Senin, 15 Agustus 2011

BAB I PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH (PTS) : PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA KELAS IX SMP NEGERI 2 BOJONG MELALUI SUPERVISI KLINIS

Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) merupakan satu penelitian yang dilakukan oleh kepala sekolah pada satuan pendidikan. PTS hampir sama dengan PTK baik pada sistematika maupun proses siklusnya. Perbedaan yang mendasar antara PTS dan PTK adalah PTS dilakukan oleh kepala sekolah sehingga bidang penelitiannya lebih luas. Sementara PTK dilakukan oleh guru dengan bidang tugas yang terkait dengan guru.

Pada kesempatan ini, kami berikan contoh PTS yang telah kami lakukan di SMP Negeri 2 Bojong. Untuk lebih jelasnya, kami berikan contoh PTS bab demi bab. pada kesempatan ini kami sampaikan bab I PTS tersebut. jangan lupa baca bab-bab lainnya pada blog ini juga.

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Sejak diberlakukannya ujian nasional yang turut menentukan kelulusan siswa, tingkat kelulusan siswa di SMP Negeri 2 Bojong menurun dengan tajam. Persentase kelulusan berkisar antara 60% sampai dengan 89%. Tentunya hal ini menjadi raport buruk sekolah yang harus segera diatasi. Rendahnya tingkat kelulusan di sekolah akan menjadikan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sekolah.
Kegagalan SMP Negeri 2 Bojong dalam mengikuti ujian nasional ternyata tidak terjadi karena kebodohan dan kemalasan siswanya. Hal ini terbukti dengan perolehan nilai ujian nasional yang menunjukkan bahwa kegagalan mereka tidak bersifat merata pada empat mata pelajaran yang diujikan. Akan tetapi, kegagalan mereka lebih diperngaruhi oleh kegagalan satu, dua pelajaran. Data yang ada selama tiga tahun ke belakang dari nilai ujian nasional murni dengan batas lulus per Mapel minimal 4,00 menunjukkan pada tahun pelajaran 2008/2009 tingkat kelulusan 83,48% dengan rincian bahasa Indonesia 98%, bahasa Inggris 87%, matematika 94%, dan IPA 95%. Tahun pelajaran 2009/2010 kelulusan 53,33% dengan kelulusan per Mapel bahasa Indonesia 100%, Bahasa Inggris 86%, matematika 47%, dan IPA 93%. Tahun pelajaran 2010/2011 kelulusan 96,5%. Akan tetapi kelulusan ujian nasional murninya hanya mencapai 47,65% dengan rincian kelulusan Mapel bahasa Indonesia 97,7%, B.Inggris 86,5%, Matematika 64,7%, dan IPA 81,2%.
Dilihat dari perolehan nilai ujian nasional murni di atas, menunjukkan matematika merupakan pelajaran yang paling banyak tidak lulusnya setiap tahun. Dari hasil wawancara dengan siswa dan guru yang bersangkutan diperoleh data kesulitan pengelolaan proses pembelajaran. Kesulitan tersebut antara lain guru merasa kebingungan membangkitkan minat dan semangat belajar siswa; guru kebingungan dalam membangkitkan rasa percaya diri siswa; guru kesulitan memprediksi akar kesulitan belajar siswa; dan guru kurang begitu memahami model pembelajaran inovatif dan aplikasinya di kelas. Dari segi siswa hasil wawancara menujukkan bahwa siswa merasa sulit belajar matematika; siswa bingung terhadap alur kerja hitung yang dilakukan; siswa merasa tidak mendapatkan bantuan dari guru; dan siswa merasa tertekan dengan pelajaran matematika.
Kondisi ini tentunya jauh dari kondisi yang diharapkan oleh guru dan siswa. Guru menginginkan pembelajaran matematika itu lebih bias menggiatkan siswa belajar dengan menyenangkan. Dengan belajar yang menyenangkan siswa tidak akan terbebani dalam mengerjakan latihan. Hasil akhirnya adalah prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika meningkat. Demikian pula yang diharapkan siswa yaitu pembelajaran matematika yang menyenangkan dengan disertai bimbingan kesulitan belajar mereka baik secara individual maupun kelompok.
Melihat kondisi tersebut, tentunya harus segera dicarikan solusinya. Keterlambatan penanganganan masalah ini akan mengakibatkan siswa tidak terbantu kesulitan belajar matematika. Tentunya hasil akhirnya adalah tingkat kelulusan pada mata pelajaran matematika akan tetap rendah.
Salah satu solusi yang akan dilakukan sekolah untuk mengatasi kesulitan mengajar guru adalah dengan melakukan supervise klinis. Dengan supervise klinis ini akan dapat membantu guru menemukan akar penyebab permasalahan belajar siswa. Dengan supervise klinis ini juga guru akan dapat dibantu menentukan model pembelajaran yang menyenangkan dengan disertai langkah aplikasinya.

B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang muncul. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah:
1. Model pembelajaran inovatif.
2. Model pembelajaran yang menyenangkan
3. Cara menghadirkan suasana segar dalam pembelajaran matematika.
4. Aplikasi model pembelajaran inovatif.
5. Pengelolaan kelas
6. Cara bimbingan kesulitan belajar siswa.
7. Cara memprediksi kesulitan belajar siswa.
8. Cara mengatasi kesulitan belajar matematika
9. Hakikat supervisi klinis
10. Prosedur supervisi klinis
11. Persiapan supervise klinis
12. Instrument supervise klinis

C. Pembatasan dan rumusan Masalah
Karena terbatasnya waktu penelitian, tenaga, dan biaya penelitian akan dibatasi pada pelaksanaan supervisi klinis untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa sehingga diharapkan prestasi belajar matematika siswa meningkat. Dari pembatasan masalah tersebut, permasalahan yang ada dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru matematika kelas IX di SMP Negeri 2 Bojong?
2. Bagaimanakah peningkatan kompetensi pedagogis guru matematika kelas IX di SMP Negeri 2 Bojong setelah pelaksanaan supervisi klinis?
3. Berapakan peningkatan prestasi siswa dengan pelaksanaan supervisi klinis pada guru matematika kelas IX?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah
1. Meningkatkan kompetensi pedagogis guru matematika kelas IX pada khususnya dan guru di SMP negeri 2 Bojong pada umumnya.
2. Mengetahui dan menerapkan supervise klinis untuk memperbaiki kinerja guru.
3. Untuk meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika.

E. Manfaat Hasil Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
1. Bagi Siswa
a. Meningkatkan prestasi belajar matematika.
b. Belajar matematika lebih menyenangkan.
2. Bagi Guru
a. Sebagai alternatif pemecahan permasalahan pembelajaran di kelas.
b. Gambaran nyata cara menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
c. Memberikan alternatif bagi guru untuk berkreasi dan berinovasi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar