Kamis tanggal 28 April 2011, Parmin pulang dengan muka bersungut-sungut. Tampak jelas di wajahnya yang kusam tersembul sebuah amarah yang di tahan. Mak Saodoh melihat gejala suaminya kayak gitu diam saja. Ada sedikit takut di hati Saodah siang itu. Jam dinding masih menunjukkan pukul 10.30 WIB. Saodah mereka-reka dalam hati, apa karena dia belum masak sesiang itu sehingga Parmin suaminya memasang muka angker. Ah, tidak biasanya dia seperti itu. Sebagai seorang guru, Parmin merupakan contoh guru yang baik, bersih dalam bertingkah dan berbuat. Baginya pekerjaan guru adalah pekerjaan mulia. Tak pernah sekalipun Parmin pulang dengan muka masam seperti itu meskipun sebelumnya habis diomelin kepala sekolah.
Saodah dengan takut-takut mendatangi Parmin. Parmin masih diam saja. Mukanya masih dilipat dalam. Bibirnya yang agak dower semakin dower dilihatnya saat itu.
"Mas, lapar?" tanya Saodah mencoba mengorek duduk permasalahan yang tengah terjadi pada Parmin, suaminya. Parmin diam saja. Hanya gelengan saja sebagai jawaban pertanyaan Saodah. Saodah kembali berbicara.
"Maaf, Mas. saya belum masak. Habis Yu, Jum tukang sayur langgananku belum lewat juga. Apa dia sakit yah?
"Nda papa. Lagian saya juga tadi dah makan" jawab Parmin mulai bersuara. Saodah girang. Rupanya permasalahan yang menimpa Parmin tidak berkenaan dengannya.
"Lalu,... kenapa Mas Parmin mukanya dilipat kayak dompet tanggung bulan. Sabar toh, Mas. Sekarang kan sudah tanggal 28, sebentar lagi juga tanggal satu. Mas kan gajian. Apa lagi denger-denger bulan depan gajian naik ya Mas?"
"Tahu!" Jawab Parmin singkat menanggapi kata-kata Saodah yang panjang kayak kereta. Saodah paham benar kelakuan Parmin. Kalau sudah begitu biasanya ada masalah yang sangat bertentangan dengan prinsip hidupnya.
"Ada masalah apa toh, Mas? mbok yao crita sama aku. Siapa tahu bisa mengurangi beban" kata Saodah dengan penuh pengertian sebagai seorang istri solihah.
"Aku lagi mangkel, Dah. mangkel bin jengkel bin enek. kurang ajar itu orang-orang" ucap Parmin emosi.
"Loh, mangkel kenapa apa?" yanya Saodah bingung.
"Sudah empat hari aku ngawasi ujian nasional di MTs di dekat kantor kecamatan, Dah. Selama itu pula aku menemukan kecurangan-kecurangan. Hari pertama pada pelajaran Bahasa Indonesia, lah wong soal baru dibagi lima menitan, kok lembar jawaban sudah banyak yang diisi. Awalnya aku ndak curiga. Aku pikir mereka pintar-pintar. Hari kedua pelajaran matematika. Eh, lebih gila, Dah. mereka sudah bisa mengisi semua pertanyaan tanpa harus melakukan penghitungan di kertas oret-oretan. Apa mereka dukun semua sehingga bisa menghitung sesuatu hanya dengan semedi atau umas-umis saja. hari ketiga pelajaran bahasa Inggris. Dah-dah mereka bawa kepekan jawaban soal. Tahu gak Dah berapa jawaban soal yang mereka bawa. 40 soal dah, 40. Sementara jumlah soal semuanya hanya 50. aku tanya, dari mana jawaban itu mereka dapatkan. Eh, mereka jawab dari gurunya. Astaghfirulloh. Seorang guru telah merusak hakikat dari pendidikan. Lalu akan menjadi apa mereka dah kalau sejak SMP mereka sudah diajari hal-hal yang tidak benar. Lalu hari keempat saat pelajaran IPA, aku juga menemukan kepekan jawaban sebanyak 30 soal. Padahal itu di ruang yang berbeda. Aku kembali bertanya sama mereka. Mereka menjawab yang memberikan jawaban itu adalah kepala sekolahnya. Gila................ Seorang kepala sekoloh yang seharusnya jadi pemimpin yang baik malah menjadi koordinaor tindak kecurangan semacam itu. dan lebih gila lagi dah, itu terjadi di sebuah MTs., sekolah agama Dah! Apa mereka pikir Alloh buta apa? aku masih menahan geram sama guru-guru di sekolah itu. Hilang sudah penghormatanku kepada mereka yang kerap aku panggil ustad kalau bertemu mereka. Yang lebih gila lagi Dah, Pak Haji Mardi, itu loh guru di SMP 1 Angin-angin, mengatakan sama aku itu sudah biasa dan menyuruh sekolahku juga melakukan hal seperti itu. Mereka menyalahkan sekolahku yang berbuat jujur dalam melaksanakan ujian nasional. Haji Mardi mengatakan bahwa sekolahku lugu, pantas saja banyak yang tidak lulus. Dasar brengsek itu haji. Tidak pantas kata-kata itu keluar dari mulut orang yang bermartabat, apalagi dia kan guru, sudah haji lagi"
"Katanya sekarang paketnya dah 5 paket, kok masih bisa begitu?" tanya Saodah heran.
"Mau paket soal 5 atau 20 sekalipun, kalau pembagian soalnya dah diatur, sama saja bohong. Tabiat setannya masih melihat peluang untuk berbuat curang"
"ya, laporkan saja ke Dinas pendidikan kabupaten!" saran Saodah membela suaminya.
"tahunkemarin menemukan kasus seperti itu dan sudah dilaporkan, tapi hasilnya NOL BESAR. Mereka ndak mau tahu tentang hal itu. Bagi mereka kalu di kabupaten tingkat kelulusannya tinggi berarti prestasi mereka bagus"
"Lalu?" tanya Saodah bingung.
"Au ah gelap. tunggu saja 10 tahun ke depan, Indonesia akan menjadi apa. Bukankah 10 tahun ke depan merekalah yang akan menjadi generasi penerus pembangunan. Siap-siap saja Gayus bukan hanya satu, tapi seratus juta Gayus di Indonesia."
"Hahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh?????????" Saodah hanya melongo.
Hidup Parmin!!!!
BalasHapusgimana menterinya? apa gak tahu ada kebocoran?
masak satu sekolah setiap satu paket jawabannya sama?