Selasa, 29 Januari 2013

SIFAT REMAJA : PRE DAN PUBERTAS

Oleh : FARICHIN Kehidupan manusia terus bergulir dengan melalui beberapa tahapan. Tahapan kehidupan manusia di dunia ini mulai dari masa janin di dalam kandungan atau dikenal juga dengan tahap prenatal kemudian dilanjutkan pada tahap pasca natal. Tahap pasca natal berangsur-angsur dilalui manusia dengan beberapa tahap. Di awali dari tahapan bayi, anak-anak, pubertas (remaja), dewasa, dan usia lanjut (Lansia)(Imam Ratriosos, 2008:3-13) semua tahapan kehidupan manusia tersebut memiliki keunikan masing-masing sesuai dengan perkembangan fisik dan psikologi. Salah satu tahapan perkembangan manusia adalah tahap pubertas. Pada tahap ini merupakan tahapan yang sangat unik karena terjadinya perubahan yang drastis baik secara fisik maupun psikologis dari tahap sebelumnya. Dari perkembangan fisik, mulai berfungsinya dan berkembang menuju puncak, keseluruhan oragan tubuh terutama pada organ reproduksi. Pada anak lelaki mulai mengalami mimpi basah dengan mengeluarkan sperma sementara pada anak perempuan mulai mengalami menstruasi sebagai tanda kematangan dan kemampuan ovarium memproduksi sel telur. Pada saat ini manusia usia pubertas akan mampu menghasilkan keturunan apabila melakukan hubungan seksual. Di samping pada organ reproduksi yang telah matang, usia pubertas juga ditandai dengan perubahan fisik yang lain. Pada anak perempuan terjadi perubahan fisik seperti buah dada yang membesar, panggul yang melebar, dan juga tumbuh rambut pada kemaluan. Pada anak laki-laki perubahan fisik terjadi dengan tubuh yang semakin tinggi dengan dada yang cenderung lebih bidang, suara membesar, dan tumbuh rambut pada kemaluan, kumis, dan jenggot. Anak pubertas awal (prepubertas) dan remaja pubertas akhir (postpubertas) berbeda dalam tampakan luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri‐ciri seks primer dan sekunder. Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata‐rata anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki‐laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun. Dengan adanya perbedaan‐perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum anak yang sama usianya mulai mengalami pubertas. Masa pubertas ini terkait langsung dengan masa remaja. Kedua masa ini anak mengalami disorientasi diri. Mereka enggan untuk dianggap sebagai anak-anak, tetapi belum mampu bertanggung jawab secara penuh terhadap apa yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu, pada masa itu sering timbul permasalahan-permasalahan yang muncul karena benturan social dengan manusia di sekitarnya baik dengan keluarga, lingkungan rumah, atau lingkungan yang lebih luas. Konflik-konflik tersebut merupakan konflik yang umum selama dapat ditangani dengan sikap yang bijak . Konflik tersebut muncul sebagai akibat dari munculnya karakter peralihan. Karakteristik Masa Pubertas yang umumnya muncul dapat dikelompokkan dalam periode perkembangan pubertas. Periode tersebut adalah: 1. Periode Depresi : Periode ini biasanya akan berlangsung sekitar seminggu atau lebih, namun apabila depresi sudah terasa tidak wajar lagi (terjadi sampai berlarut-larut) mungkin ini disebabkan karena kecemasan atau kesulitan emosional. Biasanya anak yang mempunyai sifat tertutup (introvert) cenderung mengalami depresi yang lebih lama bila dibandingkan dengan anak yang mempunyai sifat terbuka (extrovert), karena anak introvert tidak bisa mengungkapkan apa sebenarnya yang menjadi akar dari kecemasan serta kesulitan emosionalnya itu kepada orang lain. 2. Periode Kecemasan : Pada periode ini Remaja seringkali bersikap tidak biasa, seperti : cepat tersinggung, sangat agresif, suka menggerutu dan kasar atau kadang yang terjadi justru kebalikannya : bersikap kekanakan serta sangat tergantung kepada Orangtuanya. 3. Periode Kerewelan : Umumnya periode ini ditemukan pada Remaja Putri, misalnya dalam hal memilih pakaian, ataupun memilih makanan. Pada periode ini kaum Remaja Putri ada yang melakukan “diet ketat” untuk menjaga keindahan tubuh dan penampilannya, tapi ada juga yang justru melakukan sebaliknya yaitu lebih rakus dan tidak perduli pada penampilan. 4. Periode Pembangkangan : Seringkali Remaja seakan menjadi tidak patuh kepada apa yang menjadi aturan Orangtuanya. Sepanjang tidak melanggar norma Agama, Kesusilaan dan juga tidak membahayakan bagi keselamatan serta kesehatan dirinya, Orangtua sebaiknya bisa bertindak lebih bijak untuk memberi kesempatan kepada Remaja agar ia dapat mengambil keputusan sendiri serta bertanggung jawab atas apa yang telah dia lakukan. Hal ini selain dapat menambah rasa percaya diri Remaja tersebut sekaligus juga bisa menghindari timbulnya pertengkaran (konflik) yang berkepanjangan antara Orangtua dengan Anak. 5. Periode Ingin Tampil Beda : Kebanyakan para Remaja mengalami periode ini, antara lain bisa terlihat dari caranya berpakaian, bergaya, berbahasa dan masih banyak lagi. Sepanjang yang dilakukannya tidak bertentangan dengan norma Agama, Kesusilaan serta tidak membahayakan bagi diri Remaja tersebut, sebaiknya Orangtua tidak perlu merasa cemas. Mereka melakukan hal ini hanya karena sedang dalam tahap mencari identitas diri, dan ingin diterima dengan baik sebagai anggota kelompoknya. Seiring dengan bertambahnya usia, perlahan-lahan semua itu akan hilang dengan sendirinya Perubahan fisik dan seksual anak masa puber ternyata berpengaruh pula terhadap sifat dan tingkah laku mereka. Beberapa sifat yang muncul pada masa-masa ini adalah: 1. Ingin menyendiri Kalau perubahan pada masa puber mulai terjadi, anak-anak biasanya menarik diri dari teman-teman dan keluarga, sering bertengkar dengan teman-teman. Anak puber yang melamun karena merasa tidak dimengerti dan diperlakukan kurang baik, sering melakukan eksperimen seks melalui masturbasi 2. Bosan Anak puber bosan dengan permainan yang sebelumnya amat digemari, tugas sekolah, kegiatan sosial, dan kehidupan pada umumnya. Akibatnya anak sedikit bekerja sehingga prestasi menurun. 3. Inkoordinasi Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi gerakan, anak akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik secara bertahap 4. Antagonisme Sosial Sering tidak mau bekerja sama, sering membantah dan menentang, sering membuat permusuhan antara laki-laki dan perempuan, yang keluar dalam bentuk komentar, kritikan yang merendahkan. Setelah masa puber berjalan, anak akan menjadi lebih ramah, dapat bekerja sama dan lebih sabar 5. Emosi yang meninggi Kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecendrungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil, merupakan ciri-ciri bagian awal pubertas. Pada masa ini anak akan menjadi khawatir, gelisah, cepat marah 6. Hilangnya Kepercayaan Diri Anak remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik menurun dan karena kritikan yang datang dari orang tua maupun teman. Terlalu sederhana Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan anak menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang-orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan memberi komentar buruk. Terkait dengan sifat-sifat yang muncul pada masa pubertas, muncul pula benturan antar anak dengan orang dewasa di lingkungannya. Benturan tersebut tentunya menimbulkan per,masalahan. Beberapa permasalahan yang timbul sebagai bentuk sosialisasi masa pubertas dan remaja antara lain: 1. Perbedaan standar perilaku Pada masa ini remaja merasa terkungkung dengan standar perilaku yang diterapkan orang tua dalam keluarga. Mereka merasa standar tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan sekarang. Oleh karena itu, mereka sering memberontak terhadap standar tersebut. Sebagai contoh standar perilaku yang dinilai kurang sesuai lagi dengan kehidupan anak pada masa remaja ini adalah gaya rambut, gaya berpakaian, pengaturan jam bermain dan belajar, dan cara-cara memilih teman. Kondisi semacam ini akan terus meruncing bila orang tua juga mengambil sikap kaku tak terbantahkan. 2. Metode disiplin Metode disiplin yang biasa berlaku dalam keluarga terbagi menjadi tiga yaitu otoriter atau keras, permesif yang lemah, dan demokrasi yang menghadapkan anak dengan banyak pilihan atau toleransi dalam satu aturan tertentu. Konflik muncul apabila kedisiplinan keluarga tidak sesuai dengan keinginan sisiwa. 3. Pemberian hukuman yang kurang proposional Hukuman biasa diberlakukan apabila anak melakukan tindakan indisipliner dalam keluarga. Apabila hukuman yang diberlakukan tidak proporsional sesuai dengan pola siswa. 