bagi masyarakat. Teladhan kebaikan merupakan cara terbaik untuk mengajak masyarakat melakukan kebaikan yang sama. Ing madyo Mangun Karso artinya jika kita berada di tengah-tengah orang yang kita pimpin, maka ciptakanlah peluang agar mereka dapat hidup mandiri dengan kekuatan sendiri. Dengarkan keinginan masyarakat sebagai orang yang dipimpin dan berilah kesempatan mereka untuk mengembangkan potensi dirinya secara baik. Tut Wuri Handayani artinya jika berada di belakang kita harus bisa mendorong, memotivasi orang agar mampu berkarya dengan lebih baik. Itulah ajaran yang dijadikan dasar pendidikan yang sampai sekarang dipakai dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Nah itulah sekilas jejak pahlawan pendidikan kita yang bernama Ki Hajar Dewantara. Banyak hal yang dapat kita teladani dari beliau untuk bisa mencapai kesuksesan hidup. Beberapa keteladanan tersebut adalah:
1.     Peduli terhadap penderitaan rakyat. Beliau rela menanggalkan gelar kebangsawanan hanya agar dekat dengan rakyat. Maka dari itu sebagai siswa kita harus pula menanamkan sikap peduli dengan orang-orang dan lingkungan di sekitar kita. Menolong sesama teman, menjaga kebersihan lingkungan, membantu guru dan orang tua merupakan salah satu cerminan dari sikap peduli.
2.     Pantang menyerah dalam menghadapi cobaan. Bahkan beliau sampai dibuang jauh dari orang tua. Akan tetapi hukuman buang itu tidak lantas menyurutkan semangat beliau untuk terus berjuang. Sebagai siswa kalian jangan mudah menyerah. Pantang menyerah artinya tidak gampang putus asa. Jika kita kesulitan mengerjakan PR, jangan kemudian PR kita tinggalkan tetapi berusahalah dengan meminta bantuan pada orang tua, teman, atau bertanya pada guru dengan meminta penjelasan cara pengerjaan soal yang dianggap sulit tersebut. Pokoknya, siswa hebat tidak akan menyerah.

3.     Setia kawan yang tergambar dari keseteiaan  teman-temannya (Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo) membela Ki Hajar Dewantara saat dihukum buang. Di sini juga diajarkan bagaimana kita harus membela yang benar meskipun berakibat kita akan mendapatkan hukuman. Kalian juga yah harus membela kebenaran dan saling membantu sesama teman. Kalau ada teman yang kesusahan, segeralah bantu agar kesusahan yang diderita temanmu itu menjadi berkurang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar