BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka1. Menulis
Menulis merupakan kegiatan sehari-hari yang kita lakukan. Seorang anak menulis buku pelajaran; ibu-ibu menulis daftar belanjaan; karyawan menulis laporan pekerjaannya; sekretaris menulis surat atau proposal; dan lain-lain kegiatan menulis. Namun, definisi menulis semacam itu adalah definisi menulis secara umum. Ada pun beberapa pendapat yang berkaitan dengan definisi menulis secara khusus berbeda lagi. Boobi de Potter mengatakan bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika) secara bersama-sama. Pendapat ini menekankan pada sumber proses menulis yaitu otak. Tidak mungkin seorang dapat menulis apabila otak tidak bekerja. Kehebatannya lagi, saat seorang menulis untuk mengungkapkan ide-idenya, bukan hanya otak kiri, tetapi sekaligus otak kanan bekerja untuk dapat mencurahkan segala ide yang ada.
Lain halnya dengan Booby de Potter, Tarigan mendefinisikan menulis dari segi isi yang akan disampaikan. Tarigan mengatakan bahwa menulis adalah proses mencurahkan gagasan secara tertulis sehingga terjadi interaksi atau tersampaikannya gagasan antara penulis dengan pembaca. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Menulis merupakan suatu ketrampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan 1983 : 3 ).
Sebagai bentuk kegiatan produktif dan ekspresif, untuk dapat menulis sebagai suatu proses berpikir, diperlukan sebuah sumber bahan yang akan digunakan sebagai acuan saat kegiatan menulis dilakukan. Salah satu sumber bahan yang juga harus dikuasai oleh penulis adalah kemampuannya menyerap pengetahuan melalui membaca sebagai kegiatan perseptif. Jadi hampir mustahil seseorang mampu mentransfer suatu informasi atau pengetahuan kalau orang tersebut tidak memiliki pengetahuan. Hal ini sejalan dengan pendapat M. Zamakh Syarifa yang mengatakan antar kegiatan membaca dan menulis sangat berkaitan erat. Untuk bisa menulis diperlukan wawasan yang luas. Dengan membaca, wawasan kita akan menjadi semakin luas. (M. Zamakh Syarifa, 2009:19) Namun demikian, berbeda dengan kondisi menulis dalam lingkup umum. Dalam ruang lingkup ini seseorang dapat saja menulis tanpa membaca. Namun demikian tulisan yang dihasilkan adalah tulisan yang tanpa makna atau bersifat individual. Contoh seperti ini adalah menulis buku harian atau surat pribadi.
Lebih lanjut Tarigan mengatakan bahwa ketrampilan menulis harus dipelajari dan dilatih secara terus menerus (Tarigan,1983 : 3 ). Pendapat Tarigan ini dipertegas dengan pendapat Soejanto yang mengatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu pertumbuhan melalui banyak latihan. Jadi ketrampilan menulis tidak datang dengan sendirinya, melainkan memerlukan latihan yang cukup dan teratur serta pendidikan yang terprogram(Soejanto,1988 : 60 ).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:
a. Menulis adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan proses berpikir, untuk mengungkapkan gagasan atau pikiran secara logis dan sistematis dalam bentuk tertulis.
b. Keterampilan menulis adalah keterampilan yang diperoleh berdasarkan latihan. Oleh karena itu, untuk mengasah keterampilan tersebut, perlu latihan yang berkesinambungan.
Di situ tampak adanya sebuah proses yang berkesinambungan untuk dapat menulis dengan baik. Namun, bukanlah suatu hal yang mustahil seseorang akan dapat menjadi penulis yang diperhitungkan kalau orang tersebut mengasah keterampilannya secara sungguh-sungguh.
2. Drama
Drama pada umumnya didesain untuk dipertunjukkan di atas panggung . pendapat ini dipertegas Abdul Rozak Zaidan yang mengatakan bahwa drama merupakan karya sastra yang berbentuk dialog-dialog yang bertujuan untuk dipentaskan.( Abdul Rozak Zaidan ).Untuk itu, sebelum dipentaskan, teks tertulis atau yang kita kenal dengan naskah drama perlu dipelajari. Definisi ini dipersempit lagi dengan pendapat Bakdi yang menjelaskan bahwa hubungan kata “teater” dan “drama” bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra (Bakdi Soemantovia Eko Santoso,2008). Pendapat Bakdi ini memisahkan antara teater sebagai pementasan dan drama sebagai suatu karya sastra yang dituangkan dengan menggunakan media bahasa. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Eko yang menyimpulkan bahwa istilah “teater” berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan “drama” berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh panonton
Naskah drama atau disebut dengan Naskah Lakon atau skenario pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa pentas.(Eko Santosa DKK, 2008, hlm.
Untuk dapat membuat naskah drama, perlu diketahui unsur-unsur naskah drama. Dilihat dari unsur intrinsik naskah drama secara sastra, terdapat beberapa unsur naskah drama. Unsur tersebut adalah tema, tokoh dan perwatakan, alur atau plot, setting atau latar belakang cerita, dan amanat. Secara umum, unsur-unsur tersebut sam dengan unsur-unsur yang terdapat pada prosa. Namun, secara fisik unsur-unsur drama memiliki berbedaan dengan prosa. Perbedaan tersebut adalah
a. Tokoh dan perwatakan pada naskah drama menjadi bagian yang vital karena tokoh dan perwatakan akan menentukan bagaimana dialog yang akan dibuat. Perwatakan tokoh ini menentukan konflik-konflik yang akan dimunculkan. Oleh karena itu, biasanya tokoh dan perwatakan naskah drama sudah ditentukan di pra penyususnan naskah drama. Di samping dialog, menunjang perwatakan tokoh, diperlukan juga ilustrasi tentang penampilan tokoh.
b. Latar belakang pada naskah drama dibuat dalam bentuk ilustrasi-ilustrasi yang bersifat petunjuk bagaimana mewujidkan setting tersebut di dalam panggung. Semakin detail ilustrasi setting, akan semakin mempermudah menghadirkan setting tersebut di panggung. Yang perlu diperhatikan dalama menentukan setting drama adalah kemudahan dalam menghadirkan setting tersebut menggunakan properti.
c. Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita. Beberapa macam alur dapat dibuat oleh pengarang dalam sebuah prosa. Berbeda dengan drama. Drama merupakan bentuk karya sastra yang tujuannya untuk dipentaskan di atas panggung. Oleh karena itu, penentuan alur drama tidak sebebas alur prosa. Ada beberapa panduan menentukan alur drama yaitu (1) kemudahan penonton memahami dan mengikuti jalan cerita; (2) kemudahan pemain memerankan tokoh ceritanya dengan baik; (3) penampilan drama secara utuh.
3. Menulis Naskah Drama
Untuk menulis sebuah naskah drama diperlukan ide. Banyak sekali sumber ide yang ada di lingkungan kita. Sumber ide atau agasan itu dapat diperoleh karena perhatian ditujukan pada suatu persitiwa baik yang disaksikan, didengar maupun dibaca dari literatur tertentu. Bisa juga gagasan itu timbul karena perhatian ditujukan pada kehidupan seseorang.
Setelah ide ditentukan tahapa selanjutnya adalah proses berkhayal. menghayal, dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang karena menemukan sesuatu gagasan yang merangsang daya cipta. Gagasan atau daya cipta tersebut kemudian diwujudkan ke dalam besaran cerita yang pada akhirnya berkembang menjadi sebuah lakon untuk dipentaskan. Khayalan merupakan bentuk pendeskripsian alur cerita dalam otak yang akan menjadikan sebuah cerita berjalan dengan lancar.
menulis, adalah proses seleksi atau pemilihan situasi yang harus dihidupkan begi keseluruhan lakon oleh pengarang. Dalam sebuah lakon, situasi merupakan kunci aksi. Setelah menemukan kunci aksi ini, pengarang mulai mengatur dan menyusun kembali situasi dan peristiwa menjadi pola lakon tertentu. Di sini seorang pengarang memiliki kisah untuk diceritakan, kesan untuk digambarkan, suasana hati para tokoh untuk diciptakan, dan semua unsur pembentuk lakon untuk dikomunikasikan.(Eko Santosa, 2008,hlm.3)
4. Media Pembelajaran
Arsyad yang mengatakan bahwa kata media berasal dari bahasa latin mediumb yang berarti perantara atau pengantar. Media berfungsi sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima. Banyak para pakar yang memberi batasan tentang media. Hal ini sejalan dengan pendapat Arsyad yang mengatakan bahwa Media berarti perantara atau penghantar (Arsyad,2007) Assosiation of Education and Communication Technology (AECT) membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaiakan pesan dan informasi.
Pendapat di atas diperjelas lagi oleh Rudy Bratz (Arief S. Sadiman 1986:20) Bratz mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi beberapa, yaitu : a) media audio visual gerak, b) media audio visual diam, c) media audio visual semi gerak, d) media visual gerak, e) media visual diam, f) media semi gerak, g) media audio dan h) media cetak. Selanjutnya Gagne (Arief S. Sadiman 1986:23) mengklasifikasikan media pembelajaran, yaitu a) benda didemonstrasikan, b) komunikasi lisan, c) media cetak, d) gambar diam, e) gambar gerak, f) film bersuara dan g) mesin belajar.
Arsyad mendata ciri-ciri media pembelajaran yang baik terdiri dari (1) Ciri fikatif (fixative Property) kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek.(2) Ciri Manipulatif ( Manipulative Property) kejadian yang terjadi berhari-hari dalam kondisi nyata, dengan media dapat disajikan kepada siswa dalam waktu beberapa menit. Misalnya proses metamorfosis kupu-kupu dapat dijelaskan dalam beberapa menit saja.(3) Ciri Distributif (Distributive Property) Suatu objek atau kejadian ditransprmasikan melalui ruang dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relative sama mengenai kejadian itu.(Arsyad, 2007)
5. Video Klip Musik sebagai Media Pembelajaran
Video klip musik merupakan bentuk tayangan audio visual sebuah lagu dengan latar belakang dramatisasi isi syair lagu. Dalam tayangan video klip terdapat dua bentuk yaitu penampilan penyanyi saat melantunkan syair lagu dan ilustrasi berbentuk dramatisasi.
Video klip musik yang dimaksud di atas dapat dijadikan sebagai sebuah media pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pemanfaatan lingkungan belajar siswa untuk meningkatkan hasil belajar.
Dengan melihat difinisi di ats, dapat kita katakan bahwa video klip musik merupan salah satu media pembelajaran berbentuk audio visual. Video klip ini juga telah sesuai dengan ciri-ciri media pembelajaran menurut Arsyad.
Boleh tahu, ini sumber buku merekonstruksi itu buku apa ya? Terima kasih.
BalasHapus