4. Konflik dengan saudara kandung Konflik dengan saudara kandung acapkali berawal dari masalah sepele. Anak sering usil atau jahil terhadap kakak atau adiknya yang membuat pertengkaran kecil. Kondisi ini akan meningkat menjadi serius manakala sikap orang tua tidak bijaksana. Sebagai contoh, orang tua yang membela salah satu anak sehingga menimbulkan anak merasa disisihkan atau diperlakukan tidak adil. Apalagi jika kesalahan sebenarnya terdapat pada anak yang dibela orang tua. 5. Merasa jadi korban Anak cenderung ingin mengikuti pola pergaulan yang diterapkan temannya dalam kelompok. Namun, terkadang perbedaan taraf ekonomi keluarga akan menjadi permasalahan pada diri anak. Anak merasa tidak terpenuhinya kebutuhan yang semestinya didapatkan seperti juga temannya. Kebutuhan untuk berpakaian bagus, berkendaraan, berasesoris seperti HP atau lainnya, ataupun kebutuhan lainnyaa. Pada anak dengan orang tua yang tingkat ekonominya menengah ke atas, tidak akan terjadi masalah. Namun, tidak semua anak memiliki orang tua seperti itu. Oleh karena itu, anak remaja sering merasa menjadi korban atas nasib hidup orang tuanya yang kurang beruntung. Implikasi bagi Pendidikan Dengan melihat gejala-gejala anak usia Puber yang memiliki keunikan, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan sekolah. Beberapa implikasi yang mungkin dapat dipakai terkait dengan pengetahuan tentang Pubertas adalah 1. Dapat dijadikan sebagai dasar penentuan kegiatan pembelajaran di sekolah. Anak usia pubertas cebderung menyukai kegiatan yang bersifat kelompok karena di situ dia merasa aman berada pada lingkungan teman sebaya yang memiliki permasalahan yang sama. Solidaritas yang tinggi dalam pergaulan sosial akan menjadikan mereka berusaha untuk menampilkan kelompoknya menjadi kelompok terbaik. Sementara itu dalam suasana pembelajaran, dibutuhkan kondisi semacam itu. Apabila pendidik mampu memanfaatkan sifat anak usia pubertas dengan baik, akan memungkinkan pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan. Tentunya kegiatan pembelajaran yang menyenangkan tersebut akan menghasilkan prestasi yang baik pula. Guru sebagai desainer dalam pembelajaran harus pandai dan tepat dalam penentuan kegiatan kelompok di kelas, jangan sampai justru tujuan yang baik berakibat buruk karena kelompok yang dibentuk tidak sesuai dengan yang diinginkan siswa. Usahakan dalam pemilihan kelompok siswa akan merasa nyaman dalam kelompoknya sehingga mereka akan merasa satu dengan anggota kelompoknya. 2. Sebagai dasar penentuan kegiatan ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakuriler pada anak usia pebertas cenderung bosan dengan kegiatan yang bersifat formal. Mereka lebih menyukai kegiatan bermain di luar kelas. Oleh karena itu dalam kegiatan ekstrakurikuler pilihlah kegiatan yang menantang dan memotivasi untuk berkompeteisi. Di samping itu, sifat kepemimpinan dapat mulai dilakukan karena pada masa ini siswa tidak mau lagi dianggap sebagai anak-anak. Kegiatan yang mungkin dilakukan seperti Pramuka, PMR, Olah raga, kesenian. Namun yang perlu diperhatikan adalah ,pengelolaan kegiatan tersebut jangan bersifat formal yang mengharuskan siswa harus melakukan ini dan itu secara kaku karena mereka pasti akan menghindari hal tersebut. Pembina ekstrakurikuler haruslah berperan sebagai teman yang dipercaya oleh siswa sehingga mereka akan merasa aman berada di lingkungan tersebut. 3. Sebagai acuan dalam melihat dan menangani permasalahan yang ada pada kehidupan siswa sehingga penentuan solusi yang disarankan dapat mengenai sasaran. Guru, wali kelas, guru BK, serta orang tua harus menjalin komunikasi demi terciptanya kesepahaman terhadap masalah sebenarnya yang dialami siswa. Keterbukaan dan saling support antarunsur sangat membantu dalam pemecahan masalah siswa. Ingat satu sumber masalah yang sama akan bereaksi berbeda antara satu siswa dengan lainnya karena sikap mereka yang belum stabil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemecahan masalah siswa adalah (1) jangan anggap siswa sebagai objek solusi tapi jadikanlah dia sebagai subjek yang secara aktif ikut memikirkan pemecahan masalah yang dialaminya; (2) jangan menganggap kesalahan yang terjadi adalah mutlak kesalahan siswa tersebut tapi bersikaplah netral, dengarkan apa yang terjadi menurut versi mereka; (3) pemecahan masalah bukanlah suatu yang seharusnya ada tetapi kesadaran mereka untuk memecahkan masalah tersebut adalah yang seharusnya ada. Sumber : Ratrioso, Imam. 2008. Remaja Unggul Kamukah Itu?. Jakarta: Nobel Edumedia. Sumarsih, Sri. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Universitas Pancasakti Tegal. Psikologi Perkembangan. 2009. Pubertas. http://psikologiperkembangan2.blogspot.com/2009/04/pubertas-pertemuan-vi.html Download: 4 Desember 2012. Tekomjar.2008. Problematika Remaja dan Pubertas. http://musium.kotangawi.com/?p=124 Download: 4 Desember 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar