Kepemimpinan harapan? pertanyaan tersebut sepertinya menggelitik bagi kita. Yap, karena kita telah lama mendambakan pemimpin yang baik, sesuai dengan harapan masyarakat. Namun ingat, kalau kita mau kepemimpinan seorang pemimpin yang baik, belajarlah dari kita dulu. Islam mengajarkan pada kita bahwa setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintakan pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya tersebut. Nah, pada bagian ini akan disampaikan sedikit konsep dasar tentang kepemimpinan. dari sini kita dapat mulai belajar menjadi pemimpin yang baik.
Terdapat tiga jenis kepemimpinan
yang dipandang representatif dengan tuntutan era desentralisasi, yaitu
kepemimpinan trasaksional, kepemimpinan transformasional, dan kepemimpinan
visioner. Ketiga tipe kepemimpinan ini memiliki titik konsentrasi yang khas
sesuai dengan jenis permasalahan dan mekanisme kerja yang diserahkan pada
bawahan (Komariah dan Triatna, 2005:75-82)
Kepemimpinan transaksional adalah
kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan. Pemimpin adalah
seorang yang men-design pekerjaan
beserta mekanismenya, dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai
dengan kemampuan dan keahlian.
Kepemimpinan transaksional juga
dipandang sebagai contingent reinforce-ment atau dorongan kontingen
dalam bentuk reward dan punishment yang telah disepakati bersama
dalam kontrak kerja, yaitu manakala para staf menunjukkan keberhasilan atau
kemajuan dalam mencapai sasaran target yag diharapkan, mereka mendapatkan contingent positif berupa imbalan. Namun, apabila staf menunjukkan
kinerja sebaliknya, yaitu menunjukkan kegagalan atau ditemukan berbagai
kesalahan maka dorongan contingent
negatif atau aversif dapat dikenakan
berupa hukuman yang telah disepakati.
Pemimpin transformasional adalah
pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan
mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tapi di masa datang. Oleh karena
itu, pemimpin transformasional adalah adalah pemimpin yang dapat dikatakan
sebagai pemimpin yang visioner.
Pemimpin yang transformasional
adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi
peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik.Katalisator adalah sebutan lain
untuk pemimpin transformasional karena ia berperan meningkatkan segala sumber
daya manusia yang ada. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan
daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa
perubahan.
Kepemimpinan visioner salah satunya
ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga dari
rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai dari
pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan pendidikan,
penentuan sasaran dari
rumusan visi tersebut dikenal dengan penentuan sasaran bidang hasil pokok.
Kepemimpinan visioner adalah
kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan,
mengomunikasikan/mensosialisasikan/mentransformasikan, dan mengimplementasikan
pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil
interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholder. Yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa
depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil.
Pendekatan yang paling umum
terhadap studi kepemimpinan terpusat pada sifat-sifat kepemimpinan (sifat
teori). Teori sifat (pendekatan sifat) berpendapat
bahwa seseorang pemimpin itu dikenal melalui sifat-sifat atau karakteristik
pribadinya.Dengan demikian secara umum keberhasilan seorang pemimpin ditentukan
oleh sifat-sifat jasmaniah dan rokhaniahnya.
Pada zaman ini Negara Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Kehidupan
berbangsa telah kehilangan tokoh, kehilangan pahlawan yang seharusnya mampu
melindungi masyarakat. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat dijajah
oleh pemimpin sendiri. Konsep demokrasi yang digembor-gemborkan oleh para
pemimpin hanya menghasilkan politisi tamak, rakus dan korup. Sangat banyak
pemimpin yang haus akan kekuasaan. Mereka berlomba — lomba menjadi penguasa
untuk mendapat fasilitas, uang dan pengaruh. Sehingga dengan sangat mudah
mereka menggunakan dan memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan tahtanya
sendiri. Pekerjaan utamanya adalah korupsi dimana mana. Hampir di semua poros
kekuasaan, korupsi telah menjadi perilaku yang melekat pada siapapun. Proses
kecurangan yang terus menerus membawa negeri ini didera kesusahan.
Dinamika kehidupan sosial dan politik bangsa saat ini cukup menegangkan.
Hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
aturan dan tatanan kenegaraan yang ada. Konstelasi sosial politik yang
dilahirkan selama ini, setidaknya sejak didengungkannya reformasi dalam semua
aspek kehidupan, belum membawa perubahan yang sangat berarti bagi masyarakat
secara luas. Malah sebaliknya, masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi yang
sulit. Infrastruktur dan regulasi yang semrawut, degradasi moralitas, sosial
politik yang tidak stabil, dan pemimpin yang bermental “tempe” adalah
kondisi-kondisi yang dihadapi masyarakat saat ini. Maka
wajar apabila kemudian masyarakat menuntut perlunya perbaikan dan perubahan
yang lebih mendasar dan berkepentingan bagi semua orang.
Kondisi seperti itu tentunya
hanya akan membuat masyarakat semakin jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan
saat ini baru merupakan
kesejahteraan kaum Borjuis tetapi belum untuk kaurn Marhaen. Untuk itulah
masyarakat sangat menginginkan adanya perubahan. Masyarakat sudah bosan dengan
tingkah laku pemimpin tim yang melihat politik semata — mata karena kursi
kekuasaan. Mereka terkesan jalan di tempat, anti perubahan, dan selalu menganggap
din paling benar. Masyarakat seningkali beranggapan bahwa anak muda tidak bisa
menjadi pemimpin. Padahal banyak anak muda pintar tapi tidak memiliki
keberanian. Itu yang membuat para pemimpin tua menjadi betah duduk di kekuasaan
dan terus membodohi masyarakat. Kaum muda dianggap tidak berpengalaman. Lalu
bagaimana mungkin kaum muda bisa memiliki pengalaman jika kaum muda tidak
pernah di berikan kesempatan untuk memimpin? Pemimpin tua menjadi kuat karena
mereka di ben kesempatan, sehingga mereka berpengalaman yang akhirnya dapat
membentuk jaringan yang luas dan mengakar. Lantas kapan kesempatan kaum muda
untuk memimpin jika para pemimpin tua tidak mau digeser dan kursi kekuasaan?
Salah satu yang membuat ‘cedera’ bangsa Indonesia saat ini belum sembuh secara
total diantaranya adalah masyarakat belum menemukan “satria piningit”
(pemimpin) yang mampu membawa masyarakat ke arah yang lebih berarti. Persoalan
mendasar dari fenomena tersebut adalah terjadinya degradasi kepercayaan (trusting
leader) terhadap pemimpin negara. Alasan sederhana yang dikemukakan adalah
pemimpin yang pernah lahir dan sebelumnya dipercaya rakyat, tidak mampu
mengangkat kehidupan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Bahkan dalam
pandangan sebagian rakyat Indonesia, justru pemimpin-pemimpin yang ada semakin
membawa keterpurukan yang sudah terjadi sebelumnya.
Para pemimpin muda yang berjiwa tua, pengecut dan anti perubahan, serta
pemimpin tua yang kolot dan haus akan kekuasaan harus segera disingkirkan.
Terobosan berani harus di tempuh. Tidak bisa lagi pemimpin berputar — putar
pada manusia itu — itu lagi. Mereka hanya memberikan hiburan intelektual yang
memuaskan nafsu otak dan bukan segenap langkah yang bisa menjadi panduan
bergerak bersama. Mungkin karena itu, gerakan kehilangan kekuatan dan imaginasi
perubahan.
Secara sederhana, pemimpin bisa diartikan sebagai seseorang yang dipercaya
oleh para pengikutnya (konstituen) untuk mengatasi persoalan yang
menyangkut kepentingan orang banyak, memiliki responsibility yang
tinggi, memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, bermoral, tangguh dan
berani menghadapi tantangan apapun, disayangi dan disenangi oleh para
pengikutnya, dan mampu membawa lembaga atau institusi yang dia pimpin menuju
perubahan yang konstruktif. Manifestasi dari seorang pemimpin adalah dia tidak
hanya seorang manajer yang handal, namun juga seorang perencana yang baik,
melakukan proses kerja secara maksimal dan mampu menunjukkan hasil yang
memuaskan banyak pihak. Dan yang terpenting adalah memiliki banyak cara untuk
menghadapi persoalan yang timbul. Karena itu, bila dihubungkan dengan sosok
pemimpin Indonesia saat ini, kemampuan-kemampuan seperti di atas sepenuhnya
belum dimiliki.
Konsepsi dan logika kepemimpinan dalam transisi masyarakat Indonesia sekarang
mungkin sangat beragam. Hal ini disebabkan konstruksi pemikiran (logika)
tentang pemimpin yang dibangun selama ini juga bervariasi antara satu dengan
lainnya. Hal tersebut juga tidak terlepas dari pengaruh budaya dari masyarakat
atas model kepemimpinan yang mereka pandang.
Model kepemimpinan masyarakat Jawa berbeda dengan model kepemimpin
masyarakat Sumatera, juga berbeda dengan model kepemimpin masyarkat di daerah
lainnya. Di Jawa, misalnya, mereka menganggap kepemimpinan merupakan proses
yang sakral dan tunggal. Karena itu, model yang dibentuk lebih didasarkan pada
trah dan hubungan keluarga. Anggapan bahwa pemimpin dilahirkan oleh keluarga
pemimpin tetap mendominasi ranah berpikir masyarakat. Konsepsi seperti demikian
bisa kita lihat dalam model kepemimpinan yang dijalankan mantan Presiden
Suharto beberapa tahun yang lalu.
Hal ini bertentangan dengan konsepsi model kepemimpinan demokrasi yang
mensyaratkan adanya sirkulasi kepemimpinan. Setiap orang memiliki peluang yang
sama untuk menjadi pemimpin. Dalam konsepsi kepemimpinan demokrasi, logika yang
dipakai sebagian besar adalah pengetahuan dan keluasaan wawasan, dan bukan
berdasarkan trah dan hubungan kekeluargaan.
Salah satu pondasi dasar dari pandangan dan pemikiran demokrasi adalah
kemajemukan dan menghargai perbedaan. Selain itu, Demokrasi juga dipandang
sebagai nilai bersama suatu bangsa dalam membangun sistem pemerintahan negara
yang bersumber dari rakyat. Dengan kata lain, demokrasi menjadi sebuah
pre-skripsi yang bermuatan nilai moral dan menjadi sebuah norma. Keberhasilan
suatu bangsa dan suatu negara tidak hanya diukur dari neraca perekonomian,
tingkat kesejahteraan dan pendidikan, tetapi juga diukur melalui seberapa jauh
suatu bangsa dan negara melaksanakan demokrasi dengan bentuk tertentu dari
demokrasi yang dianggap sebagai bentuk ideal sebagai patokan ukuran
keberhasilan pelaksanaan demokrasi.
Untuk memahami demokrasi, ada dua pendekatan yang sering digunakan para
ilmuwan politik. Pertama, secara normatif dimana demokrasi dipahami
sebagai sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh
suatu negara (demokrasi diartikan sebagai tujuan atau resep tentang bagaimana
demokrasi itu seharusnya). Pengertian umum ini dapat dilihat dari ungkapan
bahwa demokrasi itu adalah pemerintahan oleh rakyat dari rakyat dan untuk
rakyat.
Kedua, secara empiris dimana demokrasi berkenaan dengan
perwujudannya dalam kehidupan politik praktis dan sistem politik yang ada.
Banyak teori tentang demokrasi itu berada pada tingkat normatif, sementara
literatur tentang demokratisasi dicirikan oleh pendekatan empiris.
Kriteria-kriteria untuk melihat sebuah bentuk pemerintahan demokratis atau
tidak bersumber pada pendekatan empiris ini. Walaupun penerapan demokrasi di
beberapa tempat melahirkan bentuk demokrasi yang beragam, akan tetapi ada
kriteria universal yang berlaku bagi semua tempat yang melaksanakan demokrasi.
Kriteria universal untuk mengukur demokrasi itu dapat dibagi menjadi lima
(Afan Gaffar, 2000) yaitu, pertama, akuntabilitas, yang berarti setiap
pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan
kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Kedua, Rotasi
kekuasaan. Bahwa dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus
ada dan dilakukan secara teratur serta damai. Tidak hanya satu orang yang
selalu memegang jabatan sementara peluang orang lain tertutup sama sekali.
Ketiga, rekrutmen politik terbuka. Untuk memungkinkan
terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan adanya suatu sistem rekrutmen politik
yang terbuka. Artinya setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu
jabatan politik dengan dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam
melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.
Keempat, pemilihan umum. Bahwa dalam suatu negara demokrasi
pemilu dilakukan secara teratur dan setiap warga negara yang sudah cukup dewasa
mempunyai hak untuk dipilih serta memilih tanpa ada rasa takut atau paksaan
dari orang lain. Dan kelima, menikmati hak-hak dasar, yang berarti
setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas,
termasuk didalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk menikmati
kebebasan pers, dan hak untuk berkumpul dan berserikat.
Dalam segala bentuk pemerintahan, demokrasi tentunya merupakan suatu bentuk
yang paling baik, atau paling tidak ia memiliki kelemahan paling sedikit
dibandingkan bentuk pemerintahan lainnya. Bentuk pemerintahan yang
demokratislah yang menjadi substansi dari reformasi dan menjadi kehendak
segenap rakyat Indonesia, termasuk pula model kepemimpinan yang hendak
diselenggarakan didalamnya. Persoalannya, di tengah derasnya arus demokratisasi
ala barat saat ini, bagaimana sebetulnya konsep kepemimpinan yang berlandaskan
pada nilai-nilai demokrasi yang bersumber dari nilai dan norma yang dianut oleh
Bangsa Indonesia? Penjabaran dari konsep ini nantinya diharapkan akan
memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kepemimpinan Indonesia di era
demokrasi.
Hampir lima belas tahun
telah berjalan sejak reformasi tahun 1998,
semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara
digulirkan, dinamika kehidupan sosial dan politik bangsa saat ini kembali
memanas. Pasang surut nilai kepercayaan masyarakat terhadap tatanan politik
yang ada dan kepemimpinan yang diselenggarakan terus terjadi. Salah satu
sumbernya adalah dimana konstelasi sosial politik yang dilahirkan selama ini,
dirasakan masih jauh dari harapan masyarakat secara luas. Malah tak jarang
masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi yang serba sulit. Infrastruktur dan
regulasi yang masih semrawut, degradasi moralitas, sistem politik yang tidak
stabil, dan sebagainya adalah kondisi-kondisi yang dihadapi masyarakat saat
ini. Karena itu, wajar apabila kemudian masyarakat menuntut perlunya perbaikan
dan perubahan yang lebih mendasar dan berkepentingan bagi semua orang. Dan itu
perlu dimulai dari modal kepemimpinan yang memenuhi harapan masyarakat.
Sayangnya, kecenderungan masyarakat Indonesia masih menganggap persoalan
kepemimpinan merupakan ranah yang hanya bisa dimasuki oleh sebagian kecil
orang. Dalam kepercayaannya, mereka merupakan orang-orang pilihan dari Sang
Maha Pencipta, dan dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin dalam masyarakat.
Persoalan simbolisasi juga merupakan satu hal yang penting bagi kepercayaan
yang dianut masyarakat. Simbol-simbol yang dibawa oleh seorang pemimpin sangat
berbeda dengan simbol yang dibawa masyarakat awam. Penggambaran paling jelas
bisa sama-sama kita lihat dalam proses pemerintahan sekarang.
Tentunya kita atas nama masyarakat umumnya, sangat mengharapkan
pemimpin masa depan Indonesia yang memiliki keberanian, terang kepekaan, dan
kehendak untuk melihat politik bukan semata-mata kursi
kekuasaan. Dan sosok pemimpin ideal hanya dapat ditemukan path pemimpin muda.
Karena anak muda masih memiliki keberanian untuk menggetarkan jiwa, hati, dan
keteguhan rakyat yang di tindas. Anak muda selayaknya mampu membangunkan jiwa —
jiwa yang sekarang ini sedang menginginkan perubahan. Mereka memiliki pikiran
muda yang selalu menentang arus, anti kemapanan, dan nekad. Mereka juga
memiliki gagasan muda yang cerdik, berani, imaginative, dan mengejutkan. Mereka
tidak hanya sekadar teori, namun memiliki gerakan muda yang alternatif dan
progresif. Sosok pemimpin seperti inilah yang selalu diimpikan masyarakat.
Pemimpin yang selalu memiliki inovasi barn tentang apa yang diinginkan
masyarakat. Khususnya path zaman globalisasi sekarang mi, masyarakat
mengharapkan pemimpin yang memiliki kearifan lokal, yaitu berpikir global namun
bertingkah laku lokal. Apalagi saat terjadi pasar bebas. Pemimpin diharapkan
mampu membuka kesempatan keija dan memberikan pekeijaan kepada semua warga
negara. Ekonomi harus didasarkan pada kolektivisme, dimana inisiatif perorangan
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan harus diarahkan pada
kemakmuran bersama. Kepentingan pribadi harus ditentang. Yang dibutuhkan oleh
tanah air kita kini adalah otot — otot yang kerasnya sebagai baja, urat saraf
yang kuatnya sebagai besi, kemauan yang kerasnya sehagai batu hitam yang tiada
sesuatu benda bisa menahannya, Tidak hanya kuat secara fisik, namun juga harus
memiliki kecerdasan spiritual, yaitu kearifan jiwa yang nilainya bersumber dan
agama. Kecerdasan emosional, yang mampu mengendalikan amarah, bertanggung
jawab, motivasi, dan kesadaran din. Serta memiliki kecerdasan intelektual untuk
dapat menganalisis masalah, menghitung, serta merencanakan sesuatu. Seorang
pemimpin hendaknya ide dan cita — citanya harus lebih tinggi daripada mated dan
kehidupan duniawi. Kepedulian dan empati tidak cukup. Butub pergerakan yang
besar dan terus menerus menanamkan kecintaan pada tanah air. Anak mudajuga bisa
menjadi politisi yang andal. Kaum muda progresif saatnya untuk diberi peluang,
akses, dan kesempatan. Saatnya kaum muda merebut kendali kepemimpinan untuk
memimpin negeri. Dengan modal intelektual dan jaringan akan membuat para
pemimpin muda mahir mengawal perubahan.
Lalu bagaimanakah kriteria
pemimpin yang baik yang akan menjadi harapan bangsa dan masyarakat? Tidak ada
kriteria yang jelas memang, tetapi pemimpin sejati adalah pemimpin yang tak hanya peduli pada diri dan keluarganya
sendiri, ia juga lebih peduli pada rakyatnya. Berharap ke depan, akan lahir pemimpin baru. Ada beberapa
kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin negara Indonesia yang besar
ini. Adapun kriteria pemimpin tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beriman.
Ini hal yang
utama menurut saya. Jika pemimpin punya iman, maka dia akan bekerja untuk
Tuhan. Bukan untuk siapapun. Ia akan meyakini, bahawa bekerja sebagai pemimpin
adalah bentuk pengabdiannya kepada Tuhan. Bukan kepada yang lain. Maka ia akan
selalu menjaga rambu-rambu fikir dan buatnya agar tidak melenceng dari ajaran
kebaikan. Jika imannya sudah benar, maka sifat-sifat kebaikan akan hadir dengan
sendirinya. Jadi ini modal utama, menurut saya.
2. Cerdas
Beriman saja
tidak cukup, jika pemimpin tersebut kurang ilmu alias bodoh. Maka seorang
pemimpin harus cerdas. Karena seorang pemimpin yang cerdas akan bisa bertindak
bijak. Tidak asal mengambil keputusan dan tau apa yang harus diperbuatnya.
Seorang pemimpin yang cerdas tentu mampu melahirkan ide-ide cemerlang dalam
membangun bangsa untuk lebih bermartabat.
3. Jujur
Pemimpin
sebuah negara harus jujur. Karena kalau pemimpin tersebut tidak jujur, bisa
dipastikan rakyatnya juga akan banyak menjadi pembohong. Tidak akan ada program
dari pemerintahnya yang mengedepankan kejujuran. Dapat dipastikan rakyatnya
bakal sengsara dan menderita, karena kebohongan ada di mana-mana. Dan bentuk
kebohongan itu adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
4. Adil
Jadi
pemimpin ya harus adil pada semuanya. Jika tidak, maka akan banyak terjadi
pemberontakan dimana-mana. Karena ketidak puasan terhadap kebijakan pemerintah
yang pilah-pilih alias tak adil. Hukum harus ditegakkan, tak pandang
bulu.Janggan hanya hukum berlaku pada rakyat jelata,tapi pada semua elemen
masyarakat termasuk keluarga,kolega dan pejabat negara. Pemimpin harus adil
dalam segala hal termasuk terhadap pembagian jatah hak rakyatnya. Bukankah kita
bisa mengambil pelajaran dari pemberontakan di Aceh dengan GAM nya? Belakangan
Papua juga bergejolak,tak dapat dipungkiri ini juga masalah ketidak adilan.
5. Tegas
Pemimpin itu
harus tegas,jangan gak jelas. Ketegasan diperlukan karena jika tidak semua
masalah akan berlarut-larut dan tidak akan jelas penyelasaiannya. Keragu-raguan
dalam mengambil kebijakan karena ketidak tegasan pemimpin akan hadir ketidak
pastian aturan. Harga diri bangsa juga akan jatuh, jika pemimpin tidak tegas
mengambil keputusan terhadap penghinaan yang dilakukan negara lain terhadap
negara yang dipimpinnya. Tapi tegas, juga bukan berarti keras. Tegas,
menunukkan seorang punya prinsip atau tidak.
6. Merakyat
Tidak ada
pemimpin jika tidak ada rakyatnya. Maka seorang pemimpin harus merakyat. Bukan
hanya duduk tenang dalam nyamannya istana. Ada banyak pemimipin dunia yang
dekat dengan rakyatnya. Jika kita membaca sejarah islam tentu kita akan
menemukan nama seperti Umar bin Khatab, dan Umar bin abdul azis. Tapi jujur,
ketika seorang mantan gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dan istrinya,mengetuk pintu
rumah seorang nenek di Aceh besar untuk makan sahur bersama dengan lauk apa
adanya. Nenek tersebut tidak mengetahui jika orang yang menumpang sahur di
rumahnya itu adalah orang nomor satu di daerahnya. JiKa Umar adalah pemimpin di
masa lalu, tapi masih ada juga pemimpin yang mau seperti mereka. Saya tidak
ingin mengatakan seorang Irwandi seperti Umar, terlepas dari kekurangannya
dalam pemimpin Aceh tapi saya salut akan sifat merakyat yang dimilikinya.
Contoh lain adalah Menteri BUMN, Dahlan Iskan yang biasa aja kalau harus naik
kereta bercampur baur dengan rakyat biasa. Tanpa merasa risih dan minta
pelayanan lebih. Sikap ini pantas menjadi contoh oleh para pemimpin. Pemimpin
merakyat akan dicintai oleh rakyatnya. Bukan merakyat hanya pada saat kampanye
karena ingin dipilih.
7. Amanah
Seorang
pemimpin haruslah amanah dengan tugas yang sudah dipercayakan oleh rakyat
untuknya. Karena rakyat memberi kepercayaan terhadap pemimpinnya untuk membantu
mereka bukan untuk menindas mereka.
8.
Bertanggung Jawab
Pemimpin
adalah orang yang dipercaya oleh rakyatnya, maka apapun yang ia lakukan harus
dengan penuh tanggung jawab.
9. Tulus
Ketulusan
merupakan sikap yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin. Ketulusan seorang
pemimpin dalam bekerja melaksanakan tugas-tugasnya pasti akan menyejahterakan
rakyatnya. Karen ia bekerja bukan karena mengharap pujian atau imbalan yang
lebih dari siapapun. Tapi murni untu rakyat yang memberi kepecayaan padanya.
10. Berjiwa
besar
Pemimpin
haruslah berjiwa besar, siap dikritik oleh siapa saja. Tidak perlu emosi
menaggapi berita miring tentang dirinya. Melainkan berlapang dada dan
mengevaluasi apa yang telah diperbuatnya.
11. Hidup
sederhana
Seorang
pemimpin tak sepantasnya hidup bermewah-mewah sementara masih ada rakyatnya
yang untuk makan sehari saja tidak ada. Pemimpin itu harus hidup sederhana.
Jika pada masa lalu ada Umar bin Khatab yang istananya adalah mesjid dan hidup
bersama anak-anak yatim. Maka sekarang ada Ahmad Dinejad presiden Iran yang
kesederhaannya pantas dicontoh oleh para pemimipin.
12. Berjiwa
Sosial
Pemimpin
harus memiliki jiwa sosial, sehingga ia tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri
tapi juga harus untuk orang lain. Sehingga tak sungkan membantu rakyatnya yang
membutuhkan. Karena pemimpin adalah tempat rakyatnya menganntungkan harapannya
utuk kehidupan mereka selain Tuhan yang diyakini yang menetukan hidup mereka.
Dalam
kaitannya dengan pemerintahan negara, diperlukan pemimpin negara yang handal
yang akan mampu membawa rakyat menuju ke arah sejahtera seperti tertuang dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mensejahterakan kehidupan rakyat.
Dengan pemimpin negara yang baik, amanat UUD 45 tersebut akan menjadi tanggung
jawab dan tugas mulianya selama dia menjabat sebagai presiden.
Lalu
bagaimanakan kriteria presiiden yang baik? Sekali lagi tidak da batasan
kriteria presiden selaku pemimpin negara yang baik. Namun, paling tidak
pendapat berikut ini dapat dijadikan patokan awal untuk menentukan presiden
atau pemimpin negara yang baik. Negara ini membutuhkan seorang
pemimpin yang mampu melakukan perubahan menuju lebih baik lagi untuk negara
ini. Mampu mengatasi segala permasalahan yang ada. Serta mampu menjadi pemimpin
yang baik untuk rakyatnya, terutama rakyat kecil. Oleh karena itu, sebagai
seorang presiden masa depan haruslah mempunyai kriteria yang menjanjikan
rakyatnya. Berikut beberapa kriteria yang harus dimiliki seorang presiden masa
depan, yaitu:
1. Iman
Sebagai
seorang presiden masa depan, kriteria pertama yang harus dimilikinya, yaitu
iman. Ia harus mempunyai iman yang kuat, agar ia mampu memimpin negara ini
dengan baik. Dengan iman pula, ia dapat memberikan contoh pada bawahan dan
rakyatnya agar dapat beriman juga. Ia pun sangat dekat dengan Tuhan Yang Maha
Esa, karena keimanannya yang kuat. Sehingga ia akan sulit tergoyahkan bila
dihasut oleh orang lain. Ia akan berprinsip bahwa apa yang diyakininya adalah
benar.
2.
Berintegritas kuat, amanah, dan memegang teguh apa yang diyakininya
Kriteria
berikutnya untuk menjadi seorang presiden masa depan, ia harus memiliki
integritas yang kuat, amanah, dan memegang teguh yang diyakininya. Ia harus
berintegritas kuat, sehingga rakyat dapat menilainya dari perkataan yang sesuai
dengan perbuatannya, bukan hanya janji-janji semata. Semakin kuat
integritasnya, semakin banyak rakyat percaya kepadanya. Ia juga harus amanah.
Seorang pemimpin negara ini memang harus benar-benar amanah, sesuai apa yang
diinginkan rakyat. Ia pun memegang teguh apa yang diyakininya, tidak mudah
terhasut oleh orang lain. Ini ada kaitannya dengan kriteria pertama, yaitu iman
yang kuat. Sehingga ia benar-benar teguh memegang apa yang diyakininya benar,
karena imannya juga kuat.
3. Arif,
adil, dan bijaksana
Seorang
presiden masa depan harus memiliki sikap arif, adil, dan bijaksana. Ia
benar-benar adil terhadap seluruh rakyatnya, terutama untuk rakyat kecil yang
sulit terjangkau. Jika ia tidak bisa berlaku arif, adil, dan bijak, ia takkan
disukai rakyat.
4. Menjadi
suri teladan
Maksud
menjadi suri teladan, yaitu menjadi contoh yang baik, sehingga rakyat dapat
meniru dan mencontoh segala perbuatannya yang positif dan baik. Diharapkan
sebagai seorang presiden masa depan dapat menjadi suri teladan rakyatnya.
Perbuatan presiden yang baik, pasti akan mempengaruhi terhadap rakyatnya.
5. Tegas
Sebagai
seorang presiden masa depan yang diimpikan seluruh rakyat, ia harus tega atas
segala hal yang berkaitan dengan negara dan rakyatnya. Ia harus bisa menilai
mana yang benar dan salah, sehingga ia dapat berlaku tegas pada siapa pun. Baik
kepada para pejabat tinggi, anggota DPR, maupun rakyat biasa.
6. Jujur dan
bertanggung jawab
Sebagai
presiden masa depan sudah seharusnya ia jujur dan bertanggung jawab.
Kejujurannya dalam memimpin negara ini sangat diimpikan seluruh rakyat. Memang
seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu jujur dengan dirinya
sendiri, maupun dengan rakyatnya. Ia pun harus bertanggung jawab atas segala
hal yang dilakukannya terhadap negara dan juga rakyatnya.
7.
Mengutamakan kesejahteraan rakyat
Sebagai
presiden masa depan haruslah lebih mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Ia
harus tahu segala yang terjadi pada rakyatnya, sehingga ia dapat menilai apakah
rakyatnya itu sudah sejahtera atau belum. Bila ia tidak bisa menyejahterakan
rakyat, ia tidak akan menjadi pemimpin yang baik untuk rakyat.
8. Mengatasi
masalah yang ada, dan memberikan solusinya
Seorang
presiden harus mampu mengatasi setiap masalah yang ada pada rakyatnya. Hampir
sama seperti kriteria sebelumnya, yaitu mengutamakan kesejahteraan rakyat. Ia
pun harus mengetahui segala masalah yang ada di negara yang dipimpinnya. Ia
juga harus mampu memberikan solusinya atas masalah tersebut. Dengan begitu ia
akan mampu menyejahterakan rakyatnya.
9. Mendengar
keluh kesah rakyat
Seorang
presiden masa depan harus mendengarkan keluh kesah rakyatnya. Hal ini dilakukan
agar ia dapat dekat dengan rakyat, mengerti dan mengetahui bagaimana kondisi rakyatnya.
10. Mampu
membela rakyat kecil
Selain
mendengar keluh kesah rakyat, presiden masa depan juga harus mampu membela
rakyat kecil yang terpinggirkan. Mereka adalah rakyat kecil yang disalahkan dan
terkena hukuman, padahal belum tentu itu kesalahannya. Hanya karena ia tidak
punya apa-apa, hanya rakyat kecil biasa, ia harus menerima perlakuan
semena-mena dan tidak adil. Di sini sebagai presiden negara, seorang presiden
haruslah bisa membela rakyat kecil yang kesulitan, membutuhkan perlindungan,
dan pertolongannya.
11. Tidak
mementingkan keuntungan pribadi
Sebagai
presiden masa depan, ia tidak boleh mementingkan keuntungannya sendiri atau
pihak lainnya. Ia harus lebih mementingkan rakyatnya di atas segalanya.
Kepentingan rakyatnya adalah yang paling utama yang harus diutamakannya.
12. Berupaya
untuk memajukan negara ini
Kriteria
terakhir yang mungkin dapat diharapkan dari seorang presiden masa depan, yaitu
upayanya untuk memajukan negara ini. Ia memiliki niat untuk memajukan negara
yang dipimpinnya. Itu bukan hanya niat atau perkataannya saja, tapi juga
direalisasikan dengan perbuatan yang dilakukannya untuk negara ini.
Mungkin itulah kedua belas kriteria yang harus
dimiliki oleh seorang presiden masa depan. Masih banyak kriteria lainnya yang
dapat dimiliki seorang pemimpin negara ini. Kalau bukan pemimpinnya yang
membuat perubahan untuk negara dan rakyatnya, siapa lagi? Dari seorang
pemimpinlah, negara ini dapat makmur dan sejahtera. Sudah sejak dulu banyak
rakyat menginginkan pemimpin yang sesuai dengan harapannya. Bukan hanya
menawarkan janji-janji saja, tapi benar-benar dilakukan janji-janjinya itu
sesuai perkataannya.
Nah, sekarang mulailah kita
melakukan perubahan. Mulailah dari kita. Seperti rasulullah bersabda dalam
sebuah hadits yang isinya kurang lebih “Setiap orang adalah pemimpin, dan setiap
pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap apa yang
dipimpinnya” berubahlah dari diri
sendiri dan dari sekarang demi perubahan yang luar biasa bagi negeri tercinta
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar