a. Beberapa isu masalah pendidikan pada skala lokal, regional, nasional, dan internasional.
Terkait dengan
isu-isu permasalahan pendidikan yang ada, dapat kita sebutkan beberapa isu
seperti pada skala internasional muncul isu standar pendidikan menggunakan
stndar ISO; pada skala nasional muncul isu terkait dengan kemunculan kurikulum
2013; pada skala regional muncul isu terkait dengan pengadaan sarana dan
prasarana terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi yang
tidak merata; dan pada tingkat lokal muncul isu terkait dengan rendahnya etos
kerja pendidik dan manajemen pendidikan yang diterapkan sekolah. Untuk itu
dalam bagian ini akan kita bahas isu-isu tersebut secara terpisah.
Pada skala
internasional memunculkan standarisasi pendidikan yang berskala internasional. Sertifikasi baik pada tingkatan pendidik dan lembaga pendidikan seolah
menjadi patokan standar terkait dengan mutu pendidikan. Selanjutnya,
lembaga pendidikan pendidikan juga seolah berlomba ingin memperoleh
sertifikasi ISO agar dianggap manajemen pendidikannya memenuhi standar
internasional. Padahal, menurut seorang pengamat pendidikan kecenderungan
standarisasi dan sertifikasi di dunia pendidikan dapat membawa pengelolaan
pendidikan dalam roh korporasi yang steril, kaku dan monoton, sedangkan dunia
pendidikan semestinya variatif, inovatif dan dialogis (Darmaningtyas 2012).
Dengan gambaran diatas maka menjadikan serfikasi ISO sebagai ukuran
keberhasilan manajemen pendidikan bukanlah langkah yang bijak. Manusia adalah
makhluk yang dinamis, sementara barang jadi (finished goods) di dunia
industri merupakan produk statis sehingga proses pembinaan dan pembentukan
manusia tidak bisa disamakan dengan proses penciptaan produk /barang jadi tersebut.
Jika proses pembentukan manusia dalam dunia pendidikan ini disertifikasi maka
hal ini sama dengan kegiatan korporatisasi yang mengabaikan sisi keunikan
manusia sebagai makhluk hidup yang dinamis dan penuh misteri.
Standarisasi mulai awal hingga akhir (input-proses-ouput) memang sangat
cocok untuk memproduksi barang jadi,tetapi tidak cocok untuk pembentukan
karakter/pendidikan manusia.
Namun persoalannya adalah standar manajemen yang seperti apa yang sesuai
dengan “nature” pendidikan? Saat ini tatkala membahas perihal standar
manajemen di insitusi pendidikan (termasuk di lembaga pendidikan Islam)
faktanya tidak dapat dilepaskan dari standar yang kerap diberlakukan pada
organisasi komersial. Untuk itulah selama dua hari (1-2 Desember 2012) di
Sekolah Pascasarjana dilakukan konreferensi international di bidang manajemen
pendidkan Islam yang mengangkat tema Membangun Manajemen Standar Islami (Building
Islamic Management Standards) yang dihadiri sejumlah pembicara tamu dari
Malaysia, Sudan, Libya dan Indonesia. Pembahasan berangkat dari nilai-nilai
utama Islam yang tersebar di dalam Al Quran, Hadist dan Sirah Nabawiyah serta
perjalanan sejarah peradaban Islam (Islamic civilization) dalam upaya menyaring
konsep, model dan teori yang berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Maka muncul
diantaranya istilah management based on Fiqh atau manajemen yang
berbasis fiqih.
Pada skala nasional, ,uncul
permasalahan terkait dengan diluncurkannya kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah upaya
penyederhanaan dan tematik integratif. Kurikulum ini dipersiapkan untuk
mencetak generasi yang siap menghadapi aneka tantangan globalisasi masa depan.
Kurikulum 2013 lebih difokuskan pada fenomena alam,sosial,seni dan budaya
melalui pendekatan tersebut diharapkan siswa memiliki kompetensi,sikap
ketrampilan dan pengetahuan yang jauh lebih baik.Sedikitnya ada Lima entitas
yang diharapkan mengalami perbaikan melalui kurikulum itu.Yakni,siswa,pendidik
dan tenaga kependidikan (guru),managemen dan satuan pendidikan,negara dan
bangsa, hingga masyarakat umum secara keseluruhan.Dalam kurikulum 2013 ada tiga
aspek yang menjadi fokus,yakni aspek filosofis,yuridis,dan konseptual.Perubahan
yang terjadi pada lima entitas itu juga menyentuh tiga aspek penting
tersebut.Ada empat standar dalam kurikulum yang akan berubah.Yakni, standar
kompetensi lulusan, standar proses,standar isi, dan standar penilaian.
Dengan isu kurikulum 2013 yang telah lewat pada
kenyataannya menjelang tahun pelajaran 2014 kurikum yang telah didengungkan
tidak diberlakukan pada semua sekolah, tetapi hanya sekolah tertentu yang telah
ditunjuk, hal ini sangat tidak konsisten dengan apa yang telah di isukan
sebelumnya. Pemerintah ternyata belum siap benar memberlakukan kurikulum 2013
pada semua sekolah.
Pada skala
regional, muncul permasalahan terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana
yang tidak merata di seluruh wilayah pada suatu daerah. Masih ada sekolah yang
kekurangan sarana dan prasaran pembelajaran sebagai upaya pelaksanaan pelayanan
minimal (SPM). Sementara itu di satu sekolah yang lain tampak sarana dan
prasarana berlebihan sampai-sampai tidak terpakai. Komputer LCD yang lebih dari
cukup tetapi tidak termanfaatkan secara maksimal oleh guru di sekolah tersebut.
Media pembelajaran yang dibiarkan menumpuk baik media yang berbasis komputer
maupun yang tidak. Kontradiksi tersebut tentunya dapat diminimalisir kalau
dinas pendidikan setempat lebih bijak dan adil dalam penyaluran anggran dan
atau sarana pembelajaran yang dikelola bukan atas dasar kedekatan dan tinggi
rendahnya kontribusi sekolah untuk oknum terkait dengan penyaluran dana
tersebut.
Pada skala lokal
kemunculan permasalahan pendidik dan manajemen pendidikan yang diterapkan
sekolah muncul sebagai akibat dari inkonsistensi. Beberapa oknum guru masih
dengan santai menanggapi perkembangan pendidikan yang riuh dibicarakan. Banyak
di anatarnya berprinsip apapun bentuk dan kurikulum yang berlaku, mengajarnya
tetap saja begitu. Mereka tidak menyadari peran pendidik yang begitu mulia
sebagai ujung tombak untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini. Dengan
kata lain masih banyak guru yang kompetensinya sebagai pendidik masih rendah.
Lalu bagaimana
sebenarnya kompetensi pendidik yang diharapkan oleh pemerintah? Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi
adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran,
ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan
sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan,
Majid
(2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan
kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan professional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.
Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut
dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Sofo
(1999:123) mengemukakan “A competency is
composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent
applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of
performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak
hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah
penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut
dalam pekerjaan.
Spencer
& Spencer (1993:9) mengatakan “Competency
is underlaying characteristic of an individual that is causally related to
criterion reference effective and/ or superior performance in a job or
situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang
berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu
pekerjaan dan situasi tertentu.
Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat
pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis
pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau
memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion referenced, karena
kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik
atau buruk, berdasarkan criteria atau standar tertentu.
Berdasarkan
uraian diatas kompetensi guru dapat diartikan sebagai penguasaan terhadap
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. Dengan demikian
kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan kualitas guru yang
sebenarnya. Kompetensi terus akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap professional dalam memajukan fungsi sebagai guru.
Berdasarkan pengertian tersebut, Standar Kompetensi Guru adalah suatu
pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan, dan disepakati
bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi
seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten.
b. Isu-isu masalah pendidikan apakah selalu negatif?
Isu permasalahan pendidikan tidak selalu berakibat
negatif baik pada skala lokal, regional, nasional, maupun internasional.
Negatif atau positif dari isu-isu tersebut bergantung pada bagaimana kita
menyikapi isu yang beredar. Pikiran positif dalam merefleksi isu-isu tersebut
tentunya akan menjadi bagi kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Sementara itu, isu negatif juga hanya akan menjadi polemik yang tidak
memberikan solusi.
Sebagai gambaran terkait dengan diluncurkannya
kurikulum 2013 yang menimbulkan kontroversi dalam dunia pendidikan, kita dapat
berpikiran positif atau negatif tanpa berarti melakukan dukungan atau
penolakan. Dengan pikiran positif, kita dapat memunculkan beberapa tindakan
seperti:
1)
Lebih
banyak belajar dan membaca bagaimana
harapan dan tujuan kurikulum 2013 sehingga menangkap esensi yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian tidak akan salah langkah dalam mengaplikasikan
kurikulum tersebut di sekolah.
2)
Memotivasi
guru untuk memperkaya pengetahuan dalam pedagogik dan psikologi untuk dapat
menciptakan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan tahap psikologis siswa
sehingga kompetensi yang diajarkan akan lebih diterima bagi mereka.
3)
Memacu
sekolah untuk mengadakan pelatihan bagi guru baik pada tingkat lokal, regional,
ataupun nasional yang tentunya hasil dari pelatihan tersebut akan meningkatkan
kompetensi pedagogik dan profesional pendidik.
c. Manfaat isu bagi kemajuan dunia pendidikan.
Bagi dunia
pendidikan, isu-isu yang terjadi dapat menimbulkan akibat baik yang positif
maupun negatif. Akibat yang negatif akan menjadi penghalang kemajuan dunia
pendidikan sementara akibat yang positif akan menjadikan kebermanfaatan bagi
dunia pendidikan di Indonesia.
Sebagai contoh
isu tentang pemberlakuan kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara bertahap dan
terbatas memunculkan beberapa manfaat. Manfaat yang mungkin bisa dipetik dari
isu tersebut antara lain:
1)
Sekolah
giat melakukan pelatatihan-pelatihan terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2013
yang diharapkan oleh pemerintah. Dengan pelatihan tersebut, pengetahuan guru
bertambah yang artinya wawasan guru dalam dunia pendidikan semakin kaya.
2)
Guru
dibangkitkan semangat untuk berkreasi dan berinovasi untuk membuat rancangan
atau desain pembelajaran yang memungkinkan untuk diterapkan pada kurikulum
2013.
3)
Guru
sebagai ujung tombak pendidikan ditantang untuk berkarya dalam pengadaan buku
pelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 karena ketersediaan buku-buku yang
dijadikan komplenan pada pelaksanaan kurikulum 2013 tentunya belum tersedia
dengan cukup dan sesuai harapan.
4)
Semakin
terbukanya guru untuk mengadakan penelitian terkait dengan kompetensi yang ada
pada kurikulum 2013 sebagai bentuk pengembangan diri yang diharapkan
pemerintah. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar