Sebagai seorang muslim, tentu kita tahu persis tentang jilbab. Jilbab atau kerudung merupakan identitas wanita muslimah. Identitas muslimah ini secara langsung diperintah Alloh azza wa jalla. Masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduk beragama Islam tentunya sudah taka sing lagi dengan Jilbab. Banyak ibu-ibu yang entah karena gaya atau menutupi uban di rambutnya, ramai-ramai memakai menutup kepala mereka dengan jilbab. Berjilbab dengan modifikasi yang cantik. Mereka menyebutnya sebagai jilbab gaul.
Sementara itu, di sudut kota yang lain terdapat muslim yang minoritas dengan tradisi dan gaya yang berbeda dari kalangan masyarakat umum. Seperti halnya masyarakat lain yang menutup rambutnya dengan jilbab, kelompok masyarakat yang satu ini juga menutup rambutnya dengan jilbab. Bedanya jilbab mereka lebih syar’i. jilbab yang dipakai lebih besar ukurannya dengan warna yang tidak mencolok. Mereka meyakini bahwa jilbab yang benar bukan sekadar menutup rambutnya yang merupakan aurat wanita muslimah, tetapi lebih dari itu. Jilbab tersebut juga harus menutup bagian dada mereka secara sempurna sehingga tonjolan di dada wanita muslimah tidak akan tampak.
Kondisi berbedaan semacam ini sebenarnya sudah lazim kita jumpai. Tak ada perselisihan atau permusuhan di anatara keduanya. Perbedaan tersebut hanya pada perbedaan gaya. Keyakinan mereka tetap yaitu al Islam yang bertuhankan Alloh SWT, berrasul Muhammad SAW, berkitab Alquran, dan berkiblat baitulloh. Keharmonisan yang damai dirasakan.
Namun, masihkan itu terjadi sekarang? Sulit rasanya. Jujur saja kita akan memandang berbeda orang-orang yang mengenakan jilbab Syar’i atau lebih-lebih yang memakai cadar atau penutup muka. Kita sadar atau tidak menganggap mereka beraliran berbeda, bukan lagi Islam yang sebenarnya. Bahkan mungkin tanpa sadar kita pernah mengeluarkan ucapan dari mulut awam kita bahwa mereka beraliran Islam ini, Islam itu, atau bahkan aliran sesat dan teroris. Naudzubillah. Astaghfirullohal adzim.
Yang lebih miris lagi, serangan tersebut bukan hanya ditujukkan pada wanita muslimah tersebut. Akan tetapi juga pada lelaki muslim yang kebetulan berpenampilan yang berbeda dari lelaki yang lain. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena mereka memelihara jenggot dan tidak memelihara kumis, bercelana lebih tinggi, berjubah, atau dijidatnya berwarna hitam. Tuduhan dan cap sebagai "KELUARGA TERORIS" makin terasa meyakinkan manakala mereka tidak mau mengikuti ajaran yang bersifat tradisi seperti tidak mau mengikuti tahlilan kematian, Khaul, selamatan dan lainnya.
Astaghfirullohal adzim.
Sadarlah wahai saudaraku seiman Islam. Jangan karena kesalahan beberapa orang yang bertindak anarkis, terus orang yang berpenampilan serupa dikatakan sama. Karena berpenampilan seperti pakaian orang-orang yang pernah meneror Indonesia lantas kita sah mengatakan bahwa orang tersebut juga teroris tanpa meneliti lebih jauh lagi. Teroris bukanlah muslimin sejati karena Islam tidak mengajarkan peperangan dan kekerasan. Islam hanya memperbolehkan perang apabila kaum muslimin didzolimi oleh orang-orang kafir.
Tengoklah keluarga kita sekarang. Mungkin anak-anak kita, adik atau kakak kita, orang tua kita, saudara kita berpenampilan sama seperti orang-orang nasrani, Yahudi, atau majusi. Bahkan mungkin di antara keluarga kita bukan hanya sama dalam pakain, tetapi juga pola piker dan tindak-tanduknya. Mereka berpakaian tanpa menutupi aurat. Mereka berpikir hanya dengan mengandalkan logika tanpa iman. Mereka berbuat cabul, freesex, atau lainnya. Sekarang pertanyaan kita adalah “MAUKAH KITA DIKATAKAN SEBAGAI NASRANI, YAHUDI, ATAU MAJUSI????????” tentu jawabannya adalah “TIDAK!!”. Nah, kalau yang sama dalam pakaian, pola pikir, dan tindak-tanduk saja tidak mau diidentifikasikan dengan yang lainnya, apalagi yang sekadar sama dalam pakaian.
Zaman memang sudah gila. Orang tua lebih khawatir anaknya yang memakai pakaian jilbab syar’I daripada yang memakai pakaian dengan menugumbar aurat. Orang tua lebih khawatir melihat anaknya yang mengikuti kajian Islam daripada yang suka jalan-jalan di mall, konser, atau tempat hiburan. Lebih parah lagi, mengadakan acara kajian Islam harus seizing RT/RW sementara tontonan dangdut di kampong bebas tanpa izin malah mendapatkan sokongan dana dari warga masyarakat. Kiamat memang sudah dekat. Bersiaplah
Saya teringat sebuah hadits. Rasululloh pernah bersabda bahwa di hari akhir nanti, orang memegang iman Islam seperti layaknya memegang bara api yang sangat panas sehingga ingin segera dilepaskannya. Sekarang ini kondisi tersebut tengah terjadi. Orang ingin menegakkan Islam atau berpakaian Islami yang syar’I saja harus berlawanan dengan pandangan masyarakat. Dan mereka harus siap dicaci maki, dicerca, dikatakan aliran sesat, atau bahkan TERORIS. Yang membuat sedih lagi adalah, yang menagatakan semuanya itu adalah bibir dan mulit masyarakat Islam itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar