Pernah dengar Ki Hajar Dewantara? Yap, beliau adalah guru bangsa Indonesia yang meletakkan dasar-dasar pendidikan Indonesia. Seorang guru bangsa yang dengan rela berkorbannya berjuang demi derajat dan martabat warga bangsa. Guru bangsa yang ingin agar masyarakat memiliki kemandirian dan kepandaian agar sederajat dengan bangsa-bangsa lainnya. Ki Hajar Dewantara, karena jasa-jasa beliau diletakkan pula dasar-dasar pendidikan di Indonesia. Hari Lahir Ki Hajar Dewantara, Sang Guru Bangsa, ini diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional.
Siapa sih sebebanarnya Ki Hajar Dewantara? Ingin tahu? Yuk, kita kita ikuti cerita singkat beliau. Untuk leih mengenal jejak Sang Guru Bangsa Ini kita ikuti jejak langkahnya. Mudah-mudahan kita bisa meneladani langkahnya agar menjadi lebih baik lagi.
Gambar Ki hajar Dewantara (Suwardi Surya
Ningrat)
Sumber :Yahoo
Ki Hajar Dewantara
Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Nama asli yang diberikan oleh
ayahandanya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau berasal dari
lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Namun beliau bukanlah orang yang
sombong. Beliau sangat mencintai rakyat dan ingin selalu dekat dengan rakyat.
Ketika usia
beliau genap 40 tahun, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berganti nama menjadi
Ki Hadjar Dewantara. Penggantian nama itu dilakukan agar beliau bebas dekat dengan
rakyat. Dengan demikian, beliau tahu apa yang masyarakat butuhkan dan rasakan.
Beliau menyadari
bahwa untuk dapat membantu masyarakat memperjuangkan hidupnya, beliau harus
menjadi orang yang berpendidikan. Dengan pendidikan beliau akan dapat berjuang
lebih dalam ikut memecahkan persoalan masyarakat. Beliau menamatkan pen didikannya
Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda). Kemudian beliau sempat melanjutkan
ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Akan tetapi, karena sakit yang
dideritanya, di sekolah ini beliau tidak sampai tamat.
Untuk mengisi
kegiatan, beliau bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain
Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer dan Poesara. Ki Hajar Dewantara tergolong penulis handal. Hasil tulisannya
sangat bagus dan mampu membangkitkan semangat perjuangan bagi pembacanya. Hal
itu dilakukan karena rasa tanggung jawab dan keuletan yang dimiliki beliau.
Selain sebagai
wartawan, Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik.
Pada tahun 1908, beliau aktif di dalam organisasi kepemudaan yang bernama Boedi
Oetomo. Di sana beliau bertugas mensosialisasikan dan menggugah kesadaran
masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa
dan bernegara melalui tulisan-tulisan.
Berawal dari
tujuan memeroleh kemerdekaan, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi)
dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij pada tanggal 25
Desember 1912. Indische Partij
merupakan partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia.
Namun pemerintah
kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi
kehadiran partai ini. Hal itu disebabkan organisasi ini dianggap dapat
membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang
pemerintah kolonial Belanda.
Namun, Ki Hajar
Dewantara tak pernah menyerah. Setelah penolakan partainya, beliau membentuk
Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik
terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya
negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat
jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut. Kritikannya tersebut beliau
sampaikan melalui tulisannya berjudul Als
Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen
maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Di
anatar tulisannya tersebut belaiu menyampaikan kritikan yang berbunyi:
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak
akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah
merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak
adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan
untuk dana perayaan itu.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".
Karena tulisannya itu, Ki Hajar Dewantara
mendapatkan hukuman internering (hukum buang). Beliau dihukum buang ke Pulau
Bangka. Rasa setia kawan karena teman seperjuangan diperlakukan tidak adil,
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo melakukan protes. Mereka pun
menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hajar Dewantara. Pihak Belanda menganggap tulisan itu
menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akhirnya
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo juga terkena hukuman internering.
Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau
Banda.
Namun mereka
menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari
banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri
Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Kesempatan itu
dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden
Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte. Ki Hajar
Dewantara kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan
perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih
kemerdekaan.
Setelah pulang
dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah
perguruan yang bercorak nasional, Nationaal
Onderwijs Instituut Taman siswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli
1922. Perguruan ini sangat menekankan peserta didik agar mereka mencintai
bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Gambar Perguruan Taman Siswa
Sumber :Yahoo
Di samping
mengurusi pendidikan di Tamansiswa, beliau juga tetap rajin menulis. Tulisan-tulisannya
lebih banyak berisi tentang pendidikan dan kebudayaan. Tulisannya berjumlah
ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan
dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Bangsa ini perlu
mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa
secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat,
kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus
didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan. Untuk itu generasi muda harus
memahami benar akan arti pentingnya pendidikan.
Salah satu dasar
pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah Ing Ngarso sung Tulodha, Ing madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Ing Ngarso sung Tulodha artinya jika
kita berada di depan, menjadi pemimpin, menjadi orang yang dipercaya, jadilah
teladan bagi masyarakat. Teladhan kebaikan merupakan cara terbaik untuk
mengajak masyarakat melakukan kebaikan yang sama. Ing madyo Mangun Karso artinya jika kita berada di tengah-tengah orang
yang kita pimpin, maka ciptakanlah peluang agar mereka dapat hidup mandiri
dengan kekuatan sendiri. Dengarkan keinginan masyarakat sebagai orang yang
dipimpin dan berilah kesempatan mereka untuk mengembangkan potensi dirinya
secara baik. Tut Wuri Handayani
artinya jika berada di belakang kita harus bisa mendorong, memotivasi orang
agar mampu berkarya dengan lebih baik. Itulah ajaran yang dijadikan dasar
pendidikan yang sampai sekarang dipakai dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Nah itulah
sekilas jejak pahlawan pendidikan kita yang bernama Ki Hajar Dewantara. Banyak
hal yang dapat kita teladani dari beliau untuk bisa mencapai kesuksesan hidup.
Beberapa keteladanan tersebut adalah:
1.
Peduli
terhadap penderitaan rakyat. Beliau rela menanggalkan gelar kebangsawanan hanya
agar dekat dengan rakyat. Maka dari itu sebagai siswa kita harus pula
menanamkan sikap peduli dengan orang-orang dan lingkungan di sekitar kita.
Menolong sesama teman, menjaga kebersihan lingkungan, membantu guru dan orang
tua merupakan salah satu cerminan dari sikap peduli.
2.
Pantang
menyerah dalam menghadapi cobaan. Bahkan beliau sampai dibuang jauh dari orang
tua. Akan tetapi hukuman buang itu tidak lantas menyurutkan semangat beliau
untuk terus berjuang. Sebagai siswa kalian jangan mudah menyerah. Pantang
menyerah artinya tidak gampang putus asa. Jika kita kesulitan mengerjakan PR,
jangan kemudian PR kita tinggalkan tetapi berusahalah dengan meminta bantuan
pada orang tua, teman, atau bertanya pada guru dengan meminta penjelasan cara
pengerjaan soal yang dianggap sulit tersebut. Pokoknya, siswa hebat tidak akan
menyerah.
3.
Setia
kawan yang tergambar dari keseteiaan
teman-temannya (Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo) membela Ki
Hajar Dewantara saat dihukum buang. Di sini juga diajarkan bagaimana kita harus
membela yang benar meskipun berakibat kita akan mendapatkan hukuman. Kalian
juga yah harus membela kebenaran dan saling membantu sesama teman. Kalau ada
teman yang kesusahan, segeralah bantu agar kesusahan yang diderita temanmu itu
menjadi berkurang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar