Sabtu, 26 Maret 2011

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 2 BOJONG KABUPATEN TEGAL MELALUI PENGGUNAAN MODEL JIGSAW

BAB V PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu
1. Pembelajaran dengan model Jigsaw terbukti telah meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai pada kuis dan menceritakan kembali baik secara lisan maupun secara tertulis.
2. Kemampuan anak berbahasa Indonesia secara lisan masih kurang bagus. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya anak yang menggunakan bahasa Indonesia bercampur dengan kata-kata bahasa ibu mereka. Hal itu terjadi terutama saat mereka berkomunikasi menceritakan cerita secara lisan kepada temannya.
3. Kemampuan anak terhadap penggunaan ejaan dalam bentuk tertulis masih harus dibimbing dan dipantau secara terus-menerus.
4. Pembelajaran model Jigsaw terbukti mampu meningkatkan aktivitas dan kerja sama antarsiswa yang ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan bekerja sama dalam tim.
5. Penggunaan model Jigsaw terbukti mampu meningkatkan semua keterampilan berbahasa siswa baik keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

B. Implikasi / Rekomendasi
1. Guru bukan lagi sebagai subjek di kelas yang harus setiap saat memberikan pengetahuan pada siswa. Guru bertugas sebagai motivator, mediator, fasilitator sehingga memerlukan kreativitas untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa.
2. Model pembelajaran yang inovatif perlu dipraktikan di kelas bukan hanya sebagai bahan pengetahuan.
3. Menciptakan model pembelajaran yang aktif, kreatif, dan inovatif tidak perlu harus menciptakan suatu model pembelajaran yang baru, tetapi dapat juga memodifikasi model yang telah ada agar sesuai dengan kompetensi yang akan kita berikan pada siswa.


C. Saran
1. Pembelajaran tentang ejaan perlu dilaksanakan secara kontinu agar siswa lebih mantap dalam penerapannya dalam semua tulisannya.
2. Tugas guru bahasa Indonesia memberikan contoh tentang penulisan ejaan dan bahasa yang baik dan benar sekaligus sebagai pengontrol terhadap tata tulis siswa.
READ MORE - PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 2 BOJONG KABUPATEN TEGAL MELALUI PENGGUNAAN MODEL JIGSAW

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 2 BOJONG KABUPATEN TEGAL MELALUI PENGGUNAAN MODEL JIGSAW

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal
Pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Bojong Kabupaten Tegal masih kurang memuaskan. Nilai rata-rata pada setiap ulangan akhir semester selalu berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan pada awal semester. Hal ini menuntut guru untuk melakukan remidial. Parahnya lagi, terkadang pelaksanaan remedial bersifat formalitas. Remedial tidak dilakukan dengan sebenarnya. Remedial hanya dilakukan hanya sebagai sebuah proses mengangkat nilai anak dari kondisi di bawah KKM menjadi kondisi sesuai KKM.
Mestinya kondisi seperti ini tidak akan terjadi. Bukankah tes akhir semester dilakukan untuk mengetahui daya serap siswa terhadap materi pelajaran selama satu semester? Lalu mengapa ada siswa yang tidak tuntas pada saat tes akhir semester sementara tes pada setiap akhir komptensi dasar mereka dinyatakan tuntas? Pertanyaan-pertanyaan ini tentunya yang perlu diungkap tabirnya. Dari beberapa renungan dan diskusi bersama beberapa orang guru, terungkaplah beberapa fakta yang menjadikan hal di atas terjadi. Fakta-fakta tersebut adalah
1. Guru cenderung berorientasi menyelesaikan beban KD setiap semester bukan penuntasan KD yang ada.
2. Tidak semua KD dilakukan penilaian.
3. Tidak semua penilaian diikuti dengan kegiatan remedial.
4. Remedial dilakukan hanya untuk menambah nilai siswa dan dilakukan sekali selesai.
Fenomena yang lain yang turut mengambil peranan dalam ketidaktuntasan adalah rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
1. Kurangnya perhatian dari guru terhadap kesulitan belajar siswa. Hal ini tampak dari tidak tahunya guru terhadap faktor penyebab ketidaktahuan mereka. Guru cenderung dengan mudah memberikan cap siswanya bodoh.
2. Pembelajaran yang kurang membangkitkan minat siswa. Siswa cenderung dijejali materi dengan mencatat.
3. Kegiatan pembelajaran bersifat konvensional tidak mengalami perubahan yang inovatif.
4. Siswa merasa jenuh terhadap pembelajaran di sekolah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang membolos untuk tidak mengikuti pelajaran.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, tentunya pembelajaran membaca mengambil peranan penting. Hal ini terjadi karena semua materi pelajaran akan dapat dipahami dengan membaca. Dengan melihat itu, pantaslah guru bahasa Indonesia menekankan pembelajaran membaca sebagai pembelajaran yang penting karena hasil dari kemampuan membaca akan dapat dipergunakan siswa untuk memahami materi pelajaran yang lain. Namun, yang terjadi di lapangan sangat berbeda. Guru cenderung menyepelekan pembelajaran membaca. Mereka menganggap bahwa anak sudah dapat membaca sehingga pembelajaran membaca cukup dilakukan dengan pemberian tugas membaca di rumah. Tentunya proses seperti itu berdampak sangat buruk terhadap mentalitas siswa. Dampak negatif tersebut adalah
1. Minat baca siswa cenderung statis atau bahkan menurun.
2. Jarangnya siswa membaca, membuat proses pemahaman bacaan mengalami kesulitan.
3. Penyelesaian tugas membaca dilakukan dengan tidak jujur karena harus mencontek atau dikerjakan orang lain

B. Deskripsi Siklus I
Siklus satu dilakukan dengan menggunakan empat tahap penelitian yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Model pembelajaran menggunakan metode jigsaw untuk pembelajaran kompetensi dasar menceritakan kembali cerita anak yang telah dibaca. Berikut ini akan dijelaskan bagian dari tahapan penelitian tersebut
1. Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan setelah peneliti dengan kolaborator berdiskusi menemukan suatu permasalahan pembelajaran di kelas yang perlu dilakukan pemecahan. Untuk membuktikan bahwa permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang cukup serius, kegiatan dilanjutkan dengan melaksanakan observasi di kelas. Di samping itu, untuk memantapkan kembali hasil diskusi dan observasi di kelas dalam rangka memutuskan permasalahan yang perlu diteliti, dilakukan kegiatan pretes.
Setelah permasalahan ditentukan, peneliti dan kolaborator mencari alternatif pemecahan permasalahan. Dari hasil diskusi, ditentukan model Jigsaw untuk mengatasi permasalahan yang ada. Penentuan model tersebut dilandaskan pada beberapa hal yaitu (1) model pembelajaran yang inovatif dengan proses kolaboratif; (2) adanya pembelajaran terintegrasi dari semua keterampilan berbahasa siswa dari membaca, mendengar, berbicara, dan menulis; (3) adanya saling bekerja sama dan kompetesi antarsemua warga kelas, tetapi tidak meninggalkan tanggung jawab individu.
Kegiatan perencanaan selanjutnya adalah penentuan instrumen dan perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan. Pengadaan Instrumen yang dibutuhkan dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dilakukan bersama-sama antara peneliti dan kolaborator.
2. Pelaksanaan
Langkah pelaksanaan tindakan pada hakikatnya merupakan langkah pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw.
Langkah-langkah yang dilakukan dengan model jigsaw pada penelitian ini adalah
a) Siswa dikelompokkan menjadi tujuh kelompok dengan jumlah anggota lima orang perkelompok. Setelah pengelompokkan ditentukan, guru melakukan penjelasan tentang aturan main dengan metode jigsaw. Aturan main tersebut meliputi pembagian tugas sebagai tim ahli pada setiap anggota kelompok, penjelasan tugas masing-masing tim ahli, tahapan kegiatan yang akan dilakukan, dan penentuan keberhasilan tim.
b) Siswa membaca cerita yang telah diberikan guru seseuai dengan tugasnya sebagai tim ahli.
c) Diskusi tim ahli untuk mencapai kesepahaman setiap ahli. Untuk mempermudah daya ingat siswa dalam memahami isi cerita, hasil diskusi dari tim ahli dibuat dalam bentuk peta cerita.
d) Pelaksanaan diskusi tim inti. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, setiap ahli berkumpul kembali dengan timnya untuk menceritakan hasil temuannya dalam diskusi tim ahli. Masing-masing ahli berkewajiban membuat anggota timnya memahami cerita yang telah dibaca oleh ahli yang lain. kegiatan menceritakan secara lisan ini dilakukan secara bergantian sampai seluruh ahli melakukan penceritaan kembali. Setelah kegiatan ini selesai, hasil dari masing-masing ahli disatukan untuk dibuat menjadi peta cerita yang utuh.
e) Pelaksanaan kuis. Kuis dilakukan secara individu. Isi kuis adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan pada keseluruhan isi bacaan yang dibaca oleh satu tim. Penjelasan ahli pada diskusi tim sebelumnya merupakan hal yang sangat penting agar semua anggota tim mampu mengerjakan kuis ini.
f) Menceritakan kembali secara keseluruhan isi cerita dalam bentuk tertulis. Aspek yang dinilai pada tahap ini adalah hal-hal yang berhubungan secara langsung dengan pemahaman terhadap isi bacaan. Aspek tersebut adalah kelengkapan informasi, kesesuaian isi, kelancaran dalam penceritaan, penggunaan gaya dalam bercerita, dan pengembangan cerita.
g) Recognisi tim yaitu pemberian nilai akhir pada setiap tim. Recognisi pada penelitian ini dilakukan dengan melihat peningkatan nilai yang diperoleh masing-masing tim dengan membandingkan antara skor atau nilai awal dengan skor atau nilai setalah dilakukan tindakan. Tim yang dianggap menang adalah tim yang memiliki peningkatan nilai paling tinggi
Pelaksanaan kegiatan pada siklus pertama dilakukan sebanyak tiga pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan dari langkah pertama sampai dengan langkah keempat dari metode Jigsaw. Pertemuan kedua dilakukan dari langkah kelima sampai langkah ketujuah. Pertemuan ketiga siswa melaksanakan refisi dan editing hasil draf reproduksi cerita. Langkah-langkah yang dilakukan secara rinci tampak pada rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dilampirkan pada penelitian ini

3. Pengamatan atau observasi
Pengamatan dilakukan oleh kolaborator dan peneliti. Oleh kolaborator yang berkedudukan sebagai guru dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran yang dilakukan. Pengamatan guru ini didasarkan pada tabel pengamatan yang secara langsung berkaitan dengan penilaian proses belajar.
Pengamatan peneliti difokuskan pada guru dan siswa yang melakukan pembelajaran. Apakah pembelajaran sudah sesuai dengan rencana kegiatan yang telah direncanakan. Di samping itu, pengamatan dari peneliti juga difokuskan untuk menangkap gejala-gejala yang muncul pada siswa baik itu gejala positif maupun gejala negatif. Hasil pengamatan tersebut terekan melalui tabel observasi dan juga dokumentasi melalui kamera foto.
4. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan untuk mengulas tindakan yang telah dilakukan. Dalam refleksi dikemukakan hal-hal yang terjadi melalui pengamatan guru sebagai kolaborator dan peneliti. Hasil dari refleksi pada siklus pertama ini dijadikan sebagai landasan berbijak untuk menentukan siklus kedua. Dari pemantauan pada siklus pertama yang diperoleh dari peneliti dan kolaborator serta ditunjang hasil angket yang disebarkan pada siswa dapat diketahui hal-hal sebagai berikut
a) Semua ahli berusaha memahami bacaan dengan benar.
b) Siswa merasa lebih bersemangat membaca karena dia bertanggung jawab terhadap bacaan yang dibacanya.
c) Siswa merasa memiliki peran yang sama dengan siswa lainnya.
d) Kegiatan belajar mengajar lebih hidup dan semangat.

C. Deskripsi siklus II
Siklus kedua dilaksanakan atas dasar temuan yang terjadi pada pelaksanaan siklus pertama. Temuan-temuan tersebut berupa temuan positif yang menunjang pelaksanaan pembelajaran dan temuan negatif yang merupakan gangguan dalam pembelajaran. Temuan positif yang terjadi pada siklus pertama dijadikan modal dalam pembuatan perencanaan siklus kedua. Temuan negatif yang terjadi pada siklus pertama dicarikan penyebab terjadinya hal negatif tersebut dengan melakukan diskusi bersama kolaborator. Diskusi juga membahas tentang bagaimana langkah yang perlu ditempuh agar hal negatif tidak muncul kembali pada siklus kedua.
Langkah-langkah yang dilakukan pada siklus kedua adalah
1. Perencanaan
Hasil temuan yang diperoleh saat melakukan refleksi siklus pertama dijadikan landasan dalam perencanaan siklus kedua. Pada siklus ini instrumen dan langkah pembelajaran yang digunakan masih sama dengan siklus kedua. Hal tersebut dilakukan karena hasil refleksi pada siklus pertama menunjukkan bahwa hal-hal negatif yang terjadi pada siklus pertama muncul karena pengelolaan kelas yang kurang bagus. Kondisi kelas yang menghambat mobilitas saat melakukan diskusi merupakan hal yang terpenting yang harus segera diatasi pada siklus kedua karena ternyata kendala tersebut cukup membutuhkan waktu sehingga perencanaan waktu agak terganggu. Oleh karena itu, dalam siklus kedua, kegiatan pembelajaran menggunakan ruang perpustakaan yang telah diset sebelumnya untuk perpindahan diskusi yang lebih mudah dan cepat. Di samping masalah ruang, yang berubah dalam siklus kedua adalah cerita anak yang dibaca siswa. Pada siklus kedua ini menggunakan cerita anak yang bernuansa nonfiksi tetapi masih dikemas dalam bentuk narasi. Pada siklus kedua cerita anak yang dibaca berjudul Ki Hajar Dwantara.
2. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus kedua sama dengan pelaksanaan tindakan pada siklus pertama. Tindakan terbagi menjadi tiga pertemuan dengan satu pertemuan berkaitan dengan proses membaca cerita dan diskusi membentuk peta cerita pada tim ahli dan tim inti. Pertemuan kedua siswa mengerjakan kuis dan dilajutkan dengan pemberian tugas membuat draf reproduksi cerita secara tertulis berdasarkan peta cerita yang telah dibuat.Pertemuan ketiga siswa melaksanakan revisi draf dan editing. Pertemuan ketiga ini diakhiri dengan recognisi yang berisi penilaian akhir kelompok yang menjadi pemenang dalam kegiatan ini. Penilaian dilakukan dari beberapa aspek yaitu (1) proses diskusi kelompok, (2)nilai rerata kuis, (3)penilaian teman sejawat pada penceritaan lisan, dan (4)reproduksi cerita secara tertulis.
3. Observasi
Observasi masih dilakukan oleh peneliti dan kolaborator. Hasil observasi ini diperkuat dengan penyebaran angket kembali kepada siswa tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Hasil dari observasi siklus kedua ini diperoleh informasi tentang peningkatan minat belajar siswa. Semua siswa sudah secara aktif melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tugas masing-masing. Sifat pembelajaran yang kompetitif ternyata mampu mendongkrak minat belajar siswa. Minat tersebut muncul baik dari dorongan diri siswa sendiri untuk berperan dalam kelompok atau karena pengaruh teman satu kelompoknya.
4. Refleksi
Refleksi yang dilakukan pada siklus kedua dijadikan dasar apakah siklus perlu dilanjutkan kembali atau sudah selesai. Hasil refleksi dari peneliti dan kolaborator serta dengan melihat hasil angket yang diisi oleh siswa, disepakati penelitian dinyatakan selesai pada siklus kedua. Hal-hal yang negatif yang masih terjadi pada siklus kedua ini dijadikan tugas bagi guru untuk membimbing dan mementau di luar pelaksanaan penelitian.

D. Pembahasan Tiap Siklus dan Antarsiklus
Penelitian ini mengunakan model pembelajaran Jigsaw untuk mengatasai permasalahan lemahnya pemahaman siswa terhadap isi bacaan yang dibaca yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai mengerjakan kuis dan menceritakan kembali cerita yang dibaca baik secara lisan maupun secara tertulis. Penelitian dilakukan dalam dua siklus dengan masing-masing siklus dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan.
Siklus pertama dilakuakan pada tanggal 19, 22, dan 26 September 2007. Pada siklus ini bahan bacaan yang diberikan berjudul Hikayat Puti Zaitun. Penilaian yang dilakukan pada siklus pertama terdiri dari penilaian pemahaman dengan mengerjakan kuis secara individual, menceritakan kembali secara lisan bagian cerita yang dibaca, aktivitas proses diskusi, dan menceritakan kembali secara tertulis keseluruhan isi cerita.
Ditinjau dari pemahaman mengerjakan kuis, siklus pertama menunjukkan hal positif. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rerata kelas dari 44,1 menjadi 68,99 atau naik sebesar 57%. Di samping itu, dilihat dari jumlah siswa yang telah tuntas sesuai batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) sekolah sebesar 65 meningkat dari hanya satu anak pada prapenelitian menjadi 32 anak pada siklus pertama. Pada siklus pertama masih terdapat lima siswa yang masih mendapatkan nilai di bawah KKM.
Ditinjau dari proses menceritakan kembali secara lisan dalam tim inti, diperoleh gambaran bahwa pada siklus pertama ini anak masih belum lancar menggunakan bahasa Indonesia secara lisan. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian anak masing memerlukan bantuan bahasa ibu saat harus menceritakan kembali secara lisan kepada temannya. Penilaian penceritaan secara lisan dilakukan dengan menggunakan penilaian teman sejawat (peer evaluasi). Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut
1) Setelah diskusi tim ahli, siswa berkelompok dalam tim inti untuk menceritakan kembali hasil diskusi pada tim ahli secara bergiliran.
2) Setiap siswa diberikan lembar penilaian untuk menilai temannya yang sedang bercerita sambil memahami isi cerita.
3) Penilaian dilakukan dengan mengisi tanda cek pada butir yang sesuai.
Pada penilaian ini, setiap siswa dinilai oleh empat orang dari setiap anggota kelompoknya. Kriteria penilaian yang digunakan dalam tahap ini adalah intonasi suara, penggunaan bahasa Indonesia, dan kelancaran bercerita.
Penilaian yang lainnya adalah penilaian produk berupa menceritakan kembali cerita secara utuh secara tertulis. Pada penilaian ini, siswa disuruh menceritakan kembali cerita secara utuh berdasarkan peta cerita yang dibuatnya bersama teman satu tim. Proses pembuatan reproduksi cerita ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap draft (rancangan kasar) yang dilakukan di rumah sebagai tugas rumah dan tahap revisi. Tahap revisi dilakukan untuk melengkapi bagian cerita yang masih tertinggal dan memperbaiki bahasa dan ejaan setelah dilakukan koreksi oleh guru.
Dari hasil refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan kolaborator serta diperkuat dengan angket siswa dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:
Hal positif yang terjadi antara lain
1) Siswa lebih aktif dan bersemangat dalam belajar.
2) Semua siswa bertanggung jawab terhadap keberhasilan tim.
3) Kerja sama tampak lebih menyeluruh
Hal negatif yang terjadi antara lain
1) Penggunaan bahasa Indonesia dalam diskusi masih bercampur dengan bahasa daerah setempat.
2) Perpindahan kelompok dan penataan tempat untuk diskusi memerlukan waktu lebih lama dari perkiraan semula.
3) Beberapa siswa (<10 siswa) masih kurang aktif mengikuti diskusi pada diskusi kelompok ahli.
4) Satu orang siswa masih kurang puas dengan kelompoknya.
5) Proses diskusi ramai sehingga agak mengganggu kelas sebelahnya.
6) Masih ada anak yang mencoba mencontek hasil pembuatan peta cerita pada kelompok lainnya.
Siklus kedua dilakukan pada tanggal 13, 17 dan 20 Oktober 2007. Pada siklus ini materi bacaan berupa cerita nonfiksi yang dikemas secara naratif. Cerita tersebut berjudul Ki Hajar Dewantara yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo. Pelaksanaan siklus sebanyak tiga kali pertemua. Tahapan siklus sama dengan tahapan pelaksanaan siklus pertama.
Dari hasil refleksi yang dilakukan pada siklus pertama, peneliti melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan untuk mengeliminir hal-hal negatif yang terjadi pada siklus pertama. Perubahan tersebut adalah
1) Penggunaan ruang perpustakaan sebagai ruang belajar. Perubahan ini diperlukan karena dibutuhkan ruang yang praktis untuk dilakukan perubahan posisi untuk diskusi. Sebelum pelaksanaan tindakan, ruang sudah diset untuk ruang diskusi kelompok. Penggunaan ruang perpustakaan hanya dilakukan pada pertemuan pertama siklus kedua karena pada pertemuan ini dilakukan kegiatan diskusi tim ahli dan diskusi tim inti.
2) Bahan bacaan yang bersifat nonfiksi tetapi tidak meninggalkan gaya penceritaan anak-anak.
3) Pemberian penghargaan bukan hanya bagi kelompok terbaik tetapi juga bagi peserta paling berpotensi.


E. Hasil Penelitian
Penggunaan model pembelajaran Jigsaw dalam pembelajaran membaca terbukti telah membawa efek positif dalam pembelajaran di kelas. Efek positif tersebut dibuktikan dengan adanya perubahan tingkah laku dan peningkatan nilai. Ditinjau dari perubahan tingkah laku, penggunaan model pembelajaran Jigsaw mempengaruhi siswa ke arah yang positif yang ditunjukkan dengan
1) Lebih semangatnya siswa dalam pembelajaran membaca.
2) Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa sedangkan guru bertugas sebagai fasilitator, mediator, dan kontrol belajar.
3) Siswa lebih dapat menghargai pembicaraan temannya dan berlatih kerja sama dibandingkan dengan model konvensional.
4) Siswa lebih mudah memahami isi bacaan dengan saling berbagi antarteman.
Ditinjau dari peningkatan nilai, model ini terbukti telah mampu membawa siswa memperoleh nilai lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Hal tersebut dibuktikan dari perubahan nilai yang pada pelaksanaan pengerjaan kuis yang merupakan salah satu indikator bahwa siswa telah memahami isi bacaan. Berikut ini adalah tabel peningkatan nilai dari penilaian kuis.
Tabel 1 : peningkatan nilai kuis
NO TINDAKAN NILAI KETERANGAN
1 Prapenelitian 44,05 Berada di bawah KKM sekolah sebesar 65 dengan jumlah siswa yang tidak tuntas sebanyak 36 orang dari 37 siswa.
2 Siklus pertama 68,99 Mengalami kenaikan sebesar 24,93 atau sebesar 56,6% dari pembelajaran dengan model konvensional. Siswa yang tidak tuntas sebanyak 5 orang dari 37 siswa.
3 Siklus kedua 75,81 Mengalami kenaikan sebesar 31,76 dari prapenelitian atau naik sebesar 72,09% dan naik sebesar 6,82 atau naik sebesar 9,89% dari pelaksanaan siklus pertama. Siswa tidak tuntas 0 siswa.

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa tingkat pemahaman siswa dari mengerjakan kuis lebih tinggi saat pembelajaran menggunakan model Jigsaw bila dibandingkan dengan model konvensional. Hal tersebut juga dapat dilihat dari jumlah siswa yang tuntas. Dari hanya satu orang yang tuntas sebelum tindakan menjadi 32 orang pada siklus pertama dan 37 orang pada siklus kedua.
Di samping nilai kuis, perubahan juga terjadi pada proses menceritakan kembali secara lisan. Berikut ini adalah tabel daftar nilai mencritakan secara lisan
Tabel 2 : nilai menceritakan kembali secara lisan
NO UNSUR YANG DINILAI SIKLUS I SIKLUS II KENAIKAN
1 Penggunaan bahasa Indonesia 77 79 2
2 Kelancaran bercerita 73 83 10
3 Intonasi suara 69 70 1
4 Rata-rata nilai 73 77 3

Dari tabel di atas dapat dilihat adanya kenaikan kemampuan ank untuk menceritakan kembali secara lisan dengan menggunakan peta cerita. Kenaikan terjadi pada semua unsur penilaian. Kenaikan yang tertinggi pada unsur kelancaran bercerita.
Lain halnya dengan penilaian produk berupa menceritakan kembali keseluruhan isi cerita secara tertulis. Pada bentuk tertulis adanya perbedaan dengan bentuk menceritakan secara lisan. Pada penceritaan secara tertulis, penggunaan bahasa Indonesia sudah lebih baik dibandingkan saat penceritaan secara lisan. Namun, masalah penggunaan ejaan masih menjadi permasalahan yang perlu ditangani secara berkesinambungan.
Tabel 3 : nilai menceritakan kembali secara tertulis
NO UNSUR YANG DINILAI SIKLUS I SIKLUS II KENAIKAN
1 Informatif 89 91 2
2 Kelengkapan cerita 90 97 7
3 Penggunaan bahasa Indonesia 67 67 0
4 Gaya bercerita 66 72 6
5 ejaan 52 60 8
Rata-rata nilai 73 77 4

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa permasalahan ejaan masih menjadi permasalahan yang perlu diatangani secara berkesinambungan. Meskipun telah dilakukan editing oleh siswa dan guru pada draf karangan dalam siklus pertama, kesalahan ejaan masih tetap terjadi pada siklus kedua. Tugas guru bahasa Indonesia harus selalu siap melakukan koreksi terhadap tata tulis tulisan siswa dalam situasi apapun.
READ MORE - PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 2 BOJONG KABUPATEN TEGAL MELALUI PENGGUNAAN MODEL JIGSAW

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 2 BOJONG KABUPATEN TEGAL MELALUI PENGGUNAAN MODEL JIGSAW


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A. Setting dan Subjek Penelitian
Penelitian tindakan kelas tentang penggunaan model pembelajaran dengan jigsaw  untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman dilaksanakan di SMP Negeri 2 Bojong Kabupaten Tegal. Penelitian dilakukan pada semester pertama tahun pelajaran 2007/2008.  Penelitian dilakukan pada kelas VII d pada SMP tersebut. Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada beberapa hal yaitu
  1. Proses pembelajaran membaca di SMP Negeri 2 Bojong masih menggunakan metode yang konvensional.
  2. Tingkat pemahaman siswa terhadap bahan bacaan rendah yang ditunjukkan dengan lebih dari 50% siswa di kelas VII d mendapatkan nilai di bawah KKM.
  3. Kondisi siswa pada pembalajaran membaca, kelas VII d termasuk kelas terjelek terhadap bahan bacaan. Mereka lebih banyak melakukan aktivitas untuk mencari jawaban dari pertanyaan bacaan dengan melihat jawaban temannya.


B.Teknik dan Alat Pengumpulan Data
            Data yang penulis butuhkan untuk penelitian, dikumpulkan dengan beberapa cara yaitu
1.    observasi. Teknik ini dipakai untuk mencari data tentang kondisi awal siswa dan keefektivitasan pelaksanaan tindakan.
2.    tes. Tes digunakan untuk mengetahui kondisi pascatindakan secara riil pada kelas yang menjadi subjek penelitian.
3.    wawancara. Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data tentang kondisi awal yang riil pada subjek penelitian.
4.    Uji produk yaitu suatu bentuk uji mereproduksi kembali suatu yang telah dibaca. Uji ini dapat menjadi gambaran kemajuan siswa dalam memahami suatu bahan bacaan di samping dari hasil tes.
Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan beberapa instrumen atau alat untuk mengumpulkan data penelitian. Instrumen yang akan digunakan disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilakukan. Berikut ini adalah daftar kegiatan dan Instrumen yang  digunakan
a.  kegiatan observasi awal
:
  1. daftar wawancara dengan guru, siswa,dan   petugas perpustakaan.
  2.  tabel observasi lingkungan
b.  prapenelitian
:
  1. daftar nilai KD membaca siswa
  2. angket tentang minat siswa pada KD yang akan dipelajari
c.  pelaksanaan tindakan
:
1.      tabel observasi kolaborator tentang pelaksanaan PBM
2.      tabel penilaian proses
3.      tabel pemetaan cerita
4.      rubrik penilaian produk
d. pascatindakan

1.    angket tentang refleksi siswa terhadap kegiatan yang telah dilakukan.
2.    daftar rangkuman hasil refleksi dari guru dan kolaborator

C. Teknik Analisis dan Validasi Data
         Teknik yang digunakan dalam analisis data yang dilaksanakan adalah analisis catatan lapangan yang diperoleh dari observasi oleh kolaborator, peneliti, dan balikan dari siswa. Untuk menganalisis kemajuan prestasi dilakukan dengan deskripsi  komparatif hasil dengan membandingkan kondisi pratindakan dan pasca tindakan.
         Validasi data yang telah terkumpul dilakukan dengan beberapa cara yaitu
a.    member check yaitu memeriksa kembali keterangan atau informasi yang telah diperoleh selama observasi dan atau wawancara untuk mengetahui keajegan informasi tersebut.
b.    Triangulasi memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk, dan analisis dengan membandingkan antara pandangan guru sebagai sebagai kolaborator, peneliti, dan siswa.

D. Indikator Kinerja
Penelitian ini dianggap berhasil apabila memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditentukan. Kritreria tersebut adalah
  1. Adanya peningkatan nilai pemahaman isi pada tes minimal sebesar kriteria ketuntasan minimal sekolah (6,5) pada siklus pertama dan peningkatan nilai tes sebesar 7,5 pada siklus kedua.
  2. Adanya peningkatan kemampuan menulis siswa dengan penggunaan ejaan dan diksi. Peningkatan tersebut disimbolkan dengan nilai minimal 6,5 pada siklus pertama dan 7,5 pada siklus kedua.

E. Prosedur Penelitian
            Jenis penelitian yang dilakukan adalah peneltian tindakan kelas. Model penelitiannya adalah model penelitian versi Kemmis dan Mc.Taggart (1988) yang merumuskan penelitian dengan empat tahapan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (Acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).
            Tindakan yang akan dilakukan adalah pembelajaran dengan model pembelajaran jigsaw untuk  kompetensi dasar membaca cerita anak. Hasil yang akan diperoleh dari kegiatan ini adalah
    1. peta cerita dari setiap tim ahli.
    2. Peta cerita dari tim
    3. Produk hasil  reproduksi cerita oleh siswa
Berikut ini adalah bagian-bagian siklus penelitian menurut Kemmis dan Mc.Taggart yang akan digunakan dalam penelitian
  1. Perencanaan (planning)
Penelitian ini dilakukan berdasarkan masalah yang dikemukakan oleh guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP 2 Bojong, Kabupaten Tegal. Dari hasil wawancara tersebut dikonfirmasikan secara silang dengan guru bahasa Indonesia yang di sekolah tersebut. Hasil dari cek silang kemudian dijadikan dasar pelaksanaan observasi tahap prapenelitian. Pada tahap ini dilakukan refleksi pada hal-hal yang mungkin terkait dengan permasalahan membaca. Refleksi dilakukan dengan cara melakukan observasi, studi pustaka, dan penyebaran angket. Refleksi ini digunakan untuk mengetahui latar belakang yang sebenarnya dari permasalahan kesulitan dalam membaca pemahaman. Dari hasil refleksi ini, penulis dan kolaborator mencoba merumuskan permasalahan penelitian.
            Setelah permasalahan ditentukan, penulis dan kolaborator mempersiapkan semua yang berkaitan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan. Persiapan tersebut adalah
    1. Menentukan kemungkinan solusi pemecahan masalah
    2. Menentukan desain penelitian
    3. Mempersiapkan rencana kegiatan
    4. Mempersiapkan media pembelajaran
    5. Menyiapkan alat evaluasi
    6. Mempersiapkan instrumen penelitian yang diperlukan
    7. Membentuk kelompok secara heterogen
    8. Membuat rencana pembelajaran
Tahap selanjutnya adalah tahap perencanaan siklus penelitian. Penelitian yang akan penulis lakukan direncanakan sebanyak dua siklus. Siklus pertama direncanakan sebanyak tiga pertemuan.
  1. Pelaksanaan (action)
Siklus I : Pertemuan pertama
    1. Penjelasan guru tentang pokok-pokok cerita.
    2. Guru membagi siswa menjadi kelompok yang telah direncanakan sebelumnya, kemudian menjelaskan aturan main kegiatan yang akan dilaksanakan.
    3. Siswa membaca cerita yang telah diberikan pada guru secara individual.
    4. Siswa berdiskusi dalam kelompok ahli untuk menemukan pokok-pokok cerita yang menjadi tugasnya. Hasil dari diskusi ini adalah satu peta cerita dari bagian cerita yang menjadi tanggung jawab ahli.
    5. Siswa menceritakan hasil temuan dalam diskusi kelompok ahli kepada temannya dalam tim sampai semua anggota tim memiliki kesepahaman.
    6. Siswa dalam tim menyatukan konsep-konsep cerita perbagian yang menjadi tugasnya menjadi satu konsep peta cerita yang utuh (kegiatan prapenulisan reproduksi cerita).
Pertemuan kedua
                    i.          Siswa mengerjakan kuis secara individual.
                  ii.          Siswa mereproduksi cerita pada bentuk draf.
                 iii.          Siswa membacakan draf karangan di depan kelompok.
                 iv.          Siswa melakukan revisi draf berdasarkan masukan teman dan peta cerita yang telah dibuat dalam kelompok.
Pertemuan ketiga
                      i.        Peer editing. Peer editing yang akan dilakukan menggunakan tim ahli. Siswa dalam kelompok akan dibagai menjadi ahli-ahli bagian editing yaitu ahli tentang diksi, tata tulis, dan ejaan. Setiap ahli akan melakukan editing pada karya teman satu kelompoknya sesuai bidang tugasnya masing-masing.
                    ii.        Publikasi. Pada tahap ini siswa memperbaiki tulisan yang telah diedit oleh temannya untuk kemudian dipublikasikan dalam antologi karya kelompok.
                   iii.        Siswa membacakan salah satu karya anggota kelompok di depan kelas. 
Siklus kedua dilakukan tahapan yang sama seperti pada siklus pertama. Yang membedakan antara siklus pertama dan siklus kedua adalah materi bahan bacaan dialihkan ke dalam bentuk cerita nonfiksi. Cerita yang diujikan adalah cerita bertemakan “Serangan Fajar di Jogjakarta” . Di samping itu, pada siklus kedua ini dilakukan beberapa perbaikan yang didasarkan pada hasil refleksi pada siklus pertama. Tujuan dari pelaksanaan siklus kedua ini adalah untuk memantapkan hasil yang dapat dicapai dari membaca pemahaman dengan penggunaan jigsaw.

  1. Pengamatan (observing)
Pada tahap ini dilakukan pengamatan oleh tiga pihak yaitu guru sebagai kolaborator sebagai pemilik kelas, peneliti yang bertugas sebagai observer, dan siswa sebagai objek penelitian. Observasi oleh guru dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran yang terkait secara langsung dengan penilaian proses pembelajaran. Pada saat observasi dilakukan, guru diarahkan dengan tabel observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
            Observasi yang dilakukan oleh observer difokuskan pada kejadian-kejadian yang timbul selama pelaksanaan tindakan. Observer membawa tabel observasi yang telah dipersiapkan agar hasil pengamatan lebih terarah. Observer dilakukan oleh peneliti yaitu guru bahasa Indonesia di pengajar kelas yang berbeda di sekolah yang sama.
            Observasi yang dilakukan siswa pada hakikatnya adalah refleksi dari yang dialami siswa. Observasi difokuskan pada tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Karena jumlah siswa cukup banyak dalam satu kelas, untuk memperoleh hasil observasi ini, peneliti menggunakan angket untuk memperoleh balikan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan
  1. Refleksi (reflecting)
Refleksi merupakan kegiatan untuk mengetahui mutu pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Pada refleksi ini akan digunakan analisis dari hasil observasi antara guru(kolaborator), peneliti,  dan hasil angket yang dibagikan pada siswa.
READ MORE - PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 2 BOJONG KABUPATEN TEGAL MELALUI PENGGUNAAN MODEL JIGSAW

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 2 BOJONG KABUPATEN TEGAL MELALUI PENGGUNAAN MODEL JIGSAW

BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Landasan Teori
1. Hakikat Membaca
Membaca merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis(Tarigan,1986). Dari definisi Tarigan, yang ditekankan dalah tujuan membaca yaitu memperoleh pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Berbeda dengan definisi membaca dari buku pelatihan baca dan tulis provinsi Jawa Timur. Di situ dikatakan bahwa membaca adalah partisipan aktif yang bisa memberikan kontribusi dalam membangun makna isi teks bacaan. (P3M SLTP,2001). Dari definisi ini yang ditekankan adalah proses pemahaman seorang pembaca sehingga dia memperoleh pemahaman yang baru dari bacaan yang dibaca. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca merupakan suatu kegiatan untuk mencari informasi dari suatu sumber tertulis. Penekanan dari kegiatan membaca adalah pemahaman secara penuh dari bahan bacaan yang dibaca. Hal ini didukung oleh Hartono dalam tesisnya. Dia mengatakan bahwa muara akhir dari kegiatan membaca adalah memahami ide atau gagasan baik yang tersurat, tersirat, bahkan tersorot dari bahan bacaan dalam membaca pemahaman yang menjadi produk yang bisa diukur(Suhartono,2001).
Ditinjau dari proses kegiatan membaca, kegiatan membaca melibatkan banyak hal yaitu aktivitas visual yang menerjemahkan simbol-simbol; proses berpikir yang mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, dan pemahaman; psikolinguistik; dan metakognitif (Rahim,2007) lebih lanjut, dijelaskan oleh klein,dkk dalam buku yang sama mengatakan bahwa membaca mencakup proses, strategi, dan interaktif. Sebagai suatu proses, membaca menunjukkan bahwa informasi dari teks dan pengetahuan pembaca mempunyai peranan utama dalam membentuk makna. Dari penjelasan tersebut menunjukkan seorang yang tidak pernah membaca akan mengalami kesulitan dalam memahami teks bacaan. Membaca sebagai strategi berarti pembaca menggunakan beberapa cara atau strategi untuk mengkonstruksi makna yang terkandung dalam bacaan. Membaca sebagai suatu interaksi berarti antara pembaca dan teks terlibat interaksi sesuai konteks isi teks. Dalam tahap ini pembaca sudah menemukan suatu kebermanfaatan dari membaca. (Klein dalam Rahim,2007). Dari kutipan di atas tampak sekali bahwa adanya satu lingkar keterkaitan yang tidak dapat diputuskan. Lingkar tersebut menyiratkan bahwa untuk dapat dengan mudah memahami suatu bahan bacaan, seseorang harus sering membaca. Pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh dari bahan bacaan lama akan membantu pembaca untuk membentuk pengetahuan baru pada bacaan yang lain.
Lingkar keterkaitan antara kuantitas membaca seseorang dengan kemampuan memahami suatu bacaan dikatakan sebagai komprehensi membaca. Seperti dikatakan oleh Bourmouth (dalam Zuchdi,2007) yang menginformasikan bahwa kemampuan komprehensi merupakan seperangkat keterampilan pemerolehan pengetahuan yang digenaralisasi yang memungkinkan orang memperoleh informasi dari kegiatan ,membaca yang dilakukan.
Begitu pentingnya kegiatan membaca untuk kemampuan berkomunikasi secara menyeluruh. Untuk dapat meningkatkan minat baca anak, kita harus mengetahui strategi yang dapat dilakukan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pembinaan minat baca adalah (1)kesesuaian bahan bacaan dengan minat baca; (2)fasilitas ruang baca yang memadai dan nyaman; (3)pengelolaan waktu membaca; (4) simbiosis antara televisi dan bahan bacaan; (5)bahan bacaan dan seni pertunjukan. (Jamaludin,2003). Cara-cara tersebut, ternyata membutuhkan kesabaran dan kepandaian orang tua untuk mengatur situasi sedemikian rupa. Di samping itu, biaya yang cukup besar juga harus disediakan untuk mengadakan sarana dan prasarana yang mendukung. Barangkali cara di atas tidak akan semuanya dapat dilaksanakan. Yang terpenting, usaha untuk menciptakan yang mungkin dapat dilaksanakan agar minat baca siswa dapat meningkat.
Ada beberapa landasan yang dapat dijadikan sebagai acuan pemilihan bahan bacaan. Landasan tersebut dihubungkan dengan fase pembelajaran membaca. Fase tersebut adalah usia fantasi anak (2 – 4 tahun ), usia dongeng ( 4 – 8 tahun ), usia petualangan ( 8 – 12 tahun ), usia kepahlawanan ( 12 – 15 tahun ),usia liris romantis (15 – 20 tahun) (Jamaludin,2003). Acuan tersebut, diharapkan dapat menjadi pedoman pemilihan bahan bacaan yang sesuai dengan minat siswa. Pada akhirnya diharapkan minat baca siswa terangkat seiring dengan peningkatan penalararan mereka memahami informasi dari bahan bacaan tersebut. Yang perlu diingat adalah jangan pernah memaksa anak untuk membaca sesuatu bacaan yang dia tidak suka.

2. Jenis Membaca
Beberapa jenis membaca yaitu
a. membaca sekilas (skimming) yaitu tipe membaca dengan menjelajah bacaan secara secara cepat agar dapat memetik ide-ide utama. Beberapa alasan seseorang melakukan membaca sekilas yaitu
• menemukan sepenggal informasi khusus dalam suatu alinea.
• memetik secara cepat ide pokok.
• memeriksa apakah bahan tersebut dapat diloncati atau tidak.
• memanfaatkan waktu setepat mungkin.
b. membaca sepintas ( Scanning ) yaitu teknik pembacaan sekilas tetapi dengan teliti untuk menemukan informasi khusus. Yang termasuk jenis membaca ini adalah membaca buku daftar telepon, membaca kamus, indeks, dan lain-lain.
c. membaca teliti (Close reading) adalah cara dan upaya untuk memperoleh pemahaman sepenuhnya atas suatu bacaan. Tujuan membaca jenis ini lebih luas dibandingkan dengan jenis membaca yang lain. beberapa tujuan yang dapat dikemukakan adalah
• mengingat dan memahami ide-ide pengarang
• menganalisis para tokoh
• memahami konsep-konsep khusus
• melukiskan hubungan-hubungan
• mencari pola-pola
• menganalisis gaya
(Tarigan, 1986). Dari jenis membaca yang diungkapkan di atas, membaca pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk dalam jenis membaca teliti. Hal ini disebabkan dalam penelitian ini membaca pemahaman yang ditekankan adalah pembaca memahami semua ide-ide pengarang dalam bacaannya. Ide-ide atau poko-pokok karangan ini yang akan dipolakan dengan menghubung-hubungkan antarpokok cerita menjadi peta cerita.
Membaca dapat dilakukan dengan bersuara maupun tanpa suara. Membaca dengan bersuara biasanya disebut dengan membaca teknik. Dalam jenis ini yang dipentingkan adalah ketepatan intonasi yang meliputi tempo, nada, tekanan, dan jeda. Contoh nyata dari membaca teknik adalah membaca tata urutan upacara, membaca berita, membaca susunan acara, membaca pengumuman, membaca cerita pendek, membaca puisi, dan lain sebagainya. Lain halnya dengan membaca tanpa suara. Membaca jenis ini yang diutamakan adalah pemahaman pembaca untuk menyerap informasi yang terkandung dalam bahan bacaan. Yang termasuk dalam membaca ini adalah membaca pemahaman. Membaca pemahaman termasuk dalam membaca teliti atau close reading. Dari semua uraian di atas, dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa apapun jenis membacanya, semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu mencari dan memahami informasi yang dibutuhkan. Membaca tanpa memahami isi atau informasi yang dibaca berarti belum membaca dengan benar.

3. Metode Pembelajaran Membaca
a. Jigsaw (Model Tim ahli)
Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran berorientasi pada tugas dan kerja sama kelompok. Jigsaw juga biasa dikenal dengan model pembelajaran tim ahli karena di dalam jigsaw siswa diberi tugas sebagai ahli-ahli yang telah ditentukan. Meskipun berkelompok, jigsaw sudah berusaha didesain agar setiap siswa bekerja secara bersama tanpa menghilangkan peranan penting individu. (Slavin,2008) Lebih lanjut Slavin mengatakan bahwa dalam pelaksanaanya, jigsaw telah mengeliminir sisi negatif dari tugas kelompok yang konvensional yang memungkinkan adanya penguasaan pekerjaan tugas oleh satu atau dua orang saja.
Ada beberapa kekuatan dari model jigsaw yang dapat dikemukakan berdasarkan sistematika kerjanya. Kekuatan tersebut yaitu
1) Siswa belajar berkelompok sehingga memungkinkan siswa yang lemah terhadap pemahaman suatu bacaan akan terbantu pemahamannya oleh siswa yang kuat.
2) Semua anggota kelompok (individu) memiliki tanggung jawab yang sama untuk kesuksesan tim. Kelemahan satu anggota akan menjadi kelemahan tim secara keseluruhan.
3) Dalam waktu singkat siswa akan memahami suatu konsep bacaan yang luas.
4) Memungkinkan terintegrasinya semua keterampilan bahasa.
5) Memungkinkan adanya pengintegrasian lintas mata pelajaran.
6) Sifat kompetitif sangat cocok dengan semangat remaja yang ingin menonjolkan diri dan kelompoknya.
Lebih lanjut Slavin mendeskripsikan situasi pembelajaran yang memungkinkan penerapan Jigsaw. Situasi tersebut adalah
1) materi yang dipelajari narasi tertulis.
2) tujuan lebih pada kemampuan penguasaan konsep daripada penguasaan kemampuan.
3) bahan berupa bab, cerita, biografi, narasi/deskripsi.
Langkah-langkah pelaksanaan Jigsaw menurut Slavin adalah
1) Persiapan
a) penentuan materi
i. pilihlah satu atau dua bab, cerita, atau unit lainnya.
ii. Buatlah lembar ahli untuk menuntun siswa memfokuskan konsentrasi saat membaca
iii. Buatlah kuis, tes esai, atau bentuk penilaian lainnya untuk setiap unit.
iv. Buatlah skema diskusi untuk mengarahkan diskusi dalam kelompok ahli.
b) Membagi siswa ke dalam tim. Pembagian siswa harus heterogen antara jenis kelamin, tingkat kecerdasan dan lainnya. Di sini dimaksudkan agar tidak terjadi pengelompokkan siswa tertentu yang dapat menyebabkan tujuan pembelajaran tidak mengenai sasaran pada seluruh warga kelas.
c) Membagi siswa ke dalam kelompok ahli. Dalam pembagian ke dalam kelompok ahli juga harus diperhatikan heterogenitas anggota tim ahlinya.
d) Penentuan skor awal. Skor awal adalah nilai dasar dari siswa yang nantinya akan dijadikan salah satu unsur yang dinilai dalam penentuan tim juara. Skor awal dapat diperoleh dari rata-rata hasil pembelajaran sebelumnya atau dari nilai pada semester sebelumnya. Penentuan skor awal ini akan membangkitkan motivasi siswa untuk meningkatkan prestasi timnya.
2) Pelaksanaan Jigsaw
a) Membaca
siswa membaca bagian materi yang menjadi tugasnya dalam ahli. Sebagai contoh siswa nomor satu membaca subbab pertama; siswa nomor dua membaca subbab kedua; dan setrusnya.
b) Diskusi Kelompok ahli
Diskusi ini bertujuan menemukan dan menyatukan persepsi informasi yang ada dalam bacaan. Pelaksaannya adalah semua siswa yang membaca subbab pertama (ahli subbab pertama) berkumpul dengan ahli yang sama. Demikian pula pada ahli yang lain.
c) laporan tim.
Setelah siswa dalam kelompok ahli menemukan satu informasi yang utuh
d) Tes individual
e) Recognisi tim yaitu penghitungan skor tim. Tim dengan skor tertinggi akan mendapatkan penghargaan.
Model Jigsaw sangat terbuka untuk dimodifikasi. Yang dimaksud dengan Jigsaw modifikasi adalah jigsaw yang pelaksanaannya dikembangkan dengan menambahkan unsur-unsur lain di luar jigsaw yang standar. Karena sifatnya yang lentur, model pembelajaran ini sangat memungkinkan dilakukan modifikasi. Modifikasi dapat dilakukan pada proses diskusi kelompok ahli, pembuatan laporan, tes individual, atau dengan cara menggabungkan jigsaw dengan model yang lainnya.


b. Metode PQRST
pemberian nama metode ini didasarkan pada singkatan tahapan pelaksaannya. Tahapan pelaksanaan dari metode ini diawali dari P (preview), Q (Question), R (Read), S (Summarize), T (tes). Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pelaksanaan metode PQRST tersebut.
P (preview)
Kegiatan ini adalah melakukan pengamatan awal meneganai identitas buku. Yang dapat dilakukan dalam kegiatan ini adalh mengetahui judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, daftar isi. Tahapan ini dimaksudkan untuk mengetahui manfaat untuk pembaca saat itu. Di samping itu, juga dapat dijadikan pedoman apakah kita perlu membaca buku tersebut atau tidak.
Q (Question)
Setelah melakukan kegiatan membaca sekilas pada tahap pertama, pembaca akan membuat pertanyaan tentang informasi apa yang dibutuhkan dalam buku tersebut. Pertanyaan ini bertujuan untuk membembing dan memfokuskan terhadap informasi yang dibutuhkan.
R (Read)
Tahap ini adalah kegiatan membaca secara teliti dari bagian awal sampai pada bagian akhir buku.
S (Summarize)
Setiap satu bagian kecil dari buku yang dibaca, lakukanlah peringkasan agar informasi yang telah dibaca dapat terekam dengan baik. Kegiatan ini dilakukan Karen seringkali informasi yang diperoleh tidak utuh saat kita membaca keseluruhan isi buku. Dengan kegiatan ini, kejadian terlupa pada informasi yang telah diperoleh dapat dikurangi.
T (tes)
Tes ini digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman kita terhadap isi bacaan. Tes ini juga dijadikan pedoman apakah informasi yang kita butuhkan sudah terekam semua. Apabila hasil tes belum sesuai, kita dapat mulai membaca kembali pada bagian yang kita perlukan saja.
(Direktorat PLP, 2005)

c. Metode SQ3R
Metode ini hampir sama dengan PQRST tentang masalah pemberian namanya. SQ3R adalah kepanjangan dari Survey, Question, Read, Recall, Review. Tahapan pelaksanaannya adalah
Survey (menyurvey). Tahap ini adalah tahap mengetahui identitas buku. Survey termasuk tahap pramembaca dalam proses membaca.
Question (bertanya dalam hati). Tahap ini adalah tahap di mana pembaca membuat pertanyaan-pertanyaan yang bersifat prediktif. Tahap ini bertujuan untuk mencocokkan isi buku dengan kebutuhan informasi yang dibutuhkan.
Read (membaca). Dalam tahap ini dilakukan kegiatan membaca secara teliti sesuai dengan kebutuhan yang telah ditentukan.
Recall (mengendapkan dan mengingat kembali). Tahap ini adalah tahap seseorang mengendapkan apa yang telah dipahami dengan berhenti sejenak. Pada tahap ini dapat pula dilakukan pencatatan-pencatatan terhadap informasi yang telah diperoleh.
Review (melihat ulang secara selintas. Tahap ini dilakukan dengan membaca keseluruhan isi buku secara sepintas. Tahapan ini bertujuan untuk mempertajam pemahaman terhadap informasi yang kita peroleh. Di samping itu, tahap ini juga dapat dijadikan sarana untuk menemukan hubungan antarbagian dalam buku sehingga informs yang diperoleh utuh.
(Direktorat PLP, 2005)
Metode yang diungkapkan di atas bukan satu-satunya metode pembelajaran membaca yang dapat dipergunakan guru untuk meningkatkan keefektifan membaca siswa. Masih banyak metode, model, teknik, atau strategi lain yang dapat dijadikan acuan. Metode di atas hanyalah contoh dari sekian metode yang inovatif. Pelaksanaan dan pemilihan metode, bergantung pada guru yang akan melaksanaan pembelajaran di kelas.

B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang pembelajaran membaca sudah pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang terkait dengan pemebelajaran membaca, membahas tentang model, metode, dan teknik pembelajaran membaca. Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan penerapan model, metode, dan atau teknik membaca yang ada. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan model, metode, strategi, dan teknik membaca yang inovatif, terbukti mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam membaca.
Salah satu penelitian yang pernah dilakukan tentang penggunaan teknik membaca adalah Penggunaan Teknik ECOLA (Extending COncept through Language Activities), untuk meningkatkan efektivitas membaca mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh Zuchdi Dkk ini dengan hasil sebagai berikut: penggunaan teknik ECOLA terbukti meningkatkan rerata nilai membaca mahasiswa sebesar 2,1875. Di samping itu, ada beberapa temuan yang mendukung keberhasilan penerapan ECOLA. Temuan tersebut adalah (1) mahasiswa cenderung bersemangat, antusias, dan dinamis; (2) kemampuan bekerja secara tim meningkat; (3) teknik ini mengeliminir terjadinya salah konsep terhadap bahan bacaan. (Zuchdi,2006)
Penelitian lain yang dilakukan Zuchdi DKK yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Memahami Bacaan dan Kemandirian dengan Teknik PreReading Plan” dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan teknik PReP terbukti dapat meningkatkan komprehensi membaca. Di samping itu, teknik ini juga dapat meningkatkan kemandirian dengan peningkatan dari 17,16% pada saat pretes menjadi 44,44% setelah post tes. (dalam Zuchdi,2007)
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hartono dalam tesis Pascasarjananya yang berjudul Efektivitas Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Teknik Skimming-scanning,SQ3R, dan konvensional pada Siswa Pria dan Wanita Kelas 1 SLTP. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan yang signifikan antara teknik yang digunakan. Teknik skimming-scanning lebih efektif daripada teknik konvensional; teknik SQ3R lebih efektif darpada teknik konvensional, dan teknik SQ3R lebih efektif daripada teknik skimming-scanning. Dilihat dari jenis kelamin, diperoleh hasil bahwa membaca pemahaman siswa wanita lebih baik daripada siswa pria.
Dengan tiga penelitian di atas menunjukkan betapa pentingnya metode, teknik, atau strategi pembelajaran. Metode, teknik, atau strategi ini telah terbukti mampu meningkatkan pemahaman siswa. Ada beberapa teknik, metode, atau strategi yang dapat kita terapkan dalam pembelajaran membaca pemahaman. Metode-metode tersebut adalah

C. Kerangka Pikir
Kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas VII SMP Negeri 2 Bojong, Kabupaten Tegal masih kurang. Hal ini ditunjukkan oleh masih banyaknya siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditentukan sebesar 6,5. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
a. media atau buku bacaan yang kurang menarik yang tersedia di perpustakaan
b. penggunaan model pembelajaran yang kurang inovatif dalam pembelajaran membaca.
c. Proses membaca siswa kurang mendapat perhatian oleh guru sehingga memungkinkan siswa yang melakukan duplikasi jawaban siswa lain dalam mengerjakan tugas pascamembaca.
Kondisi semacam itu tentunya akan sangat mengganggu mentalitas siswa untuk menggali pengetahuan dengan membaca. Oleh karena itu, agar tidak berlarut kondisi tersebut perlu dicarikan solusi yang dapat menyadarkan siswa akan pentingnya membaca tanpa membebani siswa dengan kegiatan rutinitas yang membosankan. Salah satu solusi yang diajukan dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran yang inovatif. Pemilihan alternatif ini didasarkan pada tingkat kemudahan pengambilan solusi dari permasalahan yang ada. Penerapan suatu model atau metode tidak memerlukan biaya yang besar. Cukup dengan keinginan untuk maju dari guru, waktu luang untuk mempersiapkan skenario pembelajaran yang inovatif, dan sedikit sarana, kita dapat melakukan inovasi pembelajaran demi kemajuan siswa. Dalam pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan jigsaw. Keinovasian dalam model pembelajaran Jigsaw dibandingkan dengan model konvensional adalah
a. Kegiatan dilakukan secara berkelompok.
b. Semua individu memiliki tanggung jawab yang sama besar terhadap kemajuan timnya.
c. Adanya sifat kompetitif antartim.
d. Terintegrasinya semua keterampilan berbahasa dalam satu rangkaian kegiatan pembelajaran.
e. Siswa akan lebih mudah mengerjakan tugas atas bantuan teman lain.
f. Karya produk siswa berupa karangan sudah sesuai dengan proses yang seharusnya.
Dengan penggunaan model pembelajaran ini, diharapkan siswa akan tertarik untuk membaca karena timbulnya kesadaran akan manfaat membaca. Pada akhirnya diharapkan pula prestasi akademik dan nonakademik siswa baik yang terkait dengan mata pelajaran bahasa Indonesia maupun yang lainnya akan meningkat. Hal ini disebabkan pengaruh kemampuan membaca yang telah terasah dengan baik.

D. Hipotesis Tindakan
Penggunaan model jigsaw yang dimodifikasi mampu meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa yang ditandai dengan pemahaman siswa terhadap isi. Pemahaman tersebut dibuktikan dengan mampunya siswa memahami keseluruhan isi bahan bacaan dan kemampuan mengungkapkan kembali isi cerita dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.
READ MORE - PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMPN 2 BOJONG KABUPATEN TEGAL MELALUI PENGGUNAAN MODEL JIGSAW