Tentunya bagi guru istilah Contextual Teaching and Learning atau lebih dikenal dengan CTL tidak asing lagi. CTL ini merupakan satu model pembelajaran yang bermaksud untuk menghilangkan verbalisme pembelajaran di kelas. Namun, sering karena ketidaktahuan atau semangat yang apatis dari beberapa oknum guru di lapangan, menjadikan CTL diplesetkan menjadi Catat Tinggal Lunga (Catat lalu ditinggal pergi-Jawa). Lebih parahnya lagi, plesetan itu diaplikasikan di kelas dengan dalih agar siswa aktif belajar dan mampu mengekplorasi kemampuan mereka. Itu sebuah penghianatan profesi.
Lalu sebenarnya apa itu CTL? Dan bagaimana kita bias mengaplikasikan CTL di dalam kelas. Yang jelas CTL tidak menjadikan guru enak meninggalkan catatan untuk ditulis siswa di ndalam kelas. Mudah-mudahan informasi ini bermanfaat untuk kita sebagai guru atau calon guru agar tidak melaksanakan CTL versi plesetan.
Menurut Depdiknas (2003 : 5), Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Dari konsep di atas terdapat tiga hal yang harus kita pahami :
1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah dilupakan.
3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Depdiknas, untuk penerapannya pendekatan kontekstual atau CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu :
1. Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal atau mengingat pengetahuan, tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual, karena pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), dan kesimpulan (conclusion).
3. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk menggali informasi, menggali pemahaman siswa, membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘ sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemontrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru, agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual, serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar