Oleh: Farichin
Assalamu 'alaikum semua
Dalam rangka mengahadapi peraturan terkait dengan penilaian Kinerja Guru (PKG) dan juga Penilaian Kinerja Berkelanjutan (PKB) berikut saya sampaikan satu hal terkait dengan keprofesian guru. Salah satu butir penilaian PKB tersebut adalah pengembangan profesi dan pengembangan diri guru. Di situ salah satunya guru diharuskan memperoleh nilai dari publikasi ilmiah. Dengan demikian, guru dituntut untuk bisa menulis karya ilmiah.
terlepas dari pro dan kontra terhadap tuntutan guru membuat penelitaian atau karya ilmiah seperti dosen, rasanya akan lebih bijak kalau kita tahu lebih tentang karya ilmiah. Toh, tidak ada salahnya memiliki pengetahuan tentang bagaimana menulis karya ilmiah tersebut. Nah, artikel yang sederhana ini mudah-mudahan akan dapat membantu para guru untuk belajar membuat karya ilmiah yang salah satunya adalah Penelitian Tindakan Kelas alias PTK.
Bagaimana kriteria PTK yang baik? Dengan tahu kriteria tersebut, kita tidak akan salah menilai karya ilmiah atau PTK yang kita buat. Jangan sampai kita menganggap PTK kita bagus padahal tidak bermakna pada kaca mata asesor. Hasilnya tentu PTK kita tidak dinilai dan kita menanggung kecewa. Lalu buntut yang kadang tidak benar adalah untuk naik golongan pegawai setingkat lebih tinggi bukan sekadar menulis karya tulis ilmiah tetapi juga harus membayar sekian rupiah. Padahal, pendapat tersebut muncul tanpa dasar dan bersumber dari kekecewaan seseorang yang karyanya ditolak.
Ada beberapa indikator suatu karya ilmiah (PTK) dianggap baik sehingga layak dinilai dalam pengajuan kenaikan pangkat guru. Indikator tersebut dikenal dengan akronim APIK. Apa itu APIK? Ok, kita akan coba kupas satu-satu.
A (Asli) sebuah karya ilmiah dinilai bagus apabila itu adalah hasil karya asli atau original dari kita, Bukan hasil contekan karya orang lain baik sebagaian apalagi keseluruhan. Tentunya kalau itu karya contekan dan tidak akan dapat dilihat dari keseragaman gaya penulisan dan lain-lainnya. Makanya jangan coba deh untuk melakukan tindakan plagiat.
P (Perlu) sebuah penelitian dilakukan untuk memperbaiki suatu keadaan. Oleh karena itu, permasalahan yang diambil haruslah permasalahan yang dianggap penting atau perlu dilakukan penelitian. Kalau permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang tidak penting, buat apa penelitian tersebut dilakukan. Salah satu tanda suatu permasalahan dianggap penting untuk diteliti adalah adanya keterkaitan permasalahan tersebut dengan hal lain sehingga apabila permasalahan tersebut tidak segera diatasi akan berakibat atau berdampak luas. Sebagai contoh permasalahan pemahaman konsep hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) dianggap penting dalam penguasaan matematika. Dalam bahasa, penguasaan kosa kata dianggap penting dalam pemahaman bacaan.
I (Ilmiah) sebuah karya tulis semacam PTK harus ditulis dengan sistematika dan pola berpikir ilmiah. Tatatulis pun disesuaikan dengan aturan yang berlaku secara ilmiah. Sebagai contoh adalah aturan penulisan kutipan, catatan kaki, daftar pustaka, penulisan kata asing dan lainnya.
K (Konsisten) adanya hubungan antar bagian awal, isi, dan bagian akhir. Ibarat kata, karya tulis secara keseluruhan nyambung antarbagiannya. Sebagai gambaran kalau dipermasalahan ngomong A, maka di bagian tujuan juga nyambung ke A, Kajian teori pun berbicara tentang A, pembahasan atau hasilnya juga merupakan jawaban permasalahan A. Dan jangan lupa lampiran pun harus ada bukti atau instrumen yang digunakan sehingga kita bisa menemukan jawaban permasalahan tersebut.
Gitu saja ya, mudah-mudahan bisa bermanfaat. Kalau butuh pertanyaan bisa ditulis pada komen postingan ini.
Rabu, 31 Juli 2013
Jumat, 26 Juli 2013
Bab 2 – Dari Mekanika ke Tanggung Jawab Sosial (Buku Edwin B.Fillopo-Manajemen Personalia)
Oleh: Farichin
Pendekatan dalam manajemen Personalia
1. Pendekatan
Mekanis
Manajemen di Amerika telah unggul dalam pelaksanaan
Industri secara mekanik dan elektronik sehingga manusia diperlakukan sama
dengan suku cadang sebuah produksi yang dapat diganti atau dibuang. Ini menjadi
dasar munculnya pendekatan mekanis atau pendekatan barang dagangan (comodity
approach) yang menganggap buruh atau pekerja seperti modal usaha yang dapat
diperoleh semurah mungkin dan dipergunakan sepenuh mungkin. Pendekatan ini
memunculkan permasalahan seperti permasalahan personalia. Beberapa permasalahan
tersebut adalah:
1. Pengangguran
teknologis
adalah kehilangan pekerjaan karena pengembangan
mesin atau teknik kerja baru. Permasalahan yang muncul dari kondisi ini adalah
memperlambat kerja dan mengulur-ulur penggunaan peralatan yang padat kerja.
Solusi yang dikemukakan (diusulkan oleh Procter dan gamble) adalah pembagian
keuntungan usaha kepada karyawan, jaminan pengangguran, dan jaminan upah tahunan bagi karyawan yang telah
memenuhi syarat.
2. Keterjaminan
Ketidakterjaminan
karyawan memicu beberapaa hal seperti pembentukan serikat pekerja yang dapat
menjamin keterjaminan ekonomi pekerja. Dari pemerintah mengharuskan pengakuan
terhadap serikat pekerja tersebut untuk melindungi kepentingan karyawan.
3. Organisasi
buruh
Organisasi
buruh berbentuk serikat pekerja berjalan sangat berlahan karena beberapa faktor
seperti:
a. Depresi
ekonomi periodik yang muncul karena pekerja pekerja meninggalkan serikat buruh
demi mencari pekerjaan lain.
b. Imigrasi
yang mengakibatkan persaingan buruh yang mau dibayar dengan upah lebih kecil
daripada anggota serikat pekerja.
c. Daerah
garis depan (frontier)
d. Sikap
masyarakat yang bertentangan dengan pandangan serikat pekerja.
e. Sikap
badan pemerintah yang juga bertentangan dengan serikat pekerja
f. Penyimpangan
penggunaan tenaga dan dana serikat pekerja untuk pembaharu politik bukan
terkait dengan bisnis.
g. Perlawanan
dari pihak manajemen untuk melawan gerakan serikat pekerja.
Namun demikian, pertentangan di atas
justru semakin meningkatkan jumlah anggota serikat pekerja yang ada.
4. Kebanggaan
dalam bekerja
Struktur
organisasi yang dirancang secara ketat dan sistem kerja yang direncanakan
dengan tepat mengurangi kebebasan anggota organisasi pekerja karena pengalihan
pekerjaan kepada mesin. Menurut Chris Argyris kondisi seperti ini hanya
menuntut kepatuhan, kepasifan, penyerahan diri, dan perspektif jangka pendek.
Hal ini menimbulkan kegagalan psikologis dengan hilangnya kebanggaan pribadi
atas prestasi yang dicapai.
2. Paternalisme
Adalah konsep bahwa
manajemen harus mengambil sikap sebagai seorang ayah dan protektif terhadap
karyawan. pendekatan ini muncul tahun 1920 dengan manajemen personalia sebagai
kajian yang menarik. Pada dekade ini dikembangkan program personalia yang
sangat rinci dan menekankan kegiatan pada perbekalan perusahaan, perumahan
karyawan, fasilitas rekreasi, pendekatan ini untuk sementara berhasil menekan
perkembangan serikat buruh namun gagal membeli kesetiaan dan terima kasih
karyawan karena pekerja merasa bukan anak-anak lagi.
Dua ciri pendekatan
paternalisitik yaitu 1). Motif laba tidak boleh menonjol dalam keputusan manajemen
2). Keputusan terkait dengan jasa yang diberikan serta bagaimana cara
memberikannya berada di tangan manajemen.
Pada zaman
paternalistik ini muncul suatu aliran yang didasarkan pada eksperimen yang panjang dan mendalam tahun 1924 di
perusahaan Hawthorne Electrik Company.
Pendekatan ini dikenal dengan human relation dan juga Behavioral. Aliran ini menganggap moral karyawan
dipandang sebagai cara yang pasti untuk meningkatkan produktivitas.
3. Pendekatan
Sistem Sosial
Adalah
oraganisasi atau perusaan dipandang sebagai sistem pusat yang komplek dan
beroperasi dalam lingkungan yang komplek pula.
Salah satu subsistem
yang dianggap penting adalah personalia. Walaupun berada di bagian dalam,
manajer menyadari bahwa mereka tidak bisa memiliki kendali penuh terhadap bakat
dan sikap karyawan. Untuk itu diperlukan
strategi terbuka berupa penyesuaian, perundingan, himbauan, dan kompromi.
Dengan demikian akan munjadi sub-sub sistem yang informal yang akan memperkuat
sistem pusat.
Pertimbangan atas peran para anggota sistem di atas
memunculkan aliran kontjensi atau situasional. Pada aliran ini dilakukan
tindakn jika sistem luar memiliki kekuatan, sistem pusat akan menyesuaikakan
diri dan menampung kekuatan tersebut.
Namun jika sistem luar kurang kuat, sistem pusat akan menutup diri dan
beroperasi dengan efisjensi rasional.
Peran sosial Perusahaan
Masyarakat berharap
perusahaan memiliki kewajiban membantu masyarakat meskipun harus mengurangi
keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, eksekutif harus mempertimbngan tuntutan
masyarakat karena semua keputusan yang diambil eksekutif akan memiliki pengarus
sebab akibat terhadap kondisi sosial.
Dasar-dasar tanggung
jawab sosial dilandasi oleh pemikiran berikut ini
1) Maksimisasi
keuntungan jangka panjang dan tanggung jawab sosial pada dasarnya merupakan
konsep yang serupa.
2) Perubahan
etika manajer sesuai dengan perubahan norma masyarakat.
3) Perusahaan
akan merumuskan daftar tujuan sesuai dengan skala prioritas dengan memasukkan
nilai sosial nonekonomis.
4) Perusahaan
bertanggung jawab secara sosial sampai pada tingkat adanya ancaman pada
lingkungan yang bersangkutan.
Makin panjang jangka waktu dan proyeksi
bisnis dalam kaitan sosial, makin besar perusahaan memiliki tempat untuk
berkembang lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan perusahaan yang aktif dalam
kegiatan sosial cenderung semakin menguntungkan. Menurut pandangan sosiolog,
perkembangan tanggung jawab sosial diakibatkan dampak perubahan nilai budaya
para manajer perusahaan.
Namun, untuk mengantisipasi ancaman yang
mungkin muncul di kemudian hari, para
manjer malakukan penilian untuk mengurangi kekuatan yang mengancam dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
Ø Menimbun
hasil produksi untuk untuk mengurangi pengaruh terhadap pemogokan serikat
pekerja.
Ø Mempengaruhi
pejabat pemerintah dan menguapayakan personil perusahaan untuk menjadi anggota
panitia pemerintah.
Ø Pemasangan
iklan untuk mempengaruhi konsumen.
Ø Mengangkat
beberapa golongan minoritas untuk menjadi anggota dewan komisaris.
Ø Mengembangkan
berbagai macam sumber persediaan bahan untuk mengurangi pengaruh fluktuasi
produk tertentu.
Ø Menahan
laba untuk mengurangi kekuatan lembaga keuangan.
Ø Meminta
wakil pemegang saham untuk mengendalikan pemilihan dewan komisaris.
Kewajiban manajer personalia
Ø Menjamin
harapan terkait mutu kehidupan pekerja terpenuhi.
Ø Menjamin
organisasi mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku yang
mempengaruhi karyawan.
Ø Berpartisipasi
dalam perancangan dan pelaksanaan audit sosial secara periodik.
Selasa, 16 Juli 2013
PERMASALAHAN PENDIDIKAN
a. Beberapa isu masalah pendidikan pada skala lokal, regional, nasional, dan internasional.
Terkait dengan
isu-isu permasalahan pendidikan yang ada, dapat kita sebutkan beberapa isu
seperti pada skala internasional muncul isu standar pendidikan menggunakan
stndar ISO; pada skala nasional muncul isu terkait dengan kemunculan kurikulum
2013; pada skala regional muncul isu terkait dengan pengadaan sarana dan
prasarana terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi yang
tidak merata; dan pada tingkat lokal muncul isu terkait dengan rendahnya etos
kerja pendidik dan manajemen pendidikan yang diterapkan sekolah. Untuk itu
dalam bagian ini akan kita bahas isu-isu tersebut secara terpisah.
Pada skala
internasional memunculkan standarisasi pendidikan yang berskala internasional. Sertifikasi baik pada tingkatan pendidik dan lembaga pendidikan seolah
menjadi patokan standar terkait dengan mutu pendidikan. Selanjutnya,
lembaga pendidikan pendidikan juga seolah berlomba ingin memperoleh
sertifikasi ISO agar dianggap manajemen pendidikannya memenuhi standar
internasional. Padahal, menurut seorang pengamat pendidikan kecenderungan
standarisasi dan sertifikasi di dunia pendidikan dapat membawa pengelolaan
pendidikan dalam roh korporasi yang steril, kaku dan monoton, sedangkan dunia
pendidikan semestinya variatif, inovatif dan dialogis (Darmaningtyas 2012).
Dengan gambaran diatas maka menjadikan serfikasi ISO sebagai ukuran
keberhasilan manajemen pendidikan bukanlah langkah yang bijak. Manusia adalah
makhluk yang dinamis, sementara barang jadi (finished goods) di dunia
industri merupakan produk statis sehingga proses pembinaan dan pembentukan
manusia tidak bisa disamakan dengan proses penciptaan produk /barang jadi tersebut.
Jika proses pembentukan manusia dalam dunia pendidikan ini disertifikasi maka
hal ini sama dengan kegiatan korporatisasi yang mengabaikan sisi keunikan
manusia sebagai makhluk hidup yang dinamis dan penuh misteri.
Standarisasi mulai awal hingga akhir (input-proses-ouput) memang sangat
cocok untuk memproduksi barang jadi,tetapi tidak cocok untuk pembentukan
karakter/pendidikan manusia.
Namun persoalannya adalah standar manajemen yang seperti apa yang sesuai
dengan “nature” pendidikan? Saat ini tatkala membahas perihal standar
manajemen di insitusi pendidikan (termasuk di lembaga pendidikan Islam)
faktanya tidak dapat dilepaskan dari standar yang kerap diberlakukan pada
organisasi komersial. Untuk itulah selama dua hari (1-2 Desember 2012) di
Sekolah Pascasarjana dilakukan konreferensi international di bidang manajemen
pendidkan Islam yang mengangkat tema Membangun Manajemen Standar Islami (Building
Islamic Management Standards) yang dihadiri sejumlah pembicara tamu dari
Malaysia, Sudan, Libya dan Indonesia. Pembahasan berangkat dari nilai-nilai
utama Islam yang tersebar di dalam Al Quran, Hadist dan Sirah Nabawiyah serta
perjalanan sejarah peradaban Islam (Islamic civilization) dalam upaya menyaring
konsep, model dan teori yang berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Maka muncul
diantaranya istilah management based on Fiqh atau manajemen yang
berbasis fiqih.
Pada skala nasional, ,uncul
permasalahan terkait dengan diluncurkannya kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah upaya
penyederhanaan dan tematik integratif. Kurikulum ini dipersiapkan untuk
mencetak generasi yang siap menghadapi aneka tantangan globalisasi masa depan.
Kurikulum 2013 lebih difokuskan pada fenomena alam,sosial,seni dan budaya
melalui pendekatan tersebut diharapkan siswa memiliki kompetensi,sikap
ketrampilan dan pengetahuan yang jauh lebih baik.Sedikitnya ada Lima entitas
yang diharapkan mengalami perbaikan melalui kurikulum itu.Yakni,siswa,pendidik
dan tenaga kependidikan (guru),managemen dan satuan pendidikan,negara dan
bangsa, hingga masyarakat umum secara keseluruhan.Dalam kurikulum 2013 ada tiga
aspek yang menjadi fokus,yakni aspek filosofis,yuridis,dan konseptual.Perubahan
yang terjadi pada lima entitas itu juga menyentuh tiga aspek penting
tersebut.Ada empat standar dalam kurikulum yang akan berubah.Yakni, standar
kompetensi lulusan, standar proses,standar isi, dan standar penilaian.
Dengan isu kurikulum 2013 yang telah lewat pada
kenyataannya menjelang tahun pelajaran 2014 kurikum yang telah didengungkan
tidak diberlakukan pada semua sekolah, tetapi hanya sekolah tertentu yang telah
ditunjuk, hal ini sangat tidak konsisten dengan apa yang telah di isukan
sebelumnya. Pemerintah ternyata belum siap benar memberlakukan kurikulum 2013
pada semua sekolah.
Pada skala
regional, muncul permasalahan terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana
yang tidak merata di seluruh wilayah pada suatu daerah. Masih ada sekolah yang
kekurangan sarana dan prasaran pembelajaran sebagai upaya pelaksanaan pelayanan
minimal (SPM). Sementara itu di satu sekolah yang lain tampak sarana dan
prasarana berlebihan sampai-sampai tidak terpakai. Komputer LCD yang lebih dari
cukup tetapi tidak termanfaatkan secara maksimal oleh guru di sekolah tersebut.
Media pembelajaran yang dibiarkan menumpuk baik media yang berbasis komputer
maupun yang tidak. Kontradiksi tersebut tentunya dapat diminimalisir kalau
dinas pendidikan setempat lebih bijak dan adil dalam penyaluran anggran dan
atau sarana pembelajaran yang dikelola bukan atas dasar kedekatan dan tinggi
rendahnya kontribusi sekolah untuk oknum terkait dengan penyaluran dana
tersebut.
Pada skala lokal
kemunculan permasalahan pendidik dan manajemen pendidikan yang diterapkan
sekolah muncul sebagai akibat dari inkonsistensi. Beberapa oknum guru masih
dengan santai menanggapi perkembangan pendidikan yang riuh dibicarakan. Banyak
di anatarnya berprinsip apapun bentuk dan kurikulum yang berlaku, mengajarnya
tetap saja begitu. Mereka tidak menyadari peran pendidik yang begitu mulia
sebagai ujung tombak untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini. Dengan
kata lain masih banyak guru yang kompetensinya sebagai pendidik masih rendah.
Lalu bagaimana
sebenarnya kompetensi pendidik yang diharapkan oleh pemerintah? Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi
adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran,
ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan
sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan,
Majid
(2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan
kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan professional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.
Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut
dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Sofo
(1999:123) mengemukakan “A competency is
composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent
applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of
performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak
hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah
penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut
dalam pekerjaan.
Spencer
& Spencer (1993:9) mengatakan “Competency
is underlaying characteristic of an individual that is causally related to
criterion reference effective and/ or superior performance in a job or
situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang
berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu
pekerjaan dan situasi tertentu.
Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat
pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis
pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau
memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion referenced, karena
kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik
atau buruk, berdasarkan criteria atau standar tertentu.
Berdasarkan
uraian diatas kompetensi guru dapat diartikan sebagai penguasaan terhadap
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. Dengan demikian
kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan kualitas guru yang
sebenarnya. Kompetensi terus akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap professional dalam memajukan fungsi sebagai guru.
Berdasarkan pengertian tersebut, Standar Kompetensi Guru adalah suatu
pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan, dan disepakati
bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi
seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten.
b. Isu-isu masalah pendidikan apakah selalu negatif?
Isu permasalahan pendidikan tidak selalu berakibat
negatif baik pada skala lokal, regional, nasional, maupun internasional.
Negatif atau positif dari isu-isu tersebut bergantung pada bagaimana kita
menyikapi isu yang beredar. Pikiran positif dalam merefleksi isu-isu tersebut
tentunya akan menjadi bagi kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Sementara itu, isu negatif juga hanya akan menjadi polemik yang tidak
memberikan solusi.
Sebagai gambaran terkait dengan diluncurkannya
kurikulum 2013 yang menimbulkan kontroversi dalam dunia pendidikan, kita dapat
berpikiran positif atau negatif tanpa berarti melakukan dukungan atau
penolakan. Dengan pikiran positif, kita dapat memunculkan beberapa tindakan
seperti:
1)
Lebih
banyak belajar dan membaca bagaimana
harapan dan tujuan kurikulum 2013 sehingga menangkap esensi yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian tidak akan salah langkah dalam mengaplikasikan
kurikulum tersebut di sekolah.
2)
Memotivasi
guru untuk memperkaya pengetahuan dalam pedagogik dan psikologi untuk dapat
menciptakan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan tahap psikologis siswa
sehingga kompetensi yang diajarkan akan lebih diterima bagi mereka.
3)
Memacu
sekolah untuk mengadakan pelatihan bagi guru baik pada tingkat lokal, regional,
ataupun nasional yang tentunya hasil dari pelatihan tersebut akan meningkatkan
kompetensi pedagogik dan profesional pendidik.
c. Manfaat isu bagi kemajuan dunia pendidikan.
Bagi dunia
pendidikan, isu-isu yang terjadi dapat menimbulkan akibat baik yang positif
maupun negatif. Akibat yang negatif akan menjadi penghalang kemajuan dunia
pendidikan sementara akibat yang positif akan menjadikan kebermanfaatan bagi
dunia pendidikan di Indonesia.
Sebagai contoh
isu tentang pemberlakuan kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara bertahap dan
terbatas memunculkan beberapa manfaat. Manfaat yang mungkin bisa dipetik dari
isu tersebut antara lain:
1)
Sekolah
giat melakukan pelatatihan-pelatihan terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2013
yang diharapkan oleh pemerintah. Dengan pelatihan tersebut, pengetahuan guru
bertambah yang artinya wawasan guru dalam dunia pendidikan semakin kaya.
2)
Guru
dibangkitkan semangat untuk berkreasi dan berinovasi untuk membuat rancangan
atau desain pembelajaran yang memungkinkan untuk diterapkan pada kurikulum
2013.
3)
Guru
sebagai ujung tombak pendidikan ditantang untuk berkarya dalam pengadaan buku
pelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 karena ketersediaan buku-buku yang
dijadikan komplenan pada pelaksanaan kurikulum 2013 tentunya belum tersedia
dengan cukup dan sesuai harapan.
4)
Semakin
terbukanya guru untuk mengadakan penelitian terkait dengan kompetensi yang ada
pada kurikulum 2013 sebagai bentuk pengembangan diri yang diharapkan
pemerintah. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan berkualitas